Sepuluh Fakta Soal Prabowo

Jakarta - Ketua Umum Partai Hati Nurani Rakyat Wiranto menggelar konferensi pers terkait simpang siur beredarnya dokumen rekomendasi pemberhentian calon presiden Prabowo Subianto dari militer oleh Dewan Kehormatan Perwira (DKP). Alasan mantan Menteri Pertahanan dan Keamanan/Panglima ABRI ini buka suara karena tak ingin ada simpang siur di terekait surat rekomendasi tersebut.

“Hari ini, kapasitas saya bukan Ketua Umum Hanura, melainkan sebagai mantan Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia,” kata Wiranto saat ditemui di markas Forum Komunikasi Pencari Kebenaran, Jakarta, pada Kamis, 20 Juni 2014. Ia mengaku sebagai mantan prajurit yang harus bicara benar.

Berikut sepuluh poin yang disampaikan Wiranto mengenai surat rekomendasi DKP untuk Prabowo yang kala itu masih berusia 47 tahun dengan pangkat letnan jenderal:

1. Dokumen rekomendasi Dewan Kehormatan Perwira bukan rahasia negara

Wiranto menganggap beredarnya surat rekomendasi itu bukan upaya pembocoran rahasia negara. Alasannya, kasus yang sedang diselusuri DKP tak hanya menyangkut oknum ABRI, melainkan ada masyarakat sipil yang menjadi korban. Tahun 1998, kata Wiranto, semua penyisiran kasus sampai hasil rekomendasi DKP selalu disampaikan kepada publik.

2. Purnawirawan jenderal tak membocorkan rahasia negara

Karena bukan rahasia negara, kata Wiranto, dokumen sudah menjadi milik publik. Dia mengatakan surat rekomendasi itu disimpan di Sekretariat Mabes ABRI, tidak dibawa pulang oleh pensiunan jenderal. Saat ini, ujarnya, perlu dibuktikan keotentikan surat itu benar atau salah. Hampir semua jenderal yang menandatangani dokumen itu masih hidup dan bisa dimintai klarifikasi. Mereka adalah mantan Ketua Dewan Kehormatan Perwira saat itu, Jenderal Subagyo Hadi Siswoyo, dan enam anggota berpangkat letnan jenderal, yaitu Djamari Chaniago, Fachrul Razi, Yusuf Kartanegara, Agum Gumelar, serta Susilo Bambang Yudhoyono. Hanya Arie J. Kumaat yang sudah meninggal.

3. Pernyataan sejumlah purnawirawan jenderal atas beredarnya DKP bukan karena iri dengan Prabowo

Wiranto mengatakan persaingan antar perwira di tubuh ABRI itu wajar dan sportif tak disertai rasa dendam. Para purnawirawan ini hanya ingin mendudukkan permasalahan pada tempatnya karena mereka ada di sana saat penelusuran kasus penculikan. Kalau seandainya pernyataan para pensiunan jenderal mengada-ada, kata dia, ada ranah hukum dengan memproses di pengadilan.

4. Prabowo dipecat atau diberhentikan?

Wiranto tak ingin terjebak pada perdebatan istilah pemberhentian dengan hormat atau tidak dengan hormat. Dia ingin masuk ke pengertian normatif. Seorang militer berhenti dari dinas dengan hormat biasanya karena habis masa dinasnya, sakit kronis atau cacat, bisa juga karena atas permintaan sendiri. Sedangkan yang berhenti dengan tidak hormat karena melanggar sapta marga, melanggar etika kehormatan. Rekomendasi DKP membuktikan Prabowo terlibat dalam kasus penculikan, maka tentu diberhentikannya sesuai dengan norma yang berlaku. Wiranto mempersilakan masyarakat menilai sendiri.

5. Alasan dibentuknya DKP karena belum ada UU HAM

Wiranto meminta sesuatu peristiwa pada saat itu tak dikaitkan pada hukum positif saat ini. Alasan dibentuknya DKP untuk menuntaskan masalah penculikan karensa saat itu belum ada Undang Undang HAM. Di sejarah TNI sering dibentuk DKP. Misalnya pada tahun 1950-an yang membentuk dewan kehormatan untuk militer yang bergabung di pemberontakan Permesta.

6. Menjawab pernyataan Prabowo saat debat calon presiden, penculikan itu tindakan pribadi

Wiranto mengatakan aksi penculikan itu atas oknum Kopasuss terjadi pada Desember 1997-Maret 1998 saat Panglima ABRI masih Feisal Tanjung. Dia baru menjabat pada 7 Maret 1998 saat kasus itu mulai diusut. Wiranto menuturkan sudah memverifikasi dengan Feisal kebenaran panglima yang memerintah menculik. Faisal menjawab tidak pernah, begitu pula Wiranto. Saat Wiranto bertanya, Prabowo menjawab kalau itu atas dasar inisiatif sendiri, hasil analisis pribadi.

7. Wiranto membantah terlibat di kasus penculikan, penembakan dan kerusuhan 1998

Soal penembakan, Wiranto mengatakan melakukan pendekatan persuasif terhadap para mahasiswa yang melakukan aksi demonstrasi. Bahkan, kata Wiranto, dia memerintahkan prajurit tak menggunakan peluru tajam, harus disimpan di markas. Saat kerusuhan, ujarnya, bisa meminimalisir hingga hanya menjadi tiga hari saja. “Bandingkan dengan Mesir dan Filipina,” ujaranya. Terkait kasus penculikan, Wiranto menuturkan hanya mengusut dan memberikan sanksi.

8. Kerusuhan Mei bukan merupakan persaingan antara Prabowo dan Wiranto

Wiranto mengatakan persaingan itu dilakukan pada level yang sama untuk memperebutkan jabatan yang lebih tinggi. Wiranto merupakan angkatan tahun 1968, sedangkan Prabowo 1974. Di tahun 1998, dirinya sudah mempunyai bintang empat, sedangkan Prabowo masih dua tingkat di bawahnya. Karena inilah, dia membantah bersaing dengan Prabowo.

9. Wiranto tak menyesal tak melakukan kudeta
Wiranto mengatakan Prabowo berulang kali mengaku menyesal tak melakukan kudeta pada 1999. “Menyesal karena ada niat. Saya tak ada niat, jadi ya enggak apa-apa,” ujarnya. Dia mengatakan Panglima ABRI lebih mampu melakukan kudeta dibandingkan dengan Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat yang saat itu dijabat Prabowo. Panglima KOSTRAD hanya bertugas sebagai pembina, sedangkan yang berhak menggunakan pasukan adalah Panglima ABRI. Meski dia punya kesempatan, Wiranto tak ingin melakukan kudeta karena khawatir banyak korban yang berjatuhan, takut di embargo ekonomi internasional karena keuangan Indonesia lagi sulit dan tak ingin kudeta menjadi preseden ke depan.

10. Terkait pilpres, tak masalah bila purnawirawan TNI berbeda pendapat.

Menurut Wiranto, militer akan menjadi sipil setelah pensiun. Karena itulah, para purnawirawan berhak memilih yang terbaik berdasarkan versinya. "Milih Pak Jokowi bagus, milih Pak Prabowo silakan," ucapnya.

SUMBER...........