centilluqueAvatar border
TS
centilluque
Kasihan Wiranto, hanya cemas junjungannya Jokowi kalah, rela buka aib sesama Korps
Klarifikasi Wiranto atas Penculikan, Kerusuhan,
dan Penembakan pada Mei 98'



Ocehan Wiranto Lecehkan Moeldoko
Jum'at, 20-06-2014 07:12


Wiranto

Jakarta, Aktual.co - Sikap dan pernyataan dari mantan Panglima ABRI, Wiranto yang angkat bicara terkait soal dokumen Dewan Kehormatan Perwira (DKP) kepada publik, siang tadi adalah bentuk kekhawatiran. Wiranto takut jagoannya di Pilpres 9 Juli nanti, Joko Widodi-JK kalah, makanya ia bermanuver menyerang rivalnya, Prabowo.

Demikian disampaikan Pengamat Psikologi Politik Universitas Indonesia, Dewi Haroen, saat dihubungi, di Jakarta, Kamis (19/6).

"Wiranto tidak yakin Jokowi menang," ucapnya.

Ia beralasan bahwa sikap yang ditunjukan oleh Wiranto tidak menghormati Panglima TNI saat ini, yakni Moeldoko yang beberapa waktu lalu mengatakan akan mengusut kebenaran surat DKP itu.

Seharusnya, sebagai purnawirawan, sambung Dewi, Wiranto tahu kapan harus berbicara. Karena, pernyataan yang masih harus dibuktikan kebenarannya itu hanya akan membuat suhu politik semakin panas. Akan tetapi, dirinya menilai masyarakat sudah cerdas untuk menilai sesuatu.

"Kalau mau dibongkar, bongkar semua, bukan hanya kasus 1998. Kalau memang Prabowo salah, pasti Wiranto salah, tidak ada yang bisa cuci tangan," tandasnya.

Seperti diberitakan sebelumnya, Kamis siang (19/6) Wiranto menggelar konferensi pers di kawasan Menteng, Jakarta Pusat. Dia menyampaikan bantahan terkait keterlibatan dalam kerusuhan 1998 dan kasus Trisakti, hingga menjelaskan bocornya surat rekomendasi DKP, terkait pemberhentian Prabowo Subianto.

Dalam konferensi pers itu, Wiranto enggan melayani tanya jawab dengan awak media, hanya menjelaskan pertanyaan yang berkembang di awak media dan masyarakat saja.
http://www.aktual.co/politik/022114o...ehkan-moeldoko

Momentum Klarifikasi Wiranto Dinilai Tak Tepat
Jumat, 20 Juni 2014 | 6:53

JAKARTA-Direktur Institut Madani Nusantara Prof Nanat Fatah Natsir menilai momentum klarifikasi yang disampaikan mantan Menhankam/Pangab Jenderal (Purn) Wiranto terkait kasus penculikan aktivis pada 1998 adalah tidak tepat dan patut diduga bermuatan politik. "Sayang klarifikasi itu disampaikan menjelang pilpres sehingga mengurangi orisinalitas dan niat baik yang mungkin ingin dilakukannya," katanya saat dihubungi di Jakarta, Kamis. Mantan Rektor UIN Bandung itu mengatakan peristiwa tersebut sudah terjadi 16 tahun.

Karena itu, Nanat mempertanyakan niat Wiranto yang baru memberikan klarifikasi. "Kenapa baru sekarang, ketika mendekati pilpres dan Prabowo menjadi salah satu capres yang berpeluang menang. Niat baik Wiranto itu akhirnya cenderung ditanggapi rakyat sebagai muatan politik untuk menjegal Prabowo menjadi presiden," tuturnya kepada Antara.

Nanat juga mempertanyakan mengapa hal itu juga tidak dipersoalkan lima tahun lalu, ketika Prabowo menjadi calon wakil presiden mendampingi Megawati Sukarnoputri pada Pemilu Presiden 2009. "KPU sudah meloloskan Prabowo sebagai calon wakil presiden pada 2009 dan calon presiden pada 2014. Itu berarti memang tidak ada persoalan," katanya.

Di sisi lain, Nanat mengatakan Prabowo juga masih menerima uang pensiun sebesar Rp3 juta. Bila memang Prabowo diberhentikan secara tidak hormat, tentu dia tidak berhak menerima uang pensiun.

Karena itu, Nanat mengimbau kepada para jenderal purnawirawan supaya lebih bijak dan hati-hati dalam menyampaikan persoalan-persoalan bangsa agar tidak menjadi sumber konflik horizontal di masyarakat. "Mari kita membangun kondisi yang kondusif menjelang pilpres dengan mengedepankan politik yang beretika, santun, cerdas dan dewasa. Mari mengembangkan sikap fastabiqulkhairat, yaitu berlomba-lomba dalam kebaikan, dan tidak saling menjelekkan dan memfitnah," tuturnya.

Sebelumnya, mantan Menhankam/Panglima ABRI Wiranto mengatakan penculikan aktivis 1998 merupakan inisiatif pribadi Prabowo Subianto selaku Danjen Kopassus kala itu, dan telah diakui secara langsung oleh yang bersangkutan. "Seingat saya pada saat menanyakan langsung kepada Letjen Prabowo saat itu, tentang siapa yang memberi perintah (penculikan), yang bersangkutan mengaku bahwa apa yang dilakukannya bukan perintah panglima, namun merupakan inisiatifnya sendiri dari hasil analisa keadaan saat itu," kata Wiranto.

Pemilu Presiden 2014 akan dilaksanakan pada 9 Juli dan diikuti dua pasangan calon presiden dan wakil presiden yaitu Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dengan nomor urut satu dan Joko Widodo-Jusuf Kalla dengan nomor urut dua.
http://www.investor.co.id/home/momen...ak-tepat/87611

"Serangan" Prabowo Terhadap Jokowi Rusak Citra Sendiri
Selasa, 18 Maret 2014 22:36 WITA

TRIBUNMANADO.CO.ID, JAKARTA — Pengamat politik Burhanuddin Muhtadi menilai, respons Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Prabowo Subianto terhadap keputusan PDI Perjuangan mengusung Joko Widodo sebagai calon presiden tidak pada tempatnya. Menurut dia, Prabowo seharusnya memberikan respons dengan elegan dan tak berlebihan. Cara ini dianggap justru merusak citranya sendiri. "Dari sisi strategi, respons Prabowo terhadap pencapresan Jokowi seperti anak-anaklah," kata Burhanuddin, di Jakarta, Selasa (18/3/2014).

Dalam pernyataannya, kata Burhan, Prabowo menyebut lawan politiknya dengan sebutan capres Kurawa, capres mencla-mencle, capres "boneka", dan sebagainya. Burhanuddin menilai, pernyataan Prabowo menunjukkan bahwa dia tak bisa menahan diri dan panik dengan pencapresan Jokowi.
"Seharusnya, dia mengeluarkan pernyataan yang lebih bermartabat dan tidak secara langsung menunjukkan kegeramannya," ujarnya.

Sebaiknya, menurut Burhanuddin, serangan-serangan frontal terhadap lawan politik tidak dilakukan langsung oleh Prabowo, tetapi oleh elite Gerindra lainnya. "Jadi, tidak perlu dilakukan Prabowo, tapi layer kedua atau ketiga," katanya.
http://manado.tribunnews.com/2014/03...-citra-sendiri

Suryo Prabowo:
Wiranto Bohong Soal DKP
Kamis, 19 Juni 2014 | 16:01 WIB


Suryo Prabwo ketika menjat Kasum TNI

INILAHCOM, Jakarta - Anggota tim pemenangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa, Letjen TNI Purn Suryo Prabowo meminta kepada publik untuk tidak mempercayai pengakuan Wiranto soal surat Dewan Kehormatan Perwira (DKP) soal pemecatan Prabowo Subianto dari TNI. "Jangan percaya Wiranto karena dia oportunitis dan kutu loncat. Habis numpang hidup di zaman Soeharto, dia loncat ke Habibie. Ketika Gus Dur jadi Presiden, dia dipecat karena Gus Dur paham, Wiranto adalah pelanggar HAM sebenarnya," ujar Suryo dalam keterangan persnya, Kamis (19/6/2014).

Menurut Suryo, DKP sendiri sebenarnya bukan dibentuk oleh pemerintah, sebab DKP itu adalah inisiatif dari Wiranto yang merupakan Panglima ABRI saat itu. "DKP itu produk politik Wiranto pribadi untuk membunuh karakter Prabowo. Dia menunggangi DKP untuk mematikan karir Prabowo yang saat itu lebih dicintai oleh prajurit," tegasnya.

Suryo menjelaskan, pembentukan DKP sendiri cacat secara hukum. Hal ini didasari karena DKP bertentangan dengan Surat Keputusan (SK) Panglima ABRI No 838/III/1995 tertanggal 27 November 1995 tentang Petunjuk Administrasi Dewan Kehormatan Militer.

Dalam ketentuan Nomor 7 (a-3) dan 7 (c-2) disebutkan, pembentukan DKP untuk memeriksa perwira yang bersangkutan hanya dapat dilakukan setelah adanya putusan hukum yang dijatuhkan peradilan militer. "Pertanyaannya, kapan dan dimana Prabowo diadili melalui Peradilan Militer?," tanya Suryo.

Dia mengatakan, kasus Prabowo sengaja tidak diajukan ke Mahkamah Militer untuk menutupi keterlibatan petinggi ABRI yang menjadi atasan Prabowo saat itu.

Padahal saat itu desakan untuk menggelar Mahmil sangat kuat. Namun keputusan tetap ada di tangan Wiranto sebagai Panglima ABRI saat itu. "Kalau dia mengulur-ulur, ini menandakan ada permainan politik untuk tujuan tertentu," imbuhnya.

Suryo menilai, pernyataan Wiranto bertolak belakang dengan pengakuan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang merupakan salah satu anggota DKP. Sebab SBY menyatakan Prabowo diberhentikan secara hormat oleh DKP.

Suryo menduga, Wiranto memiliki maksud tertentu menyampaikan soal DKP kepada publik. Apalagi pernyataan tersebut jauh berbeda dari fakta yang terjadi saat itu. "Ini semacam investasi politik Wiranto pada Megawati. Semua Jenderal di sekitar Mega sudah tampil, nah sekarang giliran Wiranto. Sehingga lengkap sudah, Luhut Panjaitan, Agum Gumelar, Hendropriyono, Fahrul Rozi, Samsul Jalal dan Wiranto berkonspirasi untuk menunjukan kesetiaannya kepada Megawati dengan cara memfitnah dan menzolimi Prabowo," tandasnya.
[url]http://nasional.inilah..com/read/detail/2111304/suryo-prabowo-wiranto-bohong-soal-dkp#.U6ODvJSSzjU[/url]

Mantan Kasum TNI:
DKP Produk Politik Wiranto untuk Bunuh Karakter
Kamis, 19 Juni 2014 15:28 WIB

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Kasum TNI Letjen TNI Purn Suryo Prabowo angkat bicara mengenai pernyataan mantan Panglima TNI yang juga ketua umum partai Hanura Wiranto yang menyebut Prabowo terlibat penculikan aktivis. Menurut Suryo, Dewan Kehormatan Perwira (DKP) merupakan produk politik Wiranto dan sengaja dibentuk untuk membunuh karakter Danjen Kopassus Prabowo Subianto kala itu. "DKP itu produk politik Wiranto pribadi untuk membunuh karakter Prabowo. Dia menunggangi DKP untuk mematikan karir Prabowo yang saat itu lebih dicintai oleh prajurit," ujar Suryo dalam pernyataannya, Kamis (19/6/2014).

Menurut Suryo, pembentukan DKP oleh Wiranto cacat hukum karena bertentangan dengan Surat Keputusan (SK) Panglima ABRI No 838/III/1995 tertanggal 27 November 1995 tentang Petunjuk Administrasi Dewan Kehormatan Militer.

Dalam ketentuan Nomor 7 (a-3) dan 7 (c-2) disebutkan, pembentukan DKP untuk memeriksa perwira yang bersangkutan hanya dapat dilakukan setelah adanya putusan hukum yang dijatuhkan peradilan militer. "Pertanyaannya, kapan dan dimana Prabowo diadili melalui Peradilan Militer?" ujar Ketua Tim Pemenangan Prabowo-Hatta ini.

Prabowo kata Suryo sengaja tidak diajukan ke Mahkamah Militer untuk menutupi keterlibatan petinggi ABRI atasan Prabowo saat itu.
"Peradilan terhadap Prabowo sengaja diulur-ulur. Padahal desakan untuk menggelar Mahmil sangat kuat. Tapi keputusan tetap ada di tangan Wiranto. Kalau dia mengulur-ulur, ini menandakan ada permainan politik untuk tujuan tertentu," katanya.

Selain itu menurut Suryo, sudah ada penjelasan tertulis dari Presiden SBY yang saat itu juga sebagai anggota DKP yang menyatakan Prabowo diberhentikan secara hormat. "Kalau tidak percaya pada Presiden itu artinya tidak percaya pada NKRI. Ini bahaya, Jenderal purnawirawan tidak percaya pada NKRI", ujarnya.

Suryo menduga, Wiranto terpaksa sampaikan pernyataan tersebut untuk mengambil hati Megawati agar dilihat berperan. "Ini semacam investasi politik Wiranto pada Megawati. Semua Jenderal di sekitar Mega sudah tampil, nah sekarang giliran Wiranto. Sehingga lengkap sudah, Luhut Panjaitan, Agum Gumelar, Hendropriyono, Fahrul Rozi, Samsul Jalal dan Wiranto berkonspirasi untuk menunjukan kesetiaannya kepada Megawati dengan cara memfitnah dan menzolimi Prabowo", tutupnya.

Mantan Wakasad ini pun meminta masyarakat jangan mempercayai Wiranto. "Jangan percaya Wiranto karena dia oportunitis dan kutu loncat. Habis numpang hidup di jaman Soeharto, dia loncat ke Habibie. Ketika Gus Dur jadi Presiden, dia di pecat karena Gus Dur paham, Wiranto adalah pelanggar HAM sebenarnya," ujarnya menanggapi penjelasan Wiranto soal DKP yang disiarkan langsung oleh stasiun TV swasta.

Dalam keterangannya, Wiranto menyatakan DKP dibentuk agar terhindar dari penilaian pribadi terhadap pelanggaran yang dilakukan perwira TNI. Terkait hal itu, Suryo meminta Wiranto jangan banyak berkelit lagi.
http://www.tribunnews.com/pemilu-201...rakter-prabowo

Suryo Prabowo: Wiranto-lah yang Dipecat Gus Dur
DKP Produk Politik Wiranto Cacat Hukum
Kamis, 19 Juni 2014 , 19:50:00 WIB

RMOL. Mantan Panglima ABRI Jenderal TNI (Purn) Wiranto membuat Dewan Kehormatan Perwira (DKP) untuk mematikan karakter dan karir Prabowo Subianto. DKP tersebut adalah produk politik Wiranto. Untuk menyelamatkan dirinya dari jerat hukum. "DKP itu cacat hukum, bertentangan dengan Surat Keputusan (SK) Panglima ABRI," kata Letjen TNI (Purn) Suryo Prabowo saat dihubungi di Jakarta, Kamis (19/6).

Suryo angkat bicara menanggapi pernyataan Wiranto hari ini. Dalam pernyataan yang dibacakan di Posko Forum Komunikasi Pembela Kebenaran (FORUM KPK), Jalan HOS Cokroaminoto, Menteng, Jakarta sore tadi, Wiranto menyebut bahwa Prabowo Subianto terlibat dalam aksi kerusuhan Mei 1998. Dia juga membenarkan bahwa mantan Danjen Kopassus itu diberhentikan dari jabatannya.

SK bernomor 838/III/1995 itu menyebutkan, DKP hanya bisa dibentuk untuk memeriksa perwira yang telah diadili di peradilan militer. Namun seperti yang diketahui, Prabowo sampai saat ini belum pernah diadili di peradilan militer. "Prabowo itu tidak pernah diadili. Hal itu disengaja oleh Wiranto, padahal desakannya sudah sangat kuat. Wiranto jelas mengulur-ngulur persidangan bagi Prabowo karena ada permainan politik. Tujuannya untuk menutupi keterlibatan petinggi ABRI termasuk dirinya," ungkap Suryo.

Presiden SBY yang juga merupakan anggota DKP, lanjut Suryo, telah mengeluarkan penjelasan tertulis yang menyatakan bahwa Prabowo diberhentikan secara hormat. Sehingga tidak ada alasan lain Wiranto mengeluarkan pernyataan tersebut kecuali untuk kepentingan politik Pilpres 9 Juli nanti. "Presiden Gus Dur yang meminta Prabowo kembali ke Indonesia, itu artinya Gus Dur melihat Prabowo tidak bersalah. Sedangkan Wiranto lah yang dipecat oleh Gus Dur karena tahu betul Wiranto yang merupakan pelanggar HAM sebenarnya. Apa yang dilakukan Wiranto hari ini untuk mengambil hati Megawati agar terlihat punya peran," demikian Suryo
http://www.rmol.co/read/2014/06/19/1...pecat-Gus-Dur-

--------------------------------

Testimoni di depan pers/tivi seperti itu, bisa bermakna macam-macam. Tapi karena kesaksiannya diberikan bukan dalam sebuah forum resmi yang memang dibentuk untuk menemukan kebenaran dan keadilan, maka statement seperti itu hanya sia-sia, karena tidak bisa dijamin keabsahan dan keshahihan kesaksian itu, karena dibuat bukan dibawah sumpah seperti di Pengadilan misalnya. Bahkan yang terjadi kemudian, pernyataan Wiranto itu hanya akan menambah suasana menjadi tak menentu dan menimbulkan rasa curiga diantara para pemimpin nasional.

Rakyat pun, apa dikira senang ketika melihat seorang Wiranto, bekas panglima TNI mereka, berbicara seperti artis infotaiment di depan media? Tidaklah! Bahkan banyak yang mengelus dada. Kok ya bisa-bisanya rahasia isi perut sesama kolega dibuka-buka di muka umum seperti itu. Tak layaklah, meski itu memang benar, sebab tidak semua kebenaran itu harus dibukakan kepada semua orang. Kesannya kan seperti ketika Farhat Abbas dan Nia Daniati saling buka-bukaan aib di dalam rumah tangga mereka, bahkan sampai yang menyangkut rahasia diatas ranjang mereka, ke media infotaiment. Lihat saja stasiun tivi mana yang saat ini 'panen berita', sudah pastlah stasiun milik Paloh, Metro-tivi, bukan?

Maka setelah peristiwa Wiranto ini, kelihatan sekali bagaimana kwalitas mental para pemimpin di negeri ini. Ternyata hanya segitu? Hanya untuk memperjuangkan agar seorang Jokowi bisa berkuasa selama 5 tahun ke depan saja, luka lama dibuka kembali? Apa dikira rasa 'sakit hati' dari orang-orang yang tersinggung dengan ucapan Wiranto itu, lalu pupus begitu saja bila Jokowi jadi Presiden, bahkan sampai 10 tahun yad? Think's.



emoticon-Matabelo
0
9.3K
100
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan