- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Dirjen Pajak: Jangan Main-main Sama Tiongkok!


TS
Pitung.Kw
Dirjen Pajak: Jangan Main-main Sama Tiongkok!
Quote:
Dirjen Pajak: Jangan Main-main Sama Tiongkok!
Wahyu Daniel - detikfinance
Jumat, 27/06/2014 09:20 WIB
http://images.detik.com/content/2014...fuad2depan.jpg
Jakarta -Pada masa Orde Baru, ekonomi Indonesia sangat ketergantungan kepada Amerika Serikat (AS), karena banyak ekspor Indonesia didominasi ke Pasar Negeri Paman Sam tersebut. Namun sekarang keadaan berubah, ekonomi Indonesia bergantung pada Tiongkok.
"Zaman Orde Baru ekonomi kita bergantung kepada AS, Eropa, dan Jepang. Di 2005-2006 Tiongkok muncul dan sekarang 19% ekspor kita ke Tiongkok, AS hanya 9%. Jadi Tiongkok penting sekali buat kita, jangan main-main sama Tiongkok," ujar Dirjen Pajak Kementerian Keuangan Fuad Rahmany di kantornya, Jalan Gatot Subroto, Jakarta, Kamis malam (26/6/2014).
Selain Tiongkok, 20% ekspor Indonesia adalah ke negara-negara ASEAN. Dari fakta ini, Fuad mengatakan, perlambatan ekonomi di Tiongkok sangat berpengaruh terhadap ekonomi Indonesia dan juga pendapatan pajak.
"Tahun ini pertumbuhan ekonomi Tiongkok trennya menurun ke 7%. Ini berarti impor mereka turun, atau ekspor kita negatif. Lalu penerimaan pajak ekspor turun. Ini sudah kita rasakan juga tahun lalu," papar Fuad.
Selain pajak ekspor, pelemahan ekonomi Indonesia juga membuat impor turun. Kondisi saat ini seolah-olah defisit neraca perdagangan berkurang. Padahal ini karena ekspor dan impor turun. "Berarti pajak dua-duanya turun," kata Fuad.
Pelemahan ekonomi ini memang bisa terlihat dari penerimaan pajak yang menunjukkan perlambatan, khususnya di sektor Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
Fuad memaparkan, penerimaan pajak sejumlah sektor pada Januari-20 Juni 2014 memperlihatkan pertumbuhan yang terbatas bahkan ada yang turun khususnya Pertambangan dan penggalian hingga Pertanian, kehutanan, dan perikanan.
Berikut datanya:
Industri pengolahan Rp 159,346 triliun, naik 10% dari tahun lalu
Perdagangan besar dan eceran Rp 68,82 triliun, naik 13% dari tahun lalu
Jasa keuangan dan asuransi Rp 60,59 triliun, naik 15% dari tahun lalu
Pertambangan dan penggalian Rp 29,454 triliun, turun 1,02% dari tahun lalu
Konstruksi Rp 20,129 triliun, naik 20% dari tahun lalu
Informasi dan Komunikasi Rp 16,275 triliun, naik 11,56% dibanding tahun lalu
Transportasi dan Pergudangan Rp14.285 triliun, naik 15,39% dari tahun lalu
Real Estat Rp 9,73 triliun, naik 8,23% dari tahun lalu
Jasa profesional, ilmiah, dan teknis Rp 9,36 triliun, naik 14,53% dibandingkan tahun lalu
Pertanian, kehutanan, dan perikanan Rp 7,56 triliun, turun 4,02% dibandingkan tahun lalu.
Sektor lainnya Rp 38,048 triliun, naik 6,7% dari tahun lalu.
(dnl/hen)
http://finance.detik.com/read/2014/0...f991104topnews
Wahyu Daniel - detikfinance
Jumat, 27/06/2014 09:20 WIB
http://images.detik.com/content/2014...fuad2depan.jpg
Jakarta -Pada masa Orde Baru, ekonomi Indonesia sangat ketergantungan kepada Amerika Serikat (AS), karena banyak ekspor Indonesia didominasi ke Pasar Negeri Paman Sam tersebut. Namun sekarang keadaan berubah, ekonomi Indonesia bergantung pada Tiongkok.
"Zaman Orde Baru ekonomi kita bergantung kepada AS, Eropa, dan Jepang. Di 2005-2006 Tiongkok muncul dan sekarang 19% ekspor kita ke Tiongkok, AS hanya 9%. Jadi Tiongkok penting sekali buat kita, jangan main-main sama Tiongkok," ujar Dirjen Pajak Kementerian Keuangan Fuad Rahmany di kantornya, Jalan Gatot Subroto, Jakarta, Kamis malam (26/6/2014).
Selain Tiongkok, 20% ekspor Indonesia adalah ke negara-negara ASEAN. Dari fakta ini, Fuad mengatakan, perlambatan ekonomi di Tiongkok sangat berpengaruh terhadap ekonomi Indonesia dan juga pendapatan pajak.
"Tahun ini pertumbuhan ekonomi Tiongkok trennya menurun ke 7%. Ini berarti impor mereka turun, atau ekspor kita negatif. Lalu penerimaan pajak ekspor turun. Ini sudah kita rasakan juga tahun lalu," papar Fuad.
Selain pajak ekspor, pelemahan ekonomi Indonesia juga membuat impor turun. Kondisi saat ini seolah-olah defisit neraca perdagangan berkurang. Padahal ini karena ekspor dan impor turun. "Berarti pajak dua-duanya turun," kata Fuad.
Pelemahan ekonomi ini memang bisa terlihat dari penerimaan pajak yang menunjukkan perlambatan, khususnya di sektor Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
Fuad memaparkan, penerimaan pajak sejumlah sektor pada Januari-20 Juni 2014 memperlihatkan pertumbuhan yang terbatas bahkan ada yang turun khususnya Pertambangan dan penggalian hingga Pertanian, kehutanan, dan perikanan.
Berikut datanya:
Industri pengolahan Rp 159,346 triliun, naik 10% dari tahun lalu
Perdagangan besar dan eceran Rp 68,82 triliun, naik 13% dari tahun lalu
Jasa keuangan dan asuransi Rp 60,59 triliun, naik 15% dari tahun lalu
Pertambangan dan penggalian Rp 29,454 triliun, turun 1,02% dari tahun lalu
Konstruksi Rp 20,129 triliun, naik 20% dari tahun lalu
Informasi dan Komunikasi Rp 16,275 triliun, naik 11,56% dibanding tahun lalu
Transportasi dan Pergudangan Rp14.285 triliun, naik 15,39% dari tahun lalu
Real Estat Rp 9,73 triliun, naik 8,23% dari tahun lalu
Jasa profesional, ilmiah, dan teknis Rp 9,36 triliun, naik 14,53% dibandingkan tahun lalu
Pertanian, kehutanan, dan perikanan Rp 7,56 triliun, turun 4,02% dibandingkan tahun lalu.
Sektor lainnya Rp 38,048 triliun, naik 6,7% dari tahun lalu.
(dnl/hen)
http://finance.detik.com/read/2014/0...f991104topnews
seperti pepatah dari arab: don't try this at home kids

0
2.3K
Kutip
14
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan