- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
{DRONE} Jokowi Realistis?


TS
AkechiBandar
{DRONE} Jokowi Realistis?
Ini 8 Drone Buatan Orang Indonesia
Detik
TNI AD Kembangkan "Drone" dan Satelit Buatan Sendiri
Puna
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) mengembangkan Pesawat Udara Nir Awak (PUNA) untuk berbagai keperluan pemantauan dari udara, seperti pemetaan, pemantauan kebakaran hutan, mitigasi bencana, pencarian korban hingga keperluan militer.
Prinsipnya PUNA mampu membawa terbang berbagai peralatan seperti kamera, alat pengintai dan sejenisnya hingga seberat 20kg," kata Deputi Kepala BPPT bidang Teknologi Industri Rancang Bangun dan Rekayasa, Surjatin Wirjadidjaja di Jakarta, Senin.
Mengenai harga pesawat nir awak dengan pesawat sejenis buatan negara lain, ia menyebutkan, sekitar ratusan juta rupiah. Nilai tersebut bertambah tergantung dari peralatan yang dibawanya.
Kegiatan pengembangan PUNA diawali dengan pembuatan wahana sasaran tembak atau target drone yang digunakan untuk meningkatkan kemampuan prajurit Pusenart (Pusat Senjata Artileri) TNI-AD. PUNA dirancang mempunyai kecepatan jelajah 80 knot dengan jangkauan terbang mencapai 30 km di ketinggian sekitar 7.000 kaki.
Puna Sriti
wingspan 2.988 mm
MTOW (Maximum Take Off Weight) 8,5 kilogram
cruise speed 30 knot
endurance 1 jam
range 5 nautical mile
altitude 3.000 feet
catapult 4.500 mm
catapult bungee chords.
Puna Alap-alap
wingspan 3.510 mm
MTOW (Maximum Take Off Weight) 18 kilogram
cruise speed 55 knot (101,86 km/jam)
endurance 5 jam
range 140 kilometer
altitude 7.000 feet
payload = gymbal camera video.
Puna Gagak
Pesawat ini bermotif loreng dengan warna oranye dan putih.
Gagak adalah wahana udara nirawak jarak jauh dengan konfigurasi desain V-tail, low wing dan low boom, menggunakan landasan sebagai sarana take off - landing.
Puna Gagak ini sama dengan Pelatuk tetapi berbeda misi. Kalau Gagak untuk misi rendah-naik-rendah lagi. Dan bisa digunakan untuk Angkatan Laut.
wingspan 6.916 mm
MTOW (maximum take off weight) 120 kilogram
cruise speed 52 - 69 knot (96,3 - 127,8 km/jam)
endurance 4 jam
range 73 km
altitude 8.000 feet
payload=gymbal camera video.
Puna Pelatuk
wingspan 6.916 mm
MTOW (Maximum Take Off Weight) 120 kilogram
cruise speed 52 - 69 knot (96,3 - 127,8 km/jam)
endurance 4 jam
range 73 km
altitude 8.000 feet
payload=gymbal camera video.
Puna Wulung
Selain memiliki Sriti, BPPT juga mengembangkan UAV Wulung dengan ukuran yang lebih besar dari Sriti dan membutuhkan landasan untuk take off. Kontrak produksi UAV Wulung dengan BPPT telah dilakukan tanggal 29 April 2013. BPPT menyatakan kesiapannya untuk memproduksi pesawat tanpa awak tersebut bekerjasama dengan PT Dirgantara Indonesia (DI) sebagai pelaksana produksi. PT LEN ikut bekerjasama dalam mengembangkan UAV yang lebih modern.
Puna Wulung memiliki spesifikasi berat kosong maksimal 60 kg, berat muatan 25 kg, kecepatan jelajah 55 knot, bentang sayap 6,34 meter, ketahanan terbang empat jam dan ketinggian terbang 12.000 kaki di atas permukaan tanah. Pesawat tersebut dilengkapi kamera pengintai yang dihubungkan dengan pusat pengendali di darat.
Saat ini tim UAV Wulung terus mengembangkan pesawat tersebut.
’’Pesawat ini sekarang masih memiliki kemampuan 3,5 gravitasi. Kami sedang kembangkan agar memiliki kemampuan 7 gravitasi sehingga mampu menahan beban ratusan kilogram,’’ ujar Kepala Program UAV BPPT, Joko Purnomo.
Umumnya, pesawat militer tak berawak milik negara maju telah berada di level tiga. Level tertinggi atau level empat yang mampu dicapai saat ini adalah kemampuan jelajah di atas 70 ribu kaki.
Wulung akan memenuhi kebutuhan skuadron Supadio TNI AU, Pontianak. Dengan adanya UAV, fungsi pengawasan oleh kapal dan pesawat berawak TNI AU bisa lebih efisien. UAV bisa menggantikan biaya tinggi akibat pengawasan di wilayah perbatasan.
Selain untuk keperluan militer, UAV Indonesia juga digunakan untuk pengawasan transportasi, SAR, penelitian atmosfer, pengawasan kebencanaan, kargo operasi hujan buatan, penyebaran benih, pengamatan vegetasi daerah kritis yang sulit, pengambilan gambar film dan lain sebagainya.
Pesawat ini bermotif loreng hijau tosca dan abu-abu.
Wulung ini medium. Terbang bisa mencapai waktu 4 jam. Dan muatannya cukup hingga bisa dipakai untuk membuat hujan buatan maupun penyebaran benih.
LSU 02
Lembaga Penerbangan Dan Antariksa Nasional /LAPAN akhirnya berhasil menerbangkan pesawat tanpa awak atau Unmanned Aerial Vehicle (UAV) LSU 02 sejauh 200 kilometer dengan waktu tempuh dua jam, pergi dan pulang ke lapangan udara Pameungpeuk, Garut, Jawa Barat. UAV dengan bahan bakar Pertamax Plus (RON 95) ini terbang secara autonomous dan berhasil kembali mendarat dengan mulus di lapangan udara Pameungpek, Garut.
“UAV ini bisa terbang sangat jauh hingga 5 jam. Lima liter pakai Pertamax Plus oktan 95. Kalau terbang 1 jam 0,9 liter,” ucap Kepala Bidang Avionic LAPAN Ari Sugeng di acara Harteknas di Aula BPPT Jakarta.
LSU 02 berbobot 15 kg, dilengkapi 2 kamera foto dan kamera video. Pesawat ini mampu terbang dengan ketinggian 3000 meter. Lapan kini sedang menyiapkan generasi baru UAV yang mampu terbang hingga ketinggian 7200 meter, dengan payload dan endurance yang lebih besar. Dalam artian, Lapan terus meningkatkan jangkauan terbang (long distance), kemampuan terbang (long endurance), kemampuan terbang secara automatis (autonomous flying), dan kemampuan take off dan landing.
Pesawat nirawak LSU 02 besutan LAPAN ini sebelumnya telah memecahkan rekor dari Museum Rekor Indonesia atau yang akrab disebut dengan MURI untuk kategori pesawat UAV atau nirawak yang mampu menempuh jarak terbang terjauh, yakni sejauh 200km.
LSU 02 buatan LAPAN ini mampu membawa beban dengan berat maksimal hingga 3kg dengan kecepatan terbang hingga 100km/jam. Pesawat nirawak seperti LSU 02 ini sangat bermanfaat untuk memantau wilayah yang sulit dijangkau manusia atau wilayah yang berbahaya, misal memotret kawah gunung berapi atau memantau kawasan bencana.
Pesawat nirawak LSU 02 besutan LAPAN ini memiliki panjang sayap hingga 2400mm dan panjang badan pesawat 1700mm. Seperti layaknya pesawat UAV lainnya, pesawat LSU 02 ini memiliki kemampuan untuk terbang secara otomatis yang dikandalikan dari jauh atau diprogram untuk menuju sasaran tertentu.
Seperti yang dilansir dari Kompas (22/08/2013), era modern seperti sekarang ini keberadaan pesawat nirawak seperti LSU 02 sangat bermanfaat. Tak hanya digunakan untuk memantau wilayah yang sulit dijangkau atau berbahaya, pesawat nirawak dapat dimanfaatkan oleh militer untuk misi pengintaian di wilayah musuh.
LSU 02 adalah Pesawat Tanpa Awak yang Mampu Terbang secara Autonomous. Kinerja terbang pesawat tanpa awak yang sering menjadi ukuran yaitu kemampuan jangkauan terbang (long distance), kemampuan lama terbang (long endurance), kemampuan terbang secara automatis (autonomous flying), dan kemampuan take off dan landing. Kemampuan tersebut juga menyangkut aspek inovasi aircraft (desain pesawat terbang), propulsi, avionik, dan aerodinamika
Pesawat LSU 02 merupakan hasil penelitian dan pengembangan Pusat Teknologi Penerbangan Lapan. Pesawat UAV yang telah melakukan berbagai misi ini mampu terbang secara autonomous dengan jangkauan terbang hingga 300 kilometer
Panjang badan ± 200 cm
Panjang bentangan sayap (wing span) 250 cm
Engine 10 hp/ 3,5 ltr
Endurance 5 jam
Jarak jangkau maksimum 450 km
Komunikasi telementri 900 MHZ dengan daya 1 watt
Dilengkapi dengan system otomatis (autonomous flying system)
Kapasitas muatan 3 kg
Wiki
Realistis
Spoiler for Rincian:
Jakarta - Pesawat tanpa awak alias drone menjadi buah bibir setelah capres Jokowi menyinggungnya dalam debat capres putaran ketiga. Drone bukan hal asing bagi ilmuwan Indonesia. Lembaga riset di Indonesia seperti Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) serta beberapa universitas riset sudah membuat prototipenya. Seperti apa?
Insinyur rekayasa di BPPT Ir Adrian Zulkifli pernah mengatakan pada Oktober 2012 bahwa biaya pembuatan 1 pesawat prototipe ini kira-kira Rp 2 miliar. Mesin drone buatan BPPT masih diimpor dari Jerman dan kameranya didatangkan dari Taiwan. 5 Pesawat prototipe dari BPPT ini diujicobakan di Bandara Halim Perdanakusuma pada Oktober 2012. Pesawat-pesawat drone BPPT ini dinamai PUNA alias Pesawat Udara Nirawak.
Pesawat-pesawat ini berfungsi antara lain sebagai pesawat pengintai, pemotretan udara pada area yang sangat luas, pengukuran karakteristik atmosfer, dan pemantauan kebocoran listrik pada kabel listrik tegangan tinggi. Pesawat-pesawat ini cocok digunakan di daerah perbatasan.
Selain itu, baru-baru ini, TNI AD bekerja sama dengan Universitas Surya yang dikomandani ilmuwan Johanes Surya juga memamerkan prototipe pesawat drone untuk kebutuhan militer.
Lapan juga memiliki jumlah koleksi pesawat tanpa awak sebanyak 3 unit. Bahkan Lapan sanggup membuat drone yang per unit hanya Rp 40 juta.
Mari menengok model drone buatan anak bangsa ini:
Insinyur rekayasa di BPPT Ir Adrian Zulkifli pernah mengatakan pada Oktober 2012 bahwa biaya pembuatan 1 pesawat prototipe ini kira-kira Rp 2 miliar. Mesin drone buatan BPPT masih diimpor dari Jerman dan kameranya didatangkan dari Taiwan. 5 Pesawat prototipe dari BPPT ini diujicobakan di Bandara Halim Perdanakusuma pada Oktober 2012. Pesawat-pesawat drone BPPT ini dinamai PUNA alias Pesawat Udara Nirawak.
Pesawat-pesawat ini berfungsi antara lain sebagai pesawat pengintai, pemotretan udara pada area yang sangat luas, pengukuran karakteristik atmosfer, dan pemantauan kebocoran listrik pada kabel listrik tegangan tinggi. Pesawat-pesawat ini cocok digunakan di daerah perbatasan.
Selain itu, baru-baru ini, TNI AD bekerja sama dengan Universitas Surya yang dikomandani ilmuwan Johanes Surya juga memamerkan prototipe pesawat drone untuk kebutuhan militer.
Lapan juga memiliki jumlah koleksi pesawat tanpa awak sebanyak 3 unit. Bahkan Lapan sanggup membuat drone yang per unit hanya Rp 40 juta.
Mari menengok model drone buatan anak bangsa ini:
Detik
TNI AD Kembangkan "Drone" dan Satelit Buatan Sendiri
Spoiler for Rincian:
JAKARTA, KOMPAS.com — TNI Angkatan Darat bekerja sama dengan Surya University mengembangkan 15 teknologi alat utama sistem senjata (alutsista). Pengembangan teknologi itu diharapkan mampu mengurangi ketergantungan negara dalam pengadaan alutsista dari negara lain.
Kepala Staf TNI AD Jenderal Budiman mengatakan, proses pengembangan teknologi ini sudah berjalan sejak enam bulan terakhir. Riset yang dilakukan TNI AD dan Universitas Surya itu meliputi nano satellite, gyrocopter, UAV (Unmananned Aerial Vehicles) autopilot atau pesawat tanpa awak (drone), simulasi tembak laser, dan GPS Tracking System APRS (Automatic Package Reporting System).
"Dengan memproduksi sendiri, banyak keuangan negara yang kita hemat. Ini perkembangan Litbang TNI dengan Universitas Surya untuk mendorong para prajurit mengembangkan dan untuk memperbesar hasil," kata Budiman saat peluncuran hasil riset alutsista di Mabes TNI AD, Senin (7/4/2014).
Budiman menjelaskan, salah satu kelebihan pengembangan teknologi alutsista adalah Indonesia dapat memproduksi alat dengan harga relatif jauh lebih murah. Ia mencontohkan, teknologi GPS Tracking System APRS hanya menghabiskan anggaran sekitar Rp 5 juta. Adapun harga peralatan impor mencapai Rp 500 juta. "Kalau produksi sendiri kita bisa menghemat hingga seperseratus dari harga beli dari luar," ujarnya.
Selain dari sisi harga, keuntungan lainnya adalah meminimalkan kemungkinan penyadapan terhadap alutsista tersebut. Pengembangan teknologi Indonesia ini juga dapat menghindari pembelian peralatan yang mungkin berkualitas lebih rendah dari harga sebenarnya.
"Risiko kalau kita beli di luar, pasti alat terhebatnya dipakai sendiri. Layer kedua dia berikan kepada sekutunya dan layer ketiga baru diberikan kepada kita," katanya.
Sementara itu, Rektor Surya University Prof Yohanes Surya mengatakan, sejak awal pihaknya menyambut baik niat TNI AD yang ingin melakukan pengembangan terhadap alutsista miliknya. Ia menuturkan, pada tahun 2010, hanya ada sekitar 13 teknologi asal Indonesia yang dipatenkan secara internasional. Hal itu sangat jauh jika dibandingkan dengan produk Korea Selatan (10.446), China (16.403), dan Amerika Serikat (48.896).
Ia mengatakan, sebetulnya Indonesia memilih banyak ahli atau pakar teknologi. Namun, karena kurangnya perhatian dari pemerintah, maka tidak sedikit dari mereka yang akhirnya justru memilih untuk tinggal di luar negeri.
"Ambil contoh pada riset pembuatan nano satellite. Kita punya ahli yang hebat dan bahkan kita sudah sejajar dengan negara-negara tertentu," katanya.
Ia berharap, melalui kerja sama ini maka terjadi proses transfer teknologi dari universitas ke TNI AD. Menurutnya, tentara dapat dilatih untuk belajar membuat satelit kecil tersebut dari nol. Prajurit bahkan bisa merakit, menyolder, membuat program elektronika, membuat program komputer sampai membuat wadah nano satellite sendiri.
KompasKepala Staf TNI AD Jenderal Budiman mengatakan, proses pengembangan teknologi ini sudah berjalan sejak enam bulan terakhir. Riset yang dilakukan TNI AD dan Universitas Surya itu meliputi nano satellite, gyrocopter, UAV (Unmananned Aerial Vehicles) autopilot atau pesawat tanpa awak (drone), simulasi tembak laser, dan GPS Tracking System APRS (Automatic Package Reporting System).
"Dengan memproduksi sendiri, banyak keuangan negara yang kita hemat. Ini perkembangan Litbang TNI dengan Universitas Surya untuk mendorong para prajurit mengembangkan dan untuk memperbesar hasil," kata Budiman saat peluncuran hasil riset alutsista di Mabes TNI AD, Senin (7/4/2014).
Budiman menjelaskan, salah satu kelebihan pengembangan teknologi alutsista adalah Indonesia dapat memproduksi alat dengan harga relatif jauh lebih murah. Ia mencontohkan, teknologi GPS Tracking System APRS hanya menghabiskan anggaran sekitar Rp 5 juta. Adapun harga peralatan impor mencapai Rp 500 juta. "Kalau produksi sendiri kita bisa menghemat hingga seperseratus dari harga beli dari luar," ujarnya.
Selain dari sisi harga, keuntungan lainnya adalah meminimalkan kemungkinan penyadapan terhadap alutsista tersebut. Pengembangan teknologi Indonesia ini juga dapat menghindari pembelian peralatan yang mungkin berkualitas lebih rendah dari harga sebenarnya.
"Risiko kalau kita beli di luar, pasti alat terhebatnya dipakai sendiri. Layer kedua dia berikan kepada sekutunya dan layer ketiga baru diberikan kepada kita," katanya.
Sementara itu, Rektor Surya University Prof Yohanes Surya mengatakan, sejak awal pihaknya menyambut baik niat TNI AD yang ingin melakukan pengembangan terhadap alutsista miliknya. Ia menuturkan, pada tahun 2010, hanya ada sekitar 13 teknologi asal Indonesia yang dipatenkan secara internasional. Hal itu sangat jauh jika dibandingkan dengan produk Korea Selatan (10.446), China (16.403), dan Amerika Serikat (48.896).
Ia mengatakan, sebetulnya Indonesia memilih banyak ahli atau pakar teknologi. Namun, karena kurangnya perhatian dari pemerintah, maka tidak sedikit dari mereka yang akhirnya justru memilih untuk tinggal di luar negeri.
"Ambil contoh pada riset pembuatan nano satellite. Kita punya ahli yang hebat dan bahkan kita sudah sejajar dengan negara-negara tertentu," katanya.
Ia berharap, melalui kerja sama ini maka terjadi proses transfer teknologi dari universitas ke TNI AD. Menurutnya, tentara dapat dilatih untuk belajar membuat satelit kecil tersebut dari nol. Prajurit bahkan bisa merakit, menyolder, membuat program elektronika, membuat program komputer sampai membuat wadah nano satellite sendiri.
Puna
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) mengembangkan Pesawat Udara Nir Awak (PUNA) untuk berbagai keperluan pemantauan dari udara, seperti pemetaan, pemantauan kebakaran hutan, mitigasi bencana, pencarian korban hingga keperluan militer.
Prinsipnya PUNA mampu membawa terbang berbagai peralatan seperti kamera, alat pengintai dan sejenisnya hingga seberat 20kg," kata Deputi Kepala BPPT bidang Teknologi Industri Rancang Bangun dan Rekayasa, Surjatin Wirjadidjaja di Jakarta, Senin.
Mengenai harga pesawat nir awak dengan pesawat sejenis buatan negara lain, ia menyebutkan, sekitar ratusan juta rupiah. Nilai tersebut bertambah tergantung dari peralatan yang dibawanya.
Kegiatan pengembangan PUNA diawali dengan pembuatan wahana sasaran tembak atau target drone yang digunakan untuk meningkatkan kemampuan prajurit Pusenart (Pusat Senjata Artileri) TNI-AD. PUNA dirancang mempunyai kecepatan jelajah 80 knot dengan jangkauan terbang mencapai 30 km di ketinggian sekitar 7.000 kaki.
Puna Sriti
Spoiler for Rincian:
Code:
Selain UAV LSU 02 Lapan, Indonesia juga mengembangkan UAV Sriti buatan BPPT. UAV Sriti telah unjuk kebolehan dihadapan para siswa Sekolah Staf dan Komando Angkatan Darat /SESKOAD di Subang-Jawa Barat 2 Mei 2013. Sebelum dibawa ke siswa Seskoad, UAV Sriti melakukan uji coba menggunakan engine baru, tanggal 25 April 2013 di Batujajar-Jawa Barat. Pengujian ini untuk mengetahui kehandalan sistim propulsi dan kesesuaian mencapai terbang mandiri. Dalam rangkaian pengujian tersebut juga dilakukan uji kehandalan sistem transmisi data dari UAV ke Ground Control Station (GCS). Operasi terbang Sriti terpantau dari hasil pengiriman dokumentasi data parameter terbang, foto dan video yang secara real time dikirim Ground Contro.
UAV Sriti dioperasikan untuk pengintaian terbang berdurasi 2 jam dengan jangkauan radius 75 km. Kelebihan Sriti adalah, tidak memerlukan landasan untuk take off dan hanya menggunakan peluncur serta dapat mendarat menggunakan jaring. UAV Sriti dioperasikan oleh satu regu prajurit (10 orang) untuk memasang, menarik peluncur, monitoring GCS, bongkar pasang jaring dan pilot. Sistem ini cocok dipakai TNI AD dan dapat dimobilisasi dengan mudah ke berbagai tempat.
Meski UAV Sriti masih dalam skala riset, SESKOAD berkeyakinan dimasa mendatang TNI AD membutuhkan banyak UAV model Sriti untuk melakukan pengawasan teritorial di wilayah perbatasan bahkan akan ditempatkan disetiap KOREM. UAV Sriti juga dipersiapkan untuk misi pemantauan (surveilance & recoqnition) pergerakan penyerangan dan pertahanan pasukan militer.
Pesawat ini berwarna putih. Sriti adalah wahana udara nirawak jarak dekat dengan konfigurasi desain playing wing menggunakan catapult (pelontar) sebagai sarana take off dan jaring sebagai sarana landing.
"Sriti untuk surveilance. Karena bisa take off dengan peluncuran dan landing di jaring maka bisa dipakai untuk melengkapi Angkatan Laut pada peralatan di KRI. Sriti ini bisa melihat ke depan sejauh 60-75 km. Jadi bisa dikatakan sebagai mata KRI," papar Chief Engineer BPPT, Muhamad Dahsyat di lokasi.
Yang kedua, imbuh Dahsyat, untuk memenuhi kebutuhan pengamanan lokal area seperti bandara. Bisa juga dipakai untuk tindakan SAR di gunung-gunung, jadi lebih efektif.
Spoiler for Spesifikasi Pesawat:
wingspan 2.988 mm
MTOW (Maximum Take Off Weight) 8,5 kilogram
cruise speed 30 knot
endurance 1 jam
range 5 nautical mile
altitude 3.000 feet
catapult 4.500 mm
catapult bungee chords.
Puna Alap-alap
Spoiler for Rincian:
Pesawat ini bermotif loreng dengan warna hijau tua dan hijau muda tentara. Alap-alap adalah wahana udara nirawak jarak menengah dengan konfigurasi desain inverted V-tail dan double boom menggunakan landasan sebagai sarana take off.
Alap-alap didesain long race. Untuk kebutuhan surveilance saja.
Alap-alap didesain long race. Untuk kebutuhan surveilance saja.
Spoiler for Spesifikasi Pesawat:
wingspan 3.510 mm
MTOW (Maximum Take Off Weight) 18 kilogram
cruise speed 55 knot (101,86 km/jam)
endurance 5 jam
range 140 kilometer
altitude 7.000 feet
payload = gymbal camera video.
Puna Gagak
Spoiler for Rincian:
Pesawat ini bermotif loreng dengan warna oranye dan putih.
Gagak adalah wahana udara nirawak jarak jauh dengan konfigurasi desain V-tail, low wing dan low boom, menggunakan landasan sebagai sarana take off - landing.
Puna Gagak ini sama dengan Pelatuk tetapi berbeda misi. Kalau Gagak untuk misi rendah-naik-rendah lagi. Dan bisa digunakan untuk Angkatan Laut.
Spoiler for Spesifikasi Pesawat:
wingspan 6.916 mm
MTOW (maximum take off weight) 120 kilogram
cruise speed 52 - 69 knot (96,3 - 127,8 km/jam)
endurance 4 jam
range 73 km
altitude 8.000 feet
payload=gymbal camera video.
Puna Pelatuk
Spoiler for Rincian:
Pesawat ini bermotif loreng dengan warna putih, abu-abu dan krem.
Pelatuk adalah wahana udara nirawak jarak jauh dengan konfigurasi desain V-tail inverted high wing dan high boom, menggunakan landasan sebagai take off - landing.
Kalau Pelatuk itu low-high-low, menukik ke bawah, kemudian naik lagi.
Pelatuk adalah wahana udara nirawak jarak jauh dengan konfigurasi desain V-tail inverted high wing dan high boom, menggunakan landasan sebagai take off - landing.
Kalau Pelatuk itu low-high-low, menukik ke bawah, kemudian naik lagi.
Spoiler for Spesifikasi Pesawat:
wingspan 6.916 mm
MTOW (Maximum Take Off Weight) 120 kilogram
cruise speed 52 - 69 knot (96,3 - 127,8 km/jam)
endurance 4 jam
range 73 km
altitude 8.000 feet
payload=gymbal camera video.
Puna Wulung
Spoiler for Rincian:
Selain memiliki Sriti, BPPT juga mengembangkan UAV Wulung dengan ukuran yang lebih besar dari Sriti dan membutuhkan landasan untuk take off. Kontrak produksi UAV Wulung dengan BPPT telah dilakukan tanggal 29 April 2013. BPPT menyatakan kesiapannya untuk memproduksi pesawat tanpa awak tersebut bekerjasama dengan PT Dirgantara Indonesia (DI) sebagai pelaksana produksi. PT LEN ikut bekerjasama dalam mengembangkan UAV yang lebih modern.
Puna Wulung memiliki spesifikasi berat kosong maksimal 60 kg, berat muatan 25 kg, kecepatan jelajah 55 knot, bentang sayap 6,34 meter, ketahanan terbang empat jam dan ketinggian terbang 12.000 kaki di atas permukaan tanah. Pesawat tersebut dilengkapi kamera pengintai yang dihubungkan dengan pusat pengendali di darat.
Saat ini tim UAV Wulung terus mengembangkan pesawat tersebut.
’’Pesawat ini sekarang masih memiliki kemampuan 3,5 gravitasi. Kami sedang kembangkan agar memiliki kemampuan 7 gravitasi sehingga mampu menahan beban ratusan kilogram,’’ ujar Kepala Program UAV BPPT, Joko Purnomo.
Umumnya, pesawat militer tak berawak milik negara maju telah berada di level tiga. Level tertinggi atau level empat yang mampu dicapai saat ini adalah kemampuan jelajah di atas 70 ribu kaki.
Wulung akan memenuhi kebutuhan skuadron Supadio TNI AU, Pontianak. Dengan adanya UAV, fungsi pengawasan oleh kapal dan pesawat berawak TNI AU bisa lebih efisien. UAV bisa menggantikan biaya tinggi akibat pengawasan di wilayah perbatasan.
Selain untuk keperluan militer, UAV Indonesia juga digunakan untuk pengawasan transportasi, SAR, penelitian atmosfer, pengawasan kebencanaan, kargo operasi hujan buatan, penyebaran benih, pengamatan vegetasi daerah kritis yang sulit, pengambilan gambar film dan lain sebagainya.
Pesawat ini bermotif loreng hijau tosca dan abu-abu.
Wulung ini medium. Terbang bisa mencapai waktu 4 jam. Dan muatannya cukup hingga bisa dipakai untuk membuat hujan buatan maupun penyebaran benih.
Spoiler for Spesifikasi Pesawat:
wingspan 6.360 mm
MTOW (maximum take off weight) 120 kg
cruise speed 60 knot (111.12 km/jam)
endurance 4 jam
range 120 KM
length 4.320 mm
height 1.320 mm
MTOW (maximum take off weight) 120 kg
cruise speed 60 knot (111.12 km/jam)
endurance 4 jam
range 120 KM
length 4.320 mm
height 1.320 mm
LSU 02
Spoiler for Rincian:
Lembaga Penerbangan Dan Antariksa Nasional /LAPAN akhirnya berhasil menerbangkan pesawat tanpa awak atau Unmanned Aerial Vehicle (UAV) LSU 02 sejauh 200 kilometer dengan waktu tempuh dua jam, pergi dan pulang ke lapangan udara Pameungpeuk, Garut, Jawa Barat. UAV dengan bahan bakar Pertamax Plus (RON 95) ini terbang secara autonomous dan berhasil kembali mendarat dengan mulus di lapangan udara Pameungpek, Garut.
“UAV ini bisa terbang sangat jauh hingga 5 jam. Lima liter pakai Pertamax Plus oktan 95. Kalau terbang 1 jam 0,9 liter,” ucap Kepala Bidang Avionic LAPAN Ari Sugeng di acara Harteknas di Aula BPPT Jakarta.
LSU 02 berbobot 15 kg, dilengkapi 2 kamera foto dan kamera video. Pesawat ini mampu terbang dengan ketinggian 3000 meter. Lapan kini sedang menyiapkan generasi baru UAV yang mampu terbang hingga ketinggian 7200 meter, dengan payload dan endurance yang lebih besar. Dalam artian, Lapan terus meningkatkan jangkauan terbang (long distance), kemampuan terbang (long endurance), kemampuan terbang secara automatis (autonomous flying), dan kemampuan take off dan landing.
Pesawat nirawak LSU 02 besutan LAPAN ini sebelumnya telah memecahkan rekor dari Museum Rekor Indonesia atau yang akrab disebut dengan MURI untuk kategori pesawat UAV atau nirawak yang mampu menempuh jarak terbang terjauh, yakni sejauh 200km.
LSU 02 buatan LAPAN ini mampu membawa beban dengan berat maksimal hingga 3kg dengan kecepatan terbang hingga 100km/jam. Pesawat nirawak seperti LSU 02 ini sangat bermanfaat untuk memantau wilayah yang sulit dijangkau manusia atau wilayah yang berbahaya, misal memotret kawah gunung berapi atau memantau kawasan bencana.
Pesawat nirawak LSU 02 besutan LAPAN ini memiliki panjang sayap hingga 2400mm dan panjang badan pesawat 1700mm. Seperti layaknya pesawat UAV lainnya, pesawat LSU 02 ini memiliki kemampuan untuk terbang secara otomatis yang dikandalikan dari jauh atau diprogram untuk menuju sasaran tertentu.
Seperti yang dilansir dari Kompas (22/08/2013), era modern seperti sekarang ini keberadaan pesawat nirawak seperti LSU 02 sangat bermanfaat. Tak hanya digunakan untuk memantau wilayah yang sulit dijangkau atau berbahaya, pesawat nirawak dapat dimanfaatkan oleh militer untuk misi pengintaian di wilayah musuh.
LSU 02 adalah Pesawat Tanpa Awak yang Mampu Terbang secara Autonomous. Kinerja terbang pesawat tanpa awak yang sering menjadi ukuran yaitu kemampuan jangkauan terbang (long distance), kemampuan lama terbang (long endurance), kemampuan terbang secara automatis (autonomous flying), dan kemampuan take off dan landing. Kemampuan tersebut juga menyangkut aspek inovasi aircraft (desain pesawat terbang), propulsi, avionik, dan aerodinamika
Pesawat LSU 02 merupakan hasil penelitian dan pengembangan Pusat Teknologi Penerbangan Lapan. Pesawat UAV yang telah melakukan berbagai misi ini mampu terbang secara autonomous dengan jangkauan terbang hingga 300 kilometer
Spoiler for Spesifikasi Pesawat:
Panjang badan ± 200 cm
Panjang bentangan sayap (wing span) 250 cm
Engine 10 hp/ 3,5 ltr
Endurance 5 jam
Jarak jangkau maksimum 450 km
Komunikasi telementri 900 MHZ dengan daya 1 watt
Dilengkapi dengan system otomatis (autonomous flying system)
Kapasitas muatan 3 kg
Wiki
Realistis
Diubah oleh AkechiBandar 24-06-2014 09:40


tien212700 memberi reputasi
1
5.1K
Kutip
67
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan