Petis memberikan rasa yang dominan pada makanan tradisional dari beberapa tempat di Pulau Jawa. Penyedap yang bahan utamanya udang, ikan, dan bisa juga daging ini bukan hanya menambah rasa enak, tetapi juga mengandung protein, karbohidrat, dan beberapa unsur mineral, yaitu fosfor, kalsium, dan zat besi.
Ada banyak jenis makanan Indonesia yang komposisi bumbunya melibatkan petis sebagai salah satu komponennya. Sekadar contoh rujak petis, rujak cingur, atau tahu bumbu petis. Apakah Anda pernah mencicipinya? Bisa dibayangkan bagaimana rasa ketiga jenis makanan tersebut tanpa kehadiran petis di dalamnya.
Petis berbentuk pasta, merupakan olahan dari ikan atau udang ditambah bumbu, tepung beras, atau kanji. Seperti halnya kecap dan saus, petis juga merupakan produk yang menyerupai bubur kental, liat, dan elastis, berwarna hitam atau cokelat tergantung dari jenis bahan baku yang digunakan. Sesuai dengan teksturnya yang setengah padat, petis umumnya diperdagangkan dalam kemasan stoples, gelas jar, atau botol plastik berukuran kecil.
Petis dapat juga dikategorikan sebagai makanan semi basah yang memiliki kadar air sekitar 10-40 persen, nilai aw (aktivitas air) 0,65-0,90, dan mempunyai tekstur plastis. Beberapa keuntungan pangan semibasah, antara lain tidak memerlukan fasilitas penyimpanan yang rumit, lebih awet, sudah dalam bentuk siap dikonsumsi, mudah penanganannya, dan bernilai gizi cukup baik.
Spoiler for Jenis Petis:
Hingga saat ini dikenal tiga jenis petis, yaitu petis udang (umumnya berwarna cokelat kehitaman), petis ikan (berwarna hitam), dan petis daging (berwarna cokelat muda). Berdasarkan pengalaman diketahui bahwa jenis bahan baku tidak terlalu berpengaruh terhadap cita rasa petis yang dihasilkan.
Cita rasa petis lebih ditentukan oleh jenis bumbu yang digunakan. Apabila bumbu yang digunakan sama, walaupun bahan bakunya berbeda, pada akhirnya akan menghasilkan petis dengan cita rasa yang hampir sama satu sama lain. Petis udang dan petis ikan banyak diproduksi di daerah pantai Jawa Timur, seperti Sidoarjo, Gresik, Lamongan, Tuban, dan Madura. Petis daging banyak diproduksi di daerah Yogyakarta dan Solo.
Petis udang adalah ekstrak udang yang dikentalkan dengan tambahan beberapa macam bahan untuk memberi rasa, warna, dan konsistensi yang menarik. Umumnya terbuat dari daging udang atau limbah udang (kepala dan kulit udang) yang sengaja direbus untuk diambil sarinya (ekstrak yang mengandung asam amino, vitamin, mineral, dan komponen cita rasa). Limbah udang umumnya berasal dari industri pembekuan udang atau industri pengolah kerupuk udang.
Seperti halnya petis udang, petis ikan juga dibuat dari daging ikan atau limbahnya. Limbah dapat juga berasal dari cairan perebus ikan pindang yang umumnya dibuang setelah ikan pindang matang.
Cairan tersebut berasa asin dan mengandung sejumlah zat gizi dan komponen cita rasa yang terlarut selama perebusan ikan, seperti protein dan asam amino, vitamin, serta mineral. Petis daging dapat dibuat dari ekstrak daging, yaitu cairan yang dihasilkan dari hasil perebusan daging.
Cita rasa gurih pada petis berasal dari dua komponen utama, yaitu dari peptida dan asam amino yang terdapat pada ekstrak serta dari komponen bumbu yang digunakan. Asam amino glutamat pada ekstrak merupakan asam amino yang paling dominan menentukan rasa gurih. Sifat asam glutamat yang ada pada esktrak ikan, udang, atau daging sama dengan asam glutamat yang terdapat pada monosodium glutamat (MSG) yang berbentuk bubuk penyedap rasa.
Berdasarkan cara pembuatannya, petis dapat digolongkan atas empat kategori mutu, yaitu petis kualitas istimewa, kualitas ekstra, petis nomor satu, dan petis nomor dua. Namun, produsen sangat jarang menjual petis istimewa karena harganya akan menjadi sangat mahal sehingga terbatas konsumennya. Dengan demikian, secara komersial tidak menguntungkan bagi produsen.
Petis istimewa menggunakan bahan baku udang Werus (Metapenaeus monoceros), sedangkan bahan baku untuk petis kualitas nomor satu dan nomor dua adalah ampas dari petis kualitas ekstra. Petis yang bermutu rendah umumnya dibuat dari bahan baku kepala udang atau udang kecil-kecil.
Spoiler for Bahan Baku:
Bahan baku utama pembuatan petis udang adalah daging atau limbah udang dan gula merah. Bahan baku tambahannya berupa bawang putih, cabai, merica, gula pasir, tepung beras/tepung tapioka/kanji/tepung arang kayu, garam dapur, dan air.
Peralatan yang diperlukan dalam pembuatan petis sangat sederhana dan lazim digunakan di rumah tangga biasa. Alat yang terpenting adalah belanga, yaitu panci lebar yang terbuat dari tanah liat. Alat ini disukai karena memiliki sifat pengantar panas yang rendah dan porous (berpori-pori). Dalam pembuatan petis diperlukan pemanasan rendah dalam waktu cukup lama, sehingga secara perlahan akan dihasilkan adonan petis yang kental dan elastis.
Dengan menggunakan belanga, pemanasan rendah dapat terjadi secara menyeluruh. Adanya pori-pori pada seluruh dinding belanga menyebabkan penguapan tidak hanya terjadi pada permukaan adonan, namun menyeluruh pada semua bagian adonan yang menempel pada dinding belanga.
Apabila digunakan wajan atau panci alumunium, akan terdapat banyak bagian yang hangus dan petis yang dihasilkan menjadi kasar dan berair (lembek). Hal ini disebabkan alumunium memiliki sifat pengantar panas yang baik, tetapi tidak porous
Spoiler for Ditambah Tepung Tapioka dan Arang Kayu:
Pada prinsipnya pembuatan petis merupakan serangkaian kegiatan yang meliputi penyiapan bahan baku, perebusan, dan pengentalan.
Selengkapnya proses pembuatan petis adalah sebagai berikut.
Mula-mula kepala udang harus dicuci bersih karena merupakan sumber bakteri dan terdapatnya sistem pencernaan di kepala.
Setelah kepala udang dicuci, diberi air dengan perbandingan tertentu. Kemudian dimasak atau direbus, biasanya selama 3 sampai 6 jam. Selanjutnya dilakukan pemerasan dan ampasnya dibuang. Perebusan ini dilakukan untuk mengambil sari dari kepala udang tersebut. Pembuatan petis juga dapat dilakukan dari ekstrak ikan atau udang bekas pembuatan pindang atau ebi (udang kering).
Sari udang atau ikan tersebut dimasukkan ke dalam belanga kemudian dimasak, sambil diaduk-aduk sampai agak kental. Setelah itu dilakukan penambahan gula, sedikit garam, bawang putih, cabai, dan merica. Dari sekitar 10 kg kepala dan kulit udang, diperlukan 0,2 kg gula dan 10 liter air. Setelah direbus selama kira-kira 3 jam akan diperoleh 0,5 kg petis.
Selain gula, di beberapa daerah juga ada yang menambahkan tepung tapioka dan tepung arang kayu atau arang jerami dalam pembuatan petis. Arang ini berguna untuk mencegah timbulnya bau tengik pada petis. Dari sekitar 20 kg kepala dan kulit udang, diperlukan 3 kg gula pasir, 0,5 kg garam dapur, 0,5 kg tepung tapioka, 20 gram tepung arang kayu (tepung jerami padi), dan 20 liter air tawar. Petis yang diperoleh sekitar 3 kg.
Perebusan dilakukan sampai adonan mengental, yang ditandai dengan pengadukan yang terasa berat atau apabila dijatuhkan dari sendok pengaduk, cairan tidak meluncur tetapi menetes (tetes demi tetes).
Mengingat petis merupakan produk saus kental yang elastis, petis sangat cocok dikemas dengan botol atau stoples yang bermulut lebar. Sebelum digunakan, botol-botol pengemas tersebut harus disterilisasi terlebih dahulu. Petis juga dapat dikemas dalam botol plastik.
Spoiler for Komposisi Gizi Sangat Bervariasi:
Ciri-ciri petis yang baik adalah berwarna cerah (tidak kusam), umumnya cokelat kehitaman, berbau sedap, kental tetapi sedikit lebih encer daripada margarin. Petis yang terlalu liat dapat dicurigai terlau banyak mengandung tepung kanji.
Rasa dan bau ikan atau udang pada petis masih dapat dikenali dengan mudah. Teksturnya halus dan mudah dioleskan. Disarankan untuk membeli petis dengan kemasan yang bagus, memiliki label lengkap, serta mencantumkan waktu kedaluwarsa.
Kerusakan pada petis dapat diketahui dengan adanya pertumbuhan cendawan pada permukaan petis. Hal ini terjadi pada petis yang memiliki kadar air cukup tinggi. Timbulnya rasa dan bau asam serta alkohol adalah akibat dari fermentasi glukosa yang berasal dari tepung karena adanya cendawan atau jamur.
Untuk mencegah kerusakan tersebut, perlu dilakukan penurunan kadar air dan penggunaan bahan pengemas yang baik. Agar dapat disimpan lama, petis yang kemasannya telah dibuka sebaiknya disimpan di dalam lemari pendingin.
Walaupun kandungan protein petis cukup tinggi (15-20 g/100 g), dalam praktiknya petis tidak dapat diandalkan sebagai sumber protein karena pemakaiannya dilakukan dalam jumlah sangat sedikit. Petis hanya dikonsumsi sebatas sebagai pembangkit cita rasa. Sama halnya seperti terasi, petis umumnya dipakai sebagai bumbu maupun kondimen untuk menambah rasa makanan.
Komposisi gizi pada petis yang ada di pasaran sangat bervariasi sekali, tergantung pada bahan baku yang digunakan dan cara pembuatannya.
Penambahan gula dan tepung dalam proses pembuatannya menyebabkan cukup tingginya kadar karbohidrat pada petis, yaitu sekitar 20-40 g per100 g. Kandungan mineral yang cukup berarti pada petis adalah kalsium, fosfor, dan zat besi, masing-masing sebanyak 37, 36, dan 3 mg per 100 g