- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
para pendukung wiwi, panastak dan jasmev mari masuk gan..


TS
joniakrobat
para pendukung wiwi, panastak dan jasmev mari masuk gan..
untuk para pendukung wiwi, jasmev dan panastak wajib masuk nih..
tulisan ini merupakan suara hati para pendukung wowo dadakan seperti anS E N S O R
mudah2n bisa menjadi pencerahan bagi kalian untuk merubah cara kampanye kalian yg cendrung brutal..
karna cukup panjang, baca dengan seksama biar kalian gak ngambil keputusan sepihak..
cekibrot :
pesan : kesombongan tidak meninggikan mu, tetapi justru menurunkan derajat mu hingga ketingkat terendah..
kesombongan tidak menghebatkan mu, tetapi justru membuka keinginan orang untuk lebih mencari tahu aib dan kehinaan mu..
kesombongan menghilangkan teman dan
engabadikan lawan..
salam kampanye damai..
tulisan ini merupakan suara hati para pendukung wowo dadakan seperti anS E N S O R
mudah2n bisa menjadi pencerahan bagi kalian untuk merubah cara kampanye kalian yg cendrung brutal..
karna cukup panjang, baca dengan seksama biar kalian gak ngambil keputusan sepihak..
cekibrot :
Spoiler for para pendukung jokowi:
JADI TADI SORE SAYA
berbincang dengan seorang
teman di salah satu media sosial.
Dia berkata, semula ia
hendak memilih Jokowi, tetapi
karena kesal pada kelakuan para
pendukung beliau di media sosial, dia justru akan memilih Prabowo. Bukan karena dia percaya pada visi
Prabowo, bukan karena dia tidak
menyukai program-program Jokowi; sekedar karena kesal (dan ingin membuat kesal) para pendukung Jokowi.
Ini bukan kali pertama seseorang
menyampaikan hal seperti itu kepada saya. Beberapa orang pernah menyampaikan hal yang sama. Warga negara Indonesia dewasa dengan latar belakang pendidikan tinggi serta pekerjaan mapan dengan alasan kuat atas
pendapatnya.
Inti ucapan mereka
sama, mereka adalah pendukung
Jokowi yang terdorong
untuk memilih Prabowo akibat kesal pada kelakuan fans garis keras Jokowi. Saya tidak tahu berapa banyak lagi yang berpendapat seperti mereka di luar sana.
Saya pun pernah sampai di suatu
titik di mana saya lebih baik memilih Prabowo daripada harus berada di satu kubu dengan para pendukung fanatik Jokowi.
Saya di sini akan
terbuka, semenjak pengumuman
resmi Capres-Cawapres
saya cenderung lebih mendukung
Jokowi . Tapi saya tidak pernah
memandang sosok beliau sebagai
sosok yang 100% sempurna.
Sebagai contoh: blusukan. Kebiasaan beliau untuk blusukan memang inovatif dan merakyat. Tapi apakah cuma itu kegiatan seorang pemimpin.
Apakah tidak bisa diwakili? Apakah
nanti beliau akan blusukan terus
menerus ke seluruh pelosok negeri
yang luas ini? Lalu kapan ia akan
duduk di meja merumuskan strategi dalam rangka menindaklanjuti hasil blusukan-nya? Saya rasa wajar jika kubu lawan menilai blusukan ini hanya sebagai upaya pencitraan.
Tapi kalian, para penggembira
militan Jokowi, selalu menganggap
kritikan terhadap blusukan ini
sebagai kritikan tak berarti dan
tanpa isi.
Masalah HAM adalah masalah yang selalu digembar-gemborkan oleh kalian untuk menyerang pihak
lawan. Tolong lah , jangan terlalu
naif. Ada perwira-perwira tinggi
yang tangannya berlumuran darah di kubu Jokowi.
Jenderal Hendropriyono dan pembantaiannya di bumi Aceh. Lalu ada Jenderal Wiranto yang keterlibatannya di Mei ’98 sama misteriusnya dengan Prabowo. Retorika kalian yang hanya mengungkit-ungkit pelanggaran HAM terus-menerus itu menyedihkan dan memalukan.
Apa tidak ada hal lain,
yang lebih cerdas, yang bisa
diungkapkan? Bahkan Pius
Lustrilanang, aktivis korban
penculikan di 1998, merasa
tersinggung karena masalah HAM ini seolah-olah “dikomersialisasi” demi meraih suara pemilih.
Jokowi kerap disindir oleh pihak
lawan akan kemampuannya
berorasi di khalayak ramai. Tapi
bukannya menyokong tim sukses
Jokowi agar meningkatkan
kemampuan beliau, kalian justru
menganggap sindiran tim lawan itu
hanya bagaikan angin lalu. Sindiran tak berdasar yang dibuat-buat.
Apa kalian tahu bahwa kandidat
calon Presiden Amerika Serikat
memiliki tim khusus yang
bertugas menjamin sang kandidat
menyajikan yang terbaik dalam
pidato dan debatnya?
Apakah kalian tahu bahwa kemampuan orasi
dapat memengaruhi segmen pemilih yang belum menentukan pilihan? Atau kalian berpikir bahwa karisma dan wibawa seorang pemimpin saat berbicara di depan rakyatnya, kemampuannya untuk membakar semangat bangsanya, itu bukan sebuah kelebihan? Coba dibuka lagi buku sejarahnya.
Ini adalah kekurangan-
kekurangan yang bisa diperbaiki.
Tapi kalian begitu terbutakan
sehingga setiap kritik justru dianggap sebagai serangan. Buruk muka cermin dibelah.
Beberapa dari kalian kerap
menyebut dukungan terhadap FPI
sebagai faktor kekurangan Prabowo.
FPI yang tidak menghargai
perbedaan, yang menganggap kaum berbeda sebagai musuh, yang menanggapi kritikan terhadap
mereka sebagai sikap bermusuhan. Kok , terdengar seperti kalian ya, wahai penggembira militan Jokowi?
Orang yang mengritik kalian
tertawakan. Orang yang tidak
mendukung Jokowi kalian anggap
bodoh. Yang tidak memihak, kalian
anggap mendukung penindas. Kalian begitu terpolarisasi. Semuanya menjadi us versus them.
Ini kan bibit-bibit fasisme, teman. Atau jangan-jangan jargon “ stand on the right” itu maksudnya adalah kalian telah menjelma bagai FPI, sebuah kelompok fasis, kelompok sayap kanan? Lucu sekali jika membayangkan tingkah kalian sudah seperti kelompok yang hendak kalian perangi. Jujur saya ikut mentertawakan Hatta Rajasa saat ia berbicara mengenai.
kepastian hukum. Tapi lucu sekali bila yang mentertawakan adalah orang yang membela seorang sastrawan tertuduh pemerkosa. Yang korbannya adalah seorang
perempuan yang lebih cocok jadi
anaknya. Hatta membela keluarga,
kamu membela teman. Okay, I get it.
Lalu ada seorang figur publik, yang
entah sedang menggunakan majas
hiperbola atau memang kurang
informasi, mengatakan bahwa Orde
Baru itu seperti Korea Utara saat
ini. Come fucking on …. Usia kita
cuma terpaut dua tahun, dan seingat saya Orde Baru sama sekali tidak seburuk Korea Utara.
Bahkan di zaman Orde Baru, negara ini adalah sahabat karib Amerika Serikat. Were you high, dude? Ada juga yang menyebarkan video- video kejadian Mei 1998 untuk menggiring pemilih muda menjauh dari Prabowo. Saya yang berada di jalanan saat itu, bahkan hingga saat ini tidak tahu persis apa yang terjadi.
Apakah kalian memberi tahu para
pemilih muda tersebut mengenai
kedekatan Wiranto dengan Soeharto dan Mbak Tutut. Jauh lebih dekat dibanding Prabowo yang merupakan menantu Soeharto dan adik ipar Mbak Tutut? Sejauh mana keterlibatan Pam Swakarsa di kerusuhan saat itu. Pam Swakarsa yang diprakarsai pembentukannya
oleh Panglima ABRI, Jenderal
Wiranto.
Apakah kalian juga menginformasikan kepada para
pemilih muda ini keberadaan teori
yang menyebutkan bahwa Prabowo cuma pion yang dikorbankan para atasannya? Kalian bahkan dengan bangga memamerkan dokumen rahasia negara di internet demi mendorong kemenangan Jokowi.
Kalian tidak tahu atau tidak tahu
malu, saat mengelu-elukan tindakan melanggar hukum seperti
pembocoran dokumen
negara? Memang mudah kehilangan objektivitas bila kalian hanya memikirkan kemenangan.
Beberapa dari kalian ada yang
menertawakan Prabowo saat ia
menjawab “tanya atasan saya” di
debat tadi malam. Kaum kelas
menengah yang nyaman bekerja di
gedung bertingkat ber-pendingin,
dengan kopi mahal kalian, mungkin
tidak akan pernah mengerti cara
berpikir para perwira militer. Di
dalam situasi perang, melawan
perintah atasan dapat dihukum
dengan eksekusi di tempat. Daripada menertawakannya, coba kalian berpikir. Wiranto, atasan Prabowo saat itu, sekarang ada di kubu Jokowi.
Tentu, masih banyak pendukung
Jokowi yang santun. Yang tidak
pernah peduli dengan retorika lawan dan lebih peduli pada visi misi yang diusung Jokowi. Yang tidak pernah terlibat perang mulut di media sosial dengan pendukung lawan. Yang tidak memandang Jokowi sebagai sosok nabi yang tidak mungkin berbuat salah. Yang lebih fokus pada kelebihan Jokowi daripada kekurangan Prabowo. Saya menghormati mereka, sebagai mana saya menghormati para pendukung Prabowo yang santun.
And with that said , kalian para
pendukung fanatik Jokowi yang
kelakuannya serupa kelompok fasis, sejujurnya saya tidak terlalu peduli. Saya tahu tulisan ini kemungkinan tidak akan merubah perilaku kalian. Tapi setidaknya tulisan ini dapat mengekspos standar ganda dan perilaku hipokrit kalian.
Saya cuma berharap bila Jokowi
menang nanti, ia tidak dikelilingi
orang-orang seperti kalian,
pendukung fanatiknya yang
terbutakan. Yang menganggap
Jokowi selalu benar. Yang menganggap kemenangan Jokowi
sebagai Presiden adalah tujuan yang lebih penting dibandingkan hal-hal lain.
Orang-orang yang menganggap para pengritik Jokowi dan kelompok-kelompok yang berseberangan dengan beliau adalah musuh. Musuh yang harus dibungkam dan diserang. Karena saya pernah hidup di zaman seperti itu. Namanya zaman Orde Baru.
berbincang dengan seorang
teman di salah satu media sosial.
Dia berkata, semula ia
hendak memilih Jokowi, tetapi
karena kesal pada kelakuan para
pendukung beliau di media sosial, dia justru akan memilih Prabowo. Bukan karena dia percaya pada visi
Prabowo, bukan karena dia tidak
menyukai program-program Jokowi; sekedar karena kesal (dan ingin membuat kesal) para pendukung Jokowi.
Ini bukan kali pertama seseorang
menyampaikan hal seperti itu kepada saya. Beberapa orang pernah menyampaikan hal yang sama. Warga negara Indonesia dewasa dengan latar belakang pendidikan tinggi serta pekerjaan mapan dengan alasan kuat atas
pendapatnya.
Inti ucapan mereka
sama, mereka adalah pendukung
Jokowi yang terdorong
untuk memilih Prabowo akibat kesal pada kelakuan fans garis keras Jokowi. Saya tidak tahu berapa banyak lagi yang berpendapat seperti mereka di luar sana.
Saya pun pernah sampai di suatu
titik di mana saya lebih baik memilih Prabowo daripada harus berada di satu kubu dengan para pendukung fanatik Jokowi.
Saya di sini akan
terbuka, semenjak pengumuman
resmi Capres-Cawapres
saya cenderung lebih mendukung
Jokowi . Tapi saya tidak pernah
memandang sosok beliau sebagai
sosok yang 100% sempurna.
Sebagai contoh: blusukan. Kebiasaan beliau untuk blusukan memang inovatif dan merakyat. Tapi apakah cuma itu kegiatan seorang pemimpin.
Apakah tidak bisa diwakili? Apakah
nanti beliau akan blusukan terus
menerus ke seluruh pelosok negeri
yang luas ini? Lalu kapan ia akan
duduk di meja merumuskan strategi dalam rangka menindaklanjuti hasil blusukan-nya? Saya rasa wajar jika kubu lawan menilai blusukan ini hanya sebagai upaya pencitraan.
Tapi kalian, para penggembira
militan Jokowi, selalu menganggap
kritikan terhadap blusukan ini
sebagai kritikan tak berarti dan
tanpa isi.
Masalah HAM adalah masalah yang selalu digembar-gemborkan oleh kalian untuk menyerang pihak
lawan. Tolong lah , jangan terlalu
naif. Ada perwira-perwira tinggi
yang tangannya berlumuran darah di kubu Jokowi.
Jenderal Hendropriyono dan pembantaiannya di bumi Aceh. Lalu ada Jenderal Wiranto yang keterlibatannya di Mei ’98 sama misteriusnya dengan Prabowo. Retorika kalian yang hanya mengungkit-ungkit pelanggaran HAM terus-menerus itu menyedihkan dan memalukan.
Apa tidak ada hal lain,
yang lebih cerdas, yang bisa
diungkapkan? Bahkan Pius
Lustrilanang, aktivis korban
penculikan di 1998, merasa
tersinggung karena masalah HAM ini seolah-olah “dikomersialisasi” demi meraih suara pemilih.
Jokowi kerap disindir oleh pihak
lawan akan kemampuannya
berorasi di khalayak ramai. Tapi
bukannya menyokong tim sukses
Jokowi agar meningkatkan
kemampuan beliau, kalian justru
menganggap sindiran tim lawan itu
hanya bagaikan angin lalu. Sindiran tak berdasar yang dibuat-buat.
Apa kalian tahu bahwa kandidat
calon Presiden Amerika Serikat
memiliki tim khusus yang
bertugas menjamin sang kandidat
menyajikan yang terbaik dalam
pidato dan debatnya?
Apakah kalian tahu bahwa kemampuan orasi
dapat memengaruhi segmen pemilih yang belum menentukan pilihan? Atau kalian berpikir bahwa karisma dan wibawa seorang pemimpin saat berbicara di depan rakyatnya, kemampuannya untuk membakar semangat bangsanya, itu bukan sebuah kelebihan? Coba dibuka lagi buku sejarahnya.
Ini adalah kekurangan-
kekurangan yang bisa diperbaiki.
Tapi kalian begitu terbutakan
sehingga setiap kritik justru dianggap sebagai serangan. Buruk muka cermin dibelah.
Beberapa dari kalian kerap
menyebut dukungan terhadap FPI
sebagai faktor kekurangan Prabowo.
FPI yang tidak menghargai
perbedaan, yang menganggap kaum berbeda sebagai musuh, yang menanggapi kritikan terhadap
mereka sebagai sikap bermusuhan. Kok , terdengar seperti kalian ya, wahai penggembira militan Jokowi?
Orang yang mengritik kalian
tertawakan. Orang yang tidak
mendukung Jokowi kalian anggap
bodoh. Yang tidak memihak, kalian
anggap mendukung penindas. Kalian begitu terpolarisasi. Semuanya menjadi us versus them.
Ini kan bibit-bibit fasisme, teman. Atau jangan-jangan jargon “ stand on the right” itu maksudnya adalah kalian telah menjelma bagai FPI, sebuah kelompok fasis, kelompok sayap kanan? Lucu sekali jika membayangkan tingkah kalian sudah seperti kelompok yang hendak kalian perangi. Jujur saya ikut mentertawakan Hatta Rajasa saat ia berbicara mengenai.
kepastian hukum. Tapi lucu sekali bila yang mentertawakan adalah orang yang membela seorang sastrawan tertuduh pemerkosa. Yang korbannya adalah seorang
perempuan yang lebih cocok jadi
anaknya. Hatta membela keluarga,
kamu membela teman. Okay, I get it.
Lalu ada seorang figur publik, yang
entah sedang menggunakan majas
hiperbola atau memang kurang
informasi, mengatakan bahwa Orde
Baru itu seperti Korea Utara saat
ini. Come fucking on …. Usia kita
cuma terpaut dua tahun, dan seingat saya Orde Baru sama sekali tidak seburuk Korea Utara.
Bahkan di zaman Orde Baru, negara ini adalah sahabat karib Amerika Serikat. Were you high, dude? Ada juga yang menyebarkan video- video kejadian Mei 1998 untuk menggiring pemilih muda menjauh dari Prabowo. Saya yang berada di jalanan saat itu, bahkan hingga saat ini tidak tahu persis apa yang terjadi.
Apakah kalian memberi tahu para
pemilih muda tersebut mengenai
kedekatan Wiranto dengan Soeharto dan Mbak Tutut. Jauh lebih dekat dibanding Prabowo yang merupakan menantu Soeharto dan adik ipar Mbak Tutut? Sejauh mana keterlibatan Pam Swakarsa di kerusuhan saat itu. Pam Swakarsa yang diprakarsai pembentukannya
oleh Panglima ABRI, Jenderal
Wiranto.
Apakah kalian juga menginformasikan kepada para
pemilih muda ini keberadaan teori
yang menyebutkan bahwa Prabowo cuma pion yang dikorbankan para atasannya? Kalian bahkan dengan bangga memamerkan dokumen rahasia negara di internet demi mendorong kemenangan Jokowi.
Kalian tidak tahu atau tidak tahu
malu, saat mengelu-elukan tindakan melanggar hukum seperti
pembocoran dokumen
negara? Memang mudah kehilangan objektivitas bila kalian hanya memikirkan kemenangan.
Beberapa dari kalian ada yang
menertawakan Prabowo saat ia
menjawab “tanya atasan saya” di
debat tadi malam. Kaum kelas
menengah yang nyaman bekerja di
gedung bertingkat ber-pendingin,
dengan kopi mahal kalian, mungkin
tidak akan pernah mengerti cara
berpikir para perwira militer. Di
dalam situasi perang, melawan
perintah atasan dapat dihukum
dengan eksekusi di tempat. Daripada menertawakannya, coba kalian berpikir. Wiranto, atasan Prabowo saat itu, sekarang ada di kubu Jokowi.
Tentu, masih banyak pendukung
Jokowi yang santun. Yang tidak
pernah peduli dengan retorika lawan dan lebih peduli pada visi misi yang diusung Jokowi. Yang tidak pernah terlibat perang mulut di media sosial dengan pendukung lawan. Yang tidak memandang Jokowi sebagai sosok nabi yang tidak mungkin berbuat salah. Yang lebih fokus pada kelebihan Jokowi daripada kekurangan Prabowo. Saya menghormati mereka, sebagai mana saya menghormati para pendukung Prabowo yang santun.
And with that said , kalian para
pendukung fanatik Jokowi yang
kelakuannya serupa kelompok fasis, sejujurnya saya tidak terlalu peduli. Saya tahu tulisan ini kemungkinan tidak akan merubah perilaku kalian. Tapi setidaknya tulisan ini dapat mengekspos standar ganda dan perilaku hipokrit kalian.
Saya cuma berharap bila Jokowi
menang nanti, ia tidak dikelilingi
orang-orang seperti kalian,
pendukung fanatiknya yang
terbutakan. Yang menganggap
Jokowi selalu benar. Yang menganggap kemenangan Jokowi
sebagai Presiden adalah tujuan yang lebih penting dibandingkan hal-hal lain.
Orang-orang yang menganggap para pengritik Jokowi dan kelompok-kelompok yang berseberangan dengan beliau adalah musuh. Musuh yang harus dibungkam dan diserang. Karena saya pernah hidup di zaman seperti itu. Namanya zaman Orde Baru.
pesan : kesombongan tidak meninggikan mu, tetapi justru menurunkan derajat mu hingga ketingkat terendah..
kesombongan tidak menghebatkan mu, tetapi justru membuka keinginan orang untuk lebih mencari tahu aib dan kehinaan mu..
kesombongan menghilangkan teman dan

salam kampanye damai..

0
4.2K
Kutip
58
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan