Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

mbejrAvatar border
TS
mbejr
KESAKSIAN HABIBIE,WIRANTO & PRABOWO ATAS PEMBERHENTIAN PRABOWO
Figur Wiranto menjadi penting mengingat sosoknya yang ketika itu disebut memiliki rivalitas dengan Prabowo. Muncul berbagai spekulasi bahwa momen itu adalah kesempatan bagi Wiranto menyingkirkan Prabowo. Lantas seperti apa kesaksian Wiranto soal peristiwa tersebut? Dia memaparkannya dalam bukunya "Bersaksi di Tengah Badai."

Wiranto mengakui mendapat laporan secara lengkap tentang aktivitas Pangkostrad Letjen TNI Prabowo pada saat-saat kritis. "Bahkan, saya telah mendapat informasi mengenai pertemuannya dengan Wakil presiden BJ Habibie dan pertemuannya dengan Amien Rais serta Gus Dur maupun dengan tokoh-tokoh lainnya. Bagi orang awam, barangkali hal itu biasa-biasa saja. Tidak ada yang aneh," tulis Wiranto .

Apakah benar pangkostrad melakukan aktivitas, bergerak menuju Jakarta dan berada di dekat istana Negara?

Prabowo mengakui ada pasukannya yang bergerak.
Sebagai Pangkostrad yang membawahi pasukan cadangan ABRI yang jumlahnya cukup besar pada waktu itu (sekitar 11 ribu prajurit) , Prabowo dimintai pertolongan oleh Panglima Kodam Jaya untuk mengamankan Jakarta yang berada dalam suasana kacau. Permintaan ini dipenuhi Prabowo dengan membantu mengamankan sejumlah bangunan penting, khususnya rumah dinas Wakil Presiden B.J. Habibie di Kuningan.[17] (http://id.wikipedia.org/wiki/Prabowo_Subianto)

Apakah benar prabowo diminta bantuan oleh kodam jaya.

Sjafrie Sjamsoeddin Angkat Bicara
JAKARTA--MIOL: Mantan Pangdam Jaya Letjen Sjafrie Sjamsoeddi, akhirnya ikut mengomentari polemik yang terjadi antara BJ Habibie dan Prabowo Subianto.
Komentar Sjafrie itu dikemukakan di Jakarta, Kamis (28/9) menjawab pertanyaan wartawan tentang kontroversi yang ditulis Habibie seputar pencopotan Prabowo sebagai Pangkostrad di masa peralihan kepemimpinan negara dari Soeharto.
Pergantian kepemimpinan nasional pada Mei 1998 kala itu berlangsung dalam suasana rusuh, sehingga Jakarta dipenuhi tentara dan puluhan kendaraan tempur dan tank, sekaligus diwarnai tragedi Mei.
Menurut Sjafrie, ada misinformasi yang mungkin sampai pada presiden saat itu (Habibie, red). Sedangkan situasi di lapangan tidak ada keganjilan apapun yang berkiatan dengan pengerahan kekuatan.
Dalam penggalan buku Habibie "Detik-detik yang menentukan" digambarkan berdasarkan laporan Panglima ABRI Jenderal Wiranto bahwa ada pergerakan pasukan yang diluar kendali Panglima ABRI. Bahkan Sekjen Dephankam waktu itu Letjen Soeyono pun melaporkan keanehan serupa.
Kendati demikian, Sjafrie menyimpulkan, pengendalian operasi dikelola berdasarkan manajemen operasi pada waktu itu dilimpahkan sepenuhnya kepada Panglima Komando Operasi Jaya (saat itu dijabat Sjafrie sendiri). Pengerahan pasukan pada Mei 1998 berjumlah 178 satuan setingkat kompi (SSK) dan 154 kendaraan tempur.
"Saat itu tidak ada gangguan apapun. Ini yang perlu dipahami. Bahwa kemungkinan telah terjadi disinformasi secara aktual dimana sebenarnya tidak ada hal-hal yang menjadi gangguan saat pengalihan kempimpinan dari presiden Soeharto kepada wakilnya BJ Habibie,".
Lebih jauh Sjafrie juga tidak mau mengomentari mana yang benar dan mana yang salah. Tetapi yang ingin disampaikannya adalah, satu-satunya pengendali operasi yang secara solid harus diikuti oleh seluruh panglima komando utama, seperti Kopassus, Kostrad, Korps Marinir, Kopaskhas (TNI AU) di bawah satu kendali, yaitu Kodam Jaya. Itu semua di bawah pengendalian supervisi Mabes TNI.
Ia juga mengemukakan bahwa terjadi permintaan penambahan kekuatan, yang saat itu akan ditinjau langsung oleh Kasum ABRI, menyusul dampak kerusuhan pada tanggal 13-14 Mei 1998 yang sekaligus adanya menarikan kekuatan Polri pada saat itu.
"Jadi terjadi pengambilalihan komando operasi dari Polda yang semula bertugas menanggulangi huruhara kepada kamando pengendalian oleh Kodam Jaya," ujarnya. (Ant/OL-06)

Ternyata manajemen operasi pada waktu itu dilimpahkan sepenuhnya kepada Panglima Komando Operasi Jaya (saat itu dijabat Sjafrie sendiri). Jadi tidak ada tanggung jawab langsung dari pangkostrad ke panglima ABRI.

Tetapi sepertinya wiranto berpendapat lain tentang pergerakan pasukan kostrad.
Seperti kata wiranto yang masih dikutip dari bukunya.


"Namun, di dalam kehidupan militer, kegiatan semacam itu jelas tidak dapat dibenarkan, karena menyalahi aturan. Seharusnya Pangkostrad berorientasi pada wilayah, tugas, dan tanggung jawabnya sebagai Pangkostrad yang menggerakkan pasukan atas perintah Panglima ABRI. Bukan ke sana kemari ngurusin masalah politik dan kenegaraan. Walaupun hal itu dilakukan, harus sepengetahuan pimpinan, bukan atas kehendak sendiri dan sama sekali tidak melaporkan kepada atasan."

Wiranto beranggapan pangkostrad bergerak sendiri, padahal sudah diketahui oleh mabes dan memang dalam komando mabes. Seharusnya ada koordinasi lagi dari Mabes ke Wiranto. Dari berbagai ulasan dan kutipan ini saya mulai menyimpulkan ada DIS INFORMASI.

Berangkat dari kejadian ini Wiranto melaporkannya kapada habibi. Berikut ulasan dari buku habibi.

Saat itu 22 Mei 1998, Habibie yang baru satu hari dilantik menjadi Presiden RI memiliki segudang masalah untuk diselesaikan, utamanya adalah ekonomi dan keamanan. Kondisi Ibu Kota Jakarta saat itu mencekam dan tidak menentu. Bahkan, pengerahan pasukan militer saat itu seakan kurang terkoordinasi.
Saat baru tiba di Istana Negara, Presiden Habibie mendapat laporan dari Menhankam/Panglima ABRI Jenderal Wiranto soal adanya pergerakan pasukan Kostrad dari luar daerah menuju Jakarta.
“Dari laporan tersebut, saya berkesimpulan bahwa Pangkostrad (Letjen Prabowo Subianto) bergerak sendiri tanpa sepengetahuan Pangab (Jenderal Wiranto),” kata Habibie dalam buku‘Detik-detik Yang Menentukan’ karya Bacharuddin Jusuf Habibie, terbitan THC Mandiri.
Habibie sontak terkejut mendengar laporan tersebut. Dalam benaknya muncul berbagai pertanyaan dan praduga.
Tak butuh waktu lama, Habibie saat itu juga langsung memerintahkan Jenderal Wiranto untuk mencopot Letjen Prabowo dari posisi Pangkostrad (Panglima Komando Strategi Angkatan Darat), sebelum matahari tenggelam.

Kesimpulan saya dari sikap Habibi. Mendapat laporan seperti itu padahal habibi baru tiba di istana dengan sekelumit permasalahan yang harus diselesaikan dengan cepat. Tanpa berfikir panjang langsung memerintahkan wiranto mencopot prabowo. Padahal laporan wiranto merupakan dis informasi yang didapatnya.

Berkaitan dengan penuturan pak habibi dalam bukunya, wiranto justru membantahnya. Padahal di bukunya wiranto mengakui mendapat laporan bahwa ada pergerakan pangkostrad. Apa mungkin dia tidak memberitahukan itu ke habibi, padahal momen itu adalah kesempatan bagi Wiranto untuk menyingkirkan Prabowo, yang ketika itu disebut memiliki rivalitas dengan Prabowo.


Ini kutipan dari buku “Habibie, Prabowo, dan Wiranto bersaksi”, penulis dari tim kick andy.

Spoiler for halaman buku:


Apakah Wiranto memang ingin menggeser Prabowo atau Habibie salah mengartikan informasi dari Wiranto, atau semua itu hanya merupakan Dis Informasi dan Miss Communication, mengingat waktu itu keadaan negri dalam keadaan kacau, demonstrasi massal dimana-mana.
anasabila
anasabila memberi reputasi
1
8.5K
44
Thread Digembok
Urutan
Terbaru
Terlama
Thread Digembok
Komunitas Pilihan