- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Mental ABS Tim Sukses Prabowo


TS
spyagent
Mental ABS Tim Sukses Prabowo
“Prabowo patut waspada karena sewaktu-waktu orang sekelilingnya akan kehabisan ‘air liur’ dan tetap menjilatnya, jilatan itu akan terasa sakit dan menimbulkan luka baginya.”
Tampak perubahan sikap politik Prabowo; dari ‘kasar’ menjadi lembut. Puisi-puisi satir tidak terdengar lagi. Prabowo tampak baik dan santun dalam tutur kata dan sikapnya. Hal ini bisa dilihat pada saat penarik undian nomor hingga debat malam tadi.
Perubahan sikap menjadi tanya besar bagi kita. Apakah ini perubahan sikap mental yang sesungguhnya atau sekedar basa-basi politis sebagai bentuk pencitraan diri. Perubahan sikap dalam rentang waktu yang singkat belum bisa meyakini orang-orang yang pernah mendengar ucapan-ucapannya yang melukai Jokowi.
Berbagai survei memang memaparkan elektabitas Prabowo meningkat secara signifikan, menurut saya, karena beberapa alasan. Pertama, perubahan sikapnya yang drastis. Ia santun di hadapan Megawati, menyapa Jokowi dalam sambutan atau pidatonya, mengakui keunggulan Jokowi, dan sebagainya. Ini melahirkan simpati rakyat kepada Prabowo. Kedua, efek black campaign tentang Jokowi. Ini memicu masyarakat berbalik kepada Prabowo. Ketiga, blunder politik yang dilakukan oleh Jokowi-JK atau tim suksesnya yang getol menyuarakan masalah HAM yang diduga melibatkan Prabowo. Terakhir, ‘marketing politik’ yang dilakukan tim suksesnya.
Dalam strategi marketing politik tampak kesan bombastis yang dimunculkan oleh tim sukses Prabowo. Sekiranya ada beberapa sematan yang lebay diberikan kepada Prabowo. Hal yang paling diagungkan selama ini yakni Prabowo sebagai orator yang baik dari antara kandidat yang ada. Suara yang tegas dan wajah rupawan berwibawa serta perpaduan busana adalah alasannya. Prabowo sendiri mengimitasi dirinya sebagai Bung Karno semakin lengkaplah pencintraan ini.
Kedua, Prabowo memiliki IQ 152 mendekati IQ B. J. Habibie. Ada kesan bahwa tim sukses melihat IQ merupakan syarat penting untuk menjadi presiden. Mereka lupa mempertimbangkan bobot intelegensi lainnya seperti EQ dan SQ. Ketiga unsur ini menjadi unsur penting yang membentuk karakter kepemimpinan seseorang.
Ketiga, meskipun dalam debat pertama mempertontonkan Jokowi lebih menguasai materi, tim suksesnya selalu membelanya. Bagi mereka Prabowo adalah figur LEADER, bukan MANAGER. Ia tidak pantas berbicara hal-hal yang bersifat operasional seperti yang dilakukan Jokowi.
Pada debat kedua, tampak pula Jokowi unggul dengan memaparkan konsep ekonomi kerakyatannya. Prabowo pun menyanjungnya dan diikuti oleh tim suksesnya. Sama seperti pada debat pertama, ada pembelaan dari timnya bahwa Prabowo adalah sosok yang kastria karena mengakui keunggulan Jokowi.
Atribut- atribut yang disematkan pada Prabowo menjadi bumerang bagi dirinya dan tim sukses. Ketika Prabowo diklaim sosok yang tegas, tetapi ia tidak menunjukkan sikap yang tegas untuk menjawab pertanyaan JK pada debat pertama soal HAM. Jika terlibat, jawab ya. Tidak, jawab tidak. Bukan mengambang dan membiarkan pemirsa mensfsirkan sendiri. Itu salah satu contoh soal ketidaktegasannya.
Prabowo sebagai orator yang baik, ternyata tidak demikian. Jika dia orator ulung seharusnya ia melakoni debat secara baik. Tentu jawaban-jawabannya harus briliant. Uraian jawabannya harus singkat, logis, dan masuk akal. Ini mencerminkan sosok yang ber-IQ tinggi.
Atribut kastria dan negarawan karena mengakui keunggulan lawan. Ini juga tidak dibenarkan. Konsep debat untuk menakar konsep pemimpin. Konsep itu unik, punya kelebihan dan kekurangan. Seharusnya, Prabowo secara cerdas menelanjangi konsep lawan. Tidak terima begitu saja. Tidak ada program yang seratus persen baik, selalu ada kekurangan atau kelemahan. Ini harus ditelusuri dan diperdebatkan oleh Prabowo.
Celakanya, masyarakat Indonesia lebih melihat esensi lain di luar debat seperti busana dan sikapnya. Mereka lupa yang diperdebatkan adalah konsepnya. Mencari kelemahan konsep lawan bukanlah hal negatif. Demikian dengan mengakui keunggulan lawan tanpa menyoroti kelemahan konsep lawan bukan pula hal yang positif. Kalau indikator- indikator seperti sikap dan busana misalnya yang diukur, selayaknya tidak perlu ada debat. Apapun program lawannya pasti baik adanya. Apa yang terjadi semalam, Jokowi memang datang dengan konsep dan bentuk implementasi. Itulah yang diharapkan!
Dengan berbagai sanjungan atau pujian yang berlebihan dati tim suksesnya sepatutnya diperhatikan oleh Prabowo. Ia harus mampu membedakan mana pujian tulus dan mana pujian palsu untuk menjilat Prabowo. Penyanjung yang tulus akan memberikan masukan yang berimbang. Sedangkan penjilat sejati, ia akan selalu mengatakan benar dan hebat sekalipun salah. Dan, ini saya banyak sekali tipikal ini di kubu Prabowo.
Setelah memperhatikan debat sejauh ini, Prabowo bagaikan seorang single fighter. Tim sukses lebih suka memberikan sanjungan palsu; Asal Bapak Senang (ABS). Mereka tidak lagi peduli lagi, antara ucapan dan tindakan yang tidak sejalan seperti pernyataan/pernyataan pada tour politiknya.
Prabowo tampak ‘limbung’ dan berbicara tidak lagi konsisten. Ia menjadi miskin ide dan mengamini gagasan lawan seperti debat semalam. Inikah pertanda Prabowo buang handuk atau bentuk pencitraan diri? Apapun motifnya, Prabowo patut waspada karena sewaktu-waktu orang sekelilingnya akan kehabisan ‘air liur’ dan tetap menjilatnya, jilatan itu akan terasa sakit dan menimbulkan luka baginya.
Semoga Prabowo tidak hanya MENGAKUI keunggulan Jokowi pada debat semalam, tetapi ia juga harus BELAJAR pada Jokowi tentang bagaimana menjaring aspirasi yang sesungguhnya. Ia telah sukses menjadikan nelayan, pedagang, petani dan sebagainya sebagai sumber aspirasinya. Tim sukses hanya menerjemahkan dan merumuskannya. Inilah kepemimpinan rakyat; dari, oleh, dan untuk rakyat. ***(gbm)
sumber : http://politik.kompasiana.com/2014/0...wo-666864.html
Semoga tidak

0
1.5K
17


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan