- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Mengintip laboratorium ganja medis di Kanada


TS
cr4nks
Mengintip laboratorium ganja medis di Kanada

Sebelum Kita Mulai Lebih Baiknya kita Mengenal apa itu ganja Medis
Spoiler for Uraian:
Pemanfaatan Ganja Medis
Sejarah penggunaan ganja sebagai obat.
Cannabis pertama kali diketahui dapat digunakan untuk pengobatan yaitu dalam terapi pharmacopoeia di negeri Cina yang di sebut Pen Ts’ao. Pharmacopoeia adalah sebuah buku yang berisi daftar obat-obatan serta cara persiapan dan penggunaannya. Cannabis disebut sebagai “Superior Herb” oleh Kaisar Shen Nung (2737-2697 SM), yang diyakininya sangat manjur dan mujarab. Cannabis direkomendasikan sebagai pengobatan untuk berbagai penyakit umum. Sekitar periode yang sama di Mesir, ganja digunakan sebagai pengobatan untuk sakit mata. Ramuan ini digunakan di India dalam upacara budaya dan agama, dan dicatat dalam kitab suci teks Sansekerta sekitar 1.400 SM. Ganja dianggap sebagai ramuan kudus dan ditandai sebagai ” soother of grief ” atau ” the sky flyer,” dan “surga orang miskin.” Berabad-abad kemudian, sekitar 700 SM, orang-orang bangsa Asyur menggunakan ramuan yang mereka sebut Qunnabu yang digunakan sebagai dupa. Orang Yunani kuno menggunakan ganja sebagai obat untuk mengobati peradangan, sakit telinga, dan edema (pembengkakan bagian tubuh karena pengumpulan cairan). Tak lama setelah 500SM seorang sejarawan dan ahli geografi, Herodotus mencatat bahwa masyarakat Scythians menggunakan ganja untuk menghasilkan linen yang halus. Mereka juga menyebutnya sebagai rempah Cannabis dan menggunakannya dengan cara menghirup uapnya yang dihasilkan ketika dibakar. Pada tahun 100 SM bangsa Cina telah menggunakan ganja untuk membuat kertas.
Budidaya ganja serta penggunaannya bermigrasi dan bergerak ke berbagai pedagang dan pelancong. Pengetahuan mengenai nilai herbal ini menyebar ke seluruh Timur Tengah, Eropa Timur, dan Afrika. Sekitar tahun 100 sesudah masehi, Dioscorides, seorang ahli bedah di Legions Romawi di bawah Kaisar Nero, menamakan rempah ini dengan nama Cannabis sativa herbal dan tercatat penggunaannya untuk berbagai obat. Pada abad kedua, dokter dari negeri Cina yang bernama Hoa-Tho, menggunakan ganja dalam prosedur pembedahan yang di sesuaikan pada sifat analgesik nya. Di India kuno, sekitar tahun 600, penulis Sansekerta mencatat resep untuk ” pills of gaiety” atau “pil keriangan”, yaitu suatu kombinasi antara ganja dan gula. Pada tahun 1150, umat Islam telah menggunakan serat ganja dalam produksi kertas pertama di Eropa. Ini adalah penggunaan ganja sebagai sumber terbarukan yang tahan lama untuk serat kertas yang berlanjut hingga 750 tahun berikutnya.
Pada sekitar tahun 1300-an, pemerintah dan otoritas agama khawatir tentang efek psikoaktif pada masyarakat yang mengkonsumsi ramuan ganja tersebut dan berusaha menempatkan pembatasan keras terhadap penggunaannya. Emir Soudon Sheikhouni dari Joneima mengatakan bahwa ganja dilarang digunakan oleh orang miskin. Dia menghancurkan tanaman dan memerintahkan pelanggaran penggunaan ganja. Pada 1484, Paus Innosensius VIII melarang penggunaan Hashish, yaitu suatu bentuk concentrated dari ganja. Budidaya Cannabis terus berlanjut karena nilai ekonomisnya yang tinggi. Sedikit lebih dari satu abad kemudian, Ratu Inggris Elizabeth I mengeluarkan dekrit yang memerintahkan agar pemilik tanah yang memegang enam puluh hektar ladang ganja atau lebih harus membayar denda.
Kegunaan Medis Tanaman Ganja
Tanaman ganja secara keseluruhan, termasuk kuncup, daun, biji, dan akar, semuanya telah digunakan sebagai ramuan obat sepanjang sejarah. Meskipun batasan hukum yang tegas dan hukuman pidana berat untuk penggunaan terlarang, ganja semakin banyak digunakan di Amerika Serikat dan di seluruh dunia, baik untuk sifat-sifatnya mengubah suasana hati dan penerapannya sebagai obat-obatan yang telah terbukti. Diskusi mengenai manfaat ganja dari segi keamanan dan efektivitas sangat bermuatan politis.
Marijuana telah terbukti sebagai obat analgesik, anti muntah, anti-inflamasi, penenang, anticonvulsive, dan tindakan pencahar. Studi klinis telah menunjukkan efektivitas ganja dalam mengurangi mual dan muntah setelah kemoterapi untuk pengobatan kanker. Tanaman ini juga telah terbukti mengurangi tekanan intra-okular di mata sebanyak 45%, dalam pengobatan glaukoma. Cannabis telah terbukti sebagai anticonvulsive, dan dapat membantu dalam merawat penderita epilepsi. Penelitian lain telah mendokumentasikan sebuah in-vitro efek penghambat tumor THC. Marijuana juga dapat meningkatkan nafsu makan dan mengurangi rasa mual dan telah digunakan pada pasien AIDS untuk mencegah penurunan berat badan serta efek lain yang mungkin timbul dari penyakit ini. Dalam sebuah studi penelitian beberapa kandungan kimia dari ganja menampilkan aksi antimikroba dan efek antibakteri. Komponen CBC dan d-9-tetrahydrocannabinol telah terbukti dapat menghancurkan dan menghambat pertumbuhan bakteri streptokokus dan staphylococci.
Ganja mengandung senyawa kimia yang dikenal sebagai canabinoid. Jenis canabinoid yang berbeda-beda memiliki efek yang berbeda pula pada tubuh setelah di konsumsi. Penelitian ilmiah mengindikasikan bahwa zat ini mempunyai nilai potensi terapi untuk menghilangkan rasa sakit, kontrol mual dan muntah-muntah, serta stimulasi nafsu makan. Zat aktif utama ganja yang teridentifikasi sampai saat ini adalah 9-tetrahydro-cannabinol, yang dikenal sebagai THC. Bahan kimia ini kemungkinan mengandung sebanyak 12% dari bahan kimia aktif dalam ramuan, dan memberikan pengaruh sebanyak 7-10% dari akibat yang di timbulkan seperti rasa gembira, atau “high” yang dialami saat mengkonsumsi ramuan ganja. Kualitas ramuan “euforia” ini tergantung pada saldo bahan aktif lain dan kesegaran bahan ramuan. THC ter-degradasi ke komponen yang dikenal sebagai cannabinol, atau CBN. Kimia aktif ini relatif tidak menonjol dalam ganja yang telah disimpan terlalu lama sebelum digunakan. Komponen kimia lain, cannabidiol, atau dikenal sebagai CBD, memiliki efek sedatif dan analgesik ringan, dan memberikan kontribusi ke somatic heaviness yang kadang-kadang dialami oleh pengguna ganja.
Pelarangan/prohibition
Sebelum adanya larangan, ganja direkomendasikan untuk pengobatan gonore, angina pektoris (konstriksi nyeri di dada karena darah tidak cukup untuk jantung), dan cocok untuk mengatasi tersedak. Ganja juga dapat digunakan untuk mengatasi insomnia, neuralgia, reumatik, gangguan pencernaan, kolera, tetanus, epilepsi, keracunan strychnine, bronkitis, batuk rejan, dan asma. Kegunaan lain adalah sebagai phytotherapeutic (nabati terapeutik) termasuk pengobatan borok, kanker, paru-paru, migrain, penyakit Lou Gehrig, infeksi HIV, dan multiple sclerosis.
Kebijakan pemerintah federal Amerika Serikat melarang dokter menggunakan resep ganja, bahkan untuk pasien sakit serius karena alasan efek samping yang mungkin diakibatkan dari efek adiktif cannabis yang berbahaya. Jaksa Agung AS Janet Reno memperingatkan bahwa para dokter di setiap negara yang memberikan resep ganja pada pasiennya akan kehilangan hak untuk menulis resep, kecuali dari Medicare dan Medicaid dan bahkan dituntut sebagai kejahatan federal, menurut sebuah editorial 1997 dalam Jurnal Kedokteran New England. LGN
Sejarah penggunaan ganja sebagai obat.
Cannabis pertama kali diketahui dapat digunakan untuk pengobatan yaitu dalam terapi pharmacopoeia di negeri Cina yang di sebut Pen Ts’ao. Pharmacopoeia adalah sebuah buku yang berisi daftar obat-obatan serta cara persiapan dan penggunaannya. Cannabis disebut sebagai “Superior Herb” oleh Kaisar Shen Nung (2737-2697 SM), yang diyakininya sangat manjur dan mujarab. Cannabis direkomendasikan sebagai pengobatan untuk berbagai penyakit umum. Sekitar periode yang sama di Mesir, ganja digunakan sebagai pengobatan untuk sakit mata. Ramuan ini digunakan di India dalam upacara budaya dan agama, dan dicatat dalam kitab suci teks Sansekerta sekitar 1.400 SM. Ganja dianggap sebagai ramuan kudus dan ditandai sebagai ” soother of grief ” atau ” the sky flyer,” dan “surga orang miskin.” Berabad-abad kemudian, sekitar 700 SM, orang-orang bangsa Asyur menggunakan ramuan yang mereka sebut Qunnabu yang digunakan sebagai dupa. Orang Yunani kuno menggunakan ganja sebagai obat untuk mengobati peradangan, sakit telinga, dan edema (pembengkakan bagian tubuh karena pengumpulan cairan). Tak lama setelah 500SM seorang sejarawan dan ahli geografi, Herodotus mencatat bahwa masyarakat Scythians menggunakan ganja untuk menghasilkan linen yang halus. Mereka juga menyebutnya sebagai rempah Cannabis dan menggunakannya dengan cara menghirup uapnya yang dihasilkan ketika dibakar. Pada tahun 100 SM bangsa Cina telah menggunakan ganja untuk membuat kertas.
Budidaya ganja serta penggunaannya bermigrasi dan bergerak ke berbagai pedagang dan pelancong. Pengetahuan mengenai nilai herbal ini menyebar ke seluruh Timur Tengah, Eropa Timur, dan Afrika. Sekitar tahun 100 sesudah masehi, Dioscorides, seorang ahli bedah di Legions Romawi di bawah Kaisar Nero, menamakan rempah ini dengan nama Cannabis sativa herbal dan tercatat penggunaannya untuk berbagai obat. Pada abad kedua, dokter dari negeri Cina yang bernama Hoa-Tho, menggunakan ganja dalam prosedur pembedahan yang di sesuaikan pada sifat analgesik nya. Di India kuno, sekitar tahun 600, penulis Sansekerta mencatat resep untuk ” pills of gaiety” atau “pil keriangan”, yaitu suatu kombinasi antara ganja dan gula. Pada tahun 1150, umat Islam telah menggunakan serat ganja dalam produksi kertas pertama di Eropa. Ini adalah penggunaan ganja sebagai sumber terbarukan yang tahan lama untuk serat kertas yang berlanjut hingga 750 tahun berikutnya.
Pada sekitar tahun 1300-an, pemerintah dan otoritas agama khawatir tentang efek psikoaktif pada masyarakat yang mengkonsumsi ramuan ganja tersebut dan berusaha menempatkan pembatasan keras terhadap penggunaannya. Emir Soudon Sheikhouni dari Joneima mengatakan bahwa ganja dilarang digunakan oleh orang miskin. Dia menghancurkan tanaman dan memerintahkan pelanggaran penggunaan ganja. Pada 1484, Paus Innosensius VIII melarang penggunaan Hashish, yaitu suatu bentuk concentrated dari ganja. Budidaya Cannabis terus berlanjut karena nilai ekonomisnya yang tinggi. Sedikit lebih dari satu abad kemudian, Ratu Inggris Elizabeth I mengeluarkan dekrit yang memerintahkan agar pemilik tanah yang memegang enam puluh hektar ladang ganja atau lebih harus membayar denda.
Kegunaan Medis Tanaman Ganja
Tanaman ganja secara keseluruhan, termasuk kuncup, daun, biji, dan akar, semuanya telah digunakan sebagai ramuan obat sepanjang sejarah. Meskipun batasan hukum yang tegas dan hukuman pidana berat untuk penggunaan terlarang, ganja semakin banyak digunakan di Amerika Serikat dan di seluruh dunia, baik untuk sifat-sifatnya mengubah suasana hati dan penerapannya sebagai obat-obatan yang telah terbukti. Diskusi mengenai manfaat ganja dari segi keamanan dan efektivitas sangat bermuatan politis.
Marijuana telah terbukti sebagai obat analgesik, anti muntah, anti-inflamasi, penenang, anticonvulsive, dan tindakan pencahar. Studi klinis telah menunjukkan efektivitas ganja dalam mengurangi mual dan muntah setelah kemoterapi untuk pengobatan kanker. Tanaman ini juga telah terbukti mengurangi tekanan intra-okular di mata sebanyak 45%, dalam pengobatan glaukoma. Cannabis telah terbukti sebagai anticonvulsive, dan dapat membantu dalam merawat penderita epilepsi. Penelitian lain telah mendokumentasikan sebuah in-vitro efek penghambat tumor THC. Marijuana juga dapat meningkatkan nafsu makan dan mengurangi rasa mual dan telah digunakan pada pasien AIDS untuk mencegah penurunan berat badan serta efek lain yang mungkin timbul dari penyakit ini. Dalam sebuah studi penelitian beberapa kandungan kimia dari ganja menampilkan aksi antimikroba dan efek antibakteri. Komponen CBC dan d-9-tetrahydrocannabinol telah terbukti dapat menghancurkan dan menghambat pertumbuhan bakteri streptokokus dan staphylococci.
Ganja mengandung senyawa kimia yang dikenal sebagai canabinoid. Jenis canabinoid yang berbeda-beda memiliki efek yang berbeda pula pada tubuh setelah di konsumsi. Penelitian ilmiah mengindikasikan bahwa zat ini mempunyai nilai potensi terapi untuk menghilangkan rasa sakit, kontrol mual dan muntah-muntah, serta stimulasi nafsu makan. Zat aktif utama ganja yang teridentifikasi sampai saat ini adalah 9-tetrahydro-cannabinol, yang dikenal sebagai THC. Bahan kimia ini kemungkinan mengandung sebanyak 12% dari bahan kimia aktif dalam ramuan, dan memberikan pengaruh sebanyak 7-10% dari akibat yang di timbulkan seperti rasa gembira, atau “high” yang dialami saat mengkonsumsi ramuan ganja. Kualitas ramuan “euforia” ini tergantung pada saldo bahan aktif lain dan kesegaran bahan ramuan. THC ter-degradasi ke komponen yang dikenal sebagai cannabinol, atau CBN. Kimia aktif ini relatif tidak menonjol dalam ganja yang telah disimpan terlalu lama sebelum digunakan. Komponen kimia lain, cannabidiol, atau dikenal sebagai CBD, memiliki efek sedatif dan analgesik ringan, dan memberikan kontribusi ke somatic heaviness yang kadang-kadang dialami oleh pengguna ganja.
Pelarangan/prohibition
Sebelum adanya larangan, ganja direkomendasikan untuk pengobatan gonore, angina pektoris (konstriksi nyeri di dada karena darah tidak cukup untuk jantung), dan cocok untuk mengatasi tersedak. Ganja juga dapat digunakan untuk mengatasi insomnia, neuralgia, reumatik, gangguan pencernaan, kolera, tetanus, epilepsi, keracunan strychnine, bronkitis, batuk rejan, dan asma. Kegunaan lain adalah sebagai phytotherapeutic (nabati terapeutik) termasuk pengobatan borok, kanker, paru-paru, migrain, penyakit Lou Gehrig, infeksi HIV, dan multiple sclerosis.
Kebijakan pemerintah federal Amerika Serikat melarang dokter menggunakan resep ganja, bahkan untuk pasien sakit serius karena alasan efek samping yang mungkin diakibatkan dari efek adiktif cannabis yang berbahaya. Jaksa Agung AS Janet Reno memperingatkan bahwa para dokter di setiap negara yang memberikan resep ganja pada pasiennya akan kehilangan hak untuk menulis resep, kecuali dari Medicare dan Medicaid dan bahkan dituntut sebagai kejahatan federal, menurut sebuah editorial 1997 dalam Jurnal Kedokteran New England. LGN
Quote:

Dua peneliti saat memeriksa salah satu tanaman ganja yang berada di laboratorium Tweed Marijuana Inc, Ontario, Kanada (13/6). Kanada telah mengalami pertumbuhan industri setelah membuka pasar ganja medis yang menarik perhatian investor.
Quote:

Seorang peneliti saat menyiramkan air ke tanaman ganja di laboratorium Tweed Marijuana Inc.
Quote:

Sebelumnya laboratorium ganja ini merupakan perkebunan cokelat.
Quote:

Seorang peneliti saat memeriksa ganja sebelum ditanam.
Quote:

Seorang peneliti saat memeriksa tanaman ganja di laboratorium Tweed Marijuana Inc.
Quote:

Seorang peneliti saat memeriksa tanaman ganja di laboratorium Tweed Marijuana Inc.
Quote:

Seorang peneliti saat memeriksa kadar kekeringan tanaman ganja.
Quote:

Peneliti memeriksa kualitas tanaman ganja sebelum dikirim ke toko medis.
Quote:

Tanaman ganja yang siap dikonsumsi usai diperiksa di laboratorium Tweed Marijuana Inc.
Update
Quote:
Universitas McGill Kanada : Ganja Dapat Membantu Pasien Hepatitis C
June 24, 2014 Dhira Narayana
Bulan ini LGN berjumpa dengan 2 pasien Hepatitis C. Sebut saja O, pria 36 tahun asal Sumatra yang menderita Hepatitis C. Bulan Juli lalu dokter mengatakan bahwa kondisi hati O sudah 40% rusak dan perlu menjalani terapi pengobatan ala barat, dengan mengonsumsi obat baraclude. Selain O, ada juga wanita, sebut saja Q, berusia lebih dari 40 tahun yang telah divonis Hepatitis C sejak tahun 2010. Sudah banyak obat-obatan yang Q konsumsi termasuk obat-obatan herbal, namun sampai saat ini kondisinya masih sama.
Mereka berdua menghampiri LGN dengan niat dan pertanyaan yang sama, “Apakah ganja mampu menyembuhkan penyakit saya ?” Sebelum kita menelusuri pro dan kontra hasil-hasil riset ganja medis dalam pengobatan Hepatitis C, mari kita kenali dulu penyakit ini.
Hepatitis C adalah infeksi yang menyerang organ hati. Penyakit ini disebabkan oleh virus hepatitis C (HCV). Hepatitis C sering kali tidak memberi gejala, namun infeksi kronis dapat menyebabkan parut (eskar) pada hati dan kemudian menyebabkan sirosis. Dalam beberapa kasus, orang yang mengalami sirosis juga mengalami gagal hati, kanker hati, atau pembengkakan pembuluh di esofagus dan lambung, yang dapat mengakibatkan pendarahan hinga kematian.
Bayangkan kalau hati kita terserang penyakit yang satu ini. Bagaimana kita bisa mengatur keseimbangan lemak dalam tubuh, membersihkan zat-zat berbahaya, memproduksi protein plasma, menyimpan vitamin dan mineral, dan lain sebagainya.
Hampir satu dekade terakhir, peneliti percaya bahwa penggunaan ganja dapat memperparah kondisi Hepatitis C seorang pasien. Namun, beberapa tahun terakhir, beberapa peneliti mulai mendapat kesimpulan yang berseberangan, yaitu :
Ganja mampu membantu pasien bertahan mengalami sakitnya terapi anti-virus, sehingga meningkatkan kemungkinan menghilangkan virus Hepatitis C.
Pengguna ganja berat memiliki resiko besar mengalami kerusakan hati, sehingga memperburuk kondisi Hepatitis C.
Berangkat dari pertarungan pro dan kontra ganja medis tersebut, peneliti dari Universitas McGill, Kanada, melakukan uji klinis. hasil temuannya tersebut kemudian dimuat dalam Jurnal Clinical Infectious Disease pada bulan Juni 2013 dengan kalimat yang sangat tegas; penggunaan ganja memperparah kondisi hati adalah kesimpulan yang tidak beralasan. Pasien justru menggunakan ganja untuk mengobati gejala-gejala yang ditimbukan akibat semakin buruknnya kondisi hatinya.
Peneliti dari Universitas McGill, Kanada, menemukan 3 poin penting dalam penelitiannya :
700 pasien Hepatitis C pengguna ganja tidak mengalami fibrosis (stadium akhir penyakit hati)
53% responden menggunakan ganja dalam 6 bulan terakhir, rata-rata menghabiskan 7 linting ganja setiap minggu; 40% pengguna ganja harian.
Tidak terdapat bukti bahwa menggunakan ganja meningkatkan fibrosis.
Dengan keyakinan dan informasi yang tepat, LGN katakan pada pasien-pasien tadi, “Kami yakin ganja mampu menjadi harapan yang patut dicoba, tidak peduli status hukumnya. Hukum itu dibuat untuk menjamin kesehatan masyarakat bukannya untuk menghadang masyarakat. Kalau kita bisa membuktikannya, jiwa manusia mana yang tidak haru dan bahagia menyaksikan keberhasilan kita.”
sumber : dari LGN
LGN
June 24, 2014 Dhira Narayana
Bulan ini LGN berjumpa dengan 2 pasien Hepatitis C. Sebut saja O, pria 36 tahun asal Sumatra yang menderita Hepatitis C. Bulan Juli lalu dokter mengatakan bahwa kondisi hati O sudah 40% rusak dan perlu menjalani terapi pengobatan ala barat, dengan mengonsumsi obat baraclude. Selain O, ada juga wanita, sebut saja Q, berusia lebih dari 40 tahun yang telah divonis Hepatitis C sejak tahun 2010. Sudah banyak obat-obatan yang Q konsumsi termasuk obat-obatan herbal, namun sampai saat ini kondisinya masih sama.
Mereka berdua menghampiri LGN dengan niat dan pertanyaan yang sama, “Apakah ganja mampu menyembuhkan penyakit saya ?” Sebelum kita menelusuri pro dan kontra hasil-hasil riset ganja medis dalam pengobatan Hepatitis C, mari kita kenali dulu penyakit ini.
Hepatitis C adalah infeksi yang menyerang organ hati. Penyakit ini disebabkan oleh virus hepatitis C (HCV). Hepatitis C sering kali tidak memberi gejala, namun infeksi kronis dapat menyebabkan parut (eskar) pada hati dan kemudian menyebabkan sirosis. Dalam beberapa kasus, orang yang mengalami sirosis juga mengalami gagal hati, kanker hati, atau pembengkakan pembuluh di esofagus dan lambung, yang dapat mengakibatkan pendarahan hinga kematian.
Bayangkan kalau hati kita terserang penyakit yang satu ini. Bagaimana kita bisa mengatur keseimbangan lemak dalam tubuh, membersihkan zat-zat berbahaya, memproduksi protein plasma, menyimpan vitamin dan mineral, dan lain sebagainya.
Hampir satu dekade terakhir, peneliti percaya bahwa penggunaan ganja dapat memperparah kondisi Hepatitis C seorang pasien. Namun, beberapa tahun terakhir, beberapa peneliti mulai mendapat kesimpulan yang berseberangan, yaitu :
Ganja mampu membantu pasien bertahan mengalami sakitnya terapi anti-virus, sehingga meningkatkan kemungkinan menghilangkan virus Hepatitis C.
Pengguna ganja berat memiliki resiko besar mengalami kerusakan hati, sehingga memperburuk kondisi Hepatitis C.
Berangkat dari pertarungan pro dan kontra ganja medis tersebut, peneliti dari Universitas McGill, Kanada, melakukan uji klinis. hasil temuannya tersebut kemudian dimuat dalam Jurnal Clinical Infectious Disease pada bulan Juni 2013 dengan kalimat yang sangat tegas; penggunaan ganja memperparah kondisi hati adalah kesimpulan yang tidak beralasan. Pasien justru menggunakan ganja untuk mengobati gejala-gejala yang ditimbukan akibat semakin buruknnya kondisi hatinya.
Peneliti dari Universitas McGill, Kanada, menemukan 3 poin penting dalam penelitiannya :
700 pasien Hepatitis C pengguna ganja tidak mengalami fibrosis (stadium akhir penyakit hati)
53% responden menggunakan ganja dalam 6 bulan terakhir, rata-rata menghabiskan 7 linting ganja setiap minggu; 40% pengguna ganja harian.
Tidak terdapat bukti bahwa menggunakan ganja meningkatkan fibrosis.
Dengan keyakinan dan informasi yang tepat, LGN katakan pada pasien-pasien tadi, “Kami yakin ganja mampu menjadi harapan yang patut dicoba, tidak peduli status hukumnya. Hukum itu dibuat untuk menjamin kesehatan masyarakat bukannya untuk menghadang masyarakat. Kalau kita bisa membuktikannya, jiwa manusia mana yang tidak haru dan bahagia menyaksikan keberhasilan kita.”
sumber : dari LGN
LGN
Nah Daripada Kita Teriak-teriak ngga jelas soal Ganja, lebih baik ita pahami dulu apa manfaat dan kegunaannya
Tambahan Gan
10 Tokoh Besar Penikmat Ganja
10 Tokoh Besar Penikmat Ganja
SUMBER : LGN
Quote:

sebagian foto di sadur dari Merdeka.com
Sumber :
Spoiler for cek:
Diubah oleh cr4nks 27-06-2014 14:50
0
5.1K
Kutip
44
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan