Kaskus

News

shantikemAvatar border
TS
shantikem
Dinilai Otoriter thd Daerah kalau Berkuasa, Kepala Daerah Ramai2 Dukung Prabowo !
5 Dampak Arogansi Jika Jokowi Presiden, Main Potong Anggaran
12 June 2014 - 09:16 am

Jokowi mempunyai cara jitu untuk menghadapi masalah pemda yang mbalelo itu, yakni dengan politik anggaran

Dalam debat capres cawapres perdana yang diselenggarakan KPU, pasangan Joko Widodo (Jokowi) dan Jusuf Kalla (JK) mengutarakan sejumlah gagasannya jika berhasil terpilih menjadi presiden dan wakil presiden di Pilpres 2014. Salah satunya, tentang kebijakan politik anggaran Jokowi yang akan memotong anggaran yang diberikan pusat ke daerah jika pemerintah daerah tidak ikuti aturan yang sudah ditetapkan pusat.

Jokowi mempunyai cara jitu untuk menghadapi masalah pemda yang mbalelo itu, yakni dengan politik anggaran. "Rata-rata 85 persen anggaran daerah berasal dari pusat. Kalau tidak mau (sejalan), beri punishment, daerah diperintah, bisa DAK (Dana Alokasi Khusus) dipotong, DAK dikurangi," kata Jokowi di Balai Sarbini, Jakarta, Senin (9/6).

Bagi Jokowi yang pernah memimpin Solo dan DKI Jakarta, pemotongan DAK itu sesuatu yang mengerikan bagi pemerintah daerah. "Ini agar daerah seiring dengan pemerintah pusat," tegas Jokowi.

Soal peraturan yang seringkali tumpang tindih antara pusat dan daerah, Jokowi menyodorkan solusi satu pintu. "Sebab kalau semua bisa mengeluarkan, banyak peraturan daerah yang bertentangan dengan pusat," kata Jokowi. "Pintunya harus diberi satu."

Hal ini dinilai sebagai sebuah gagasan yang blunder dan akan membuat kacau koordinasi antara pusat dan daerah. Sebab, Jokowi tidak bisa dengan begitu saja memotong anggaran ke daerah hanya karena perbedaan pendapat soal kebijakan.

Dengan kebijakan Jokowi yang dinilai arogan ini, para pegawai negeri sipil di daerah nantinya akan terancam tidak bisa gajian karena Jokowi memotong anggaran tersebut. Hal ini juga akan membuat disintegrasi bangsa.

Berikut dampak yang akan terjadi terhadap arogansi Jokowi tentang kebijakan politik anggaran daerah:

PNS daerah tidak bisa gajian

Salah satu tanggapan pesimis keluar dari mulut Cawapres Hatta Rajasa. Pasangan Prabowo Subianto itu mengaku khawatir terhadap politik anggaran yang diwacanakan Jokowi-JK tersebut.

Menurut dia, salah satu dampak terbesar dari kebijakan yang ingin dilakukan Jokowi-JK itu adalah tertundanya gaji para PNS di daerah.

"Saya khawatir nanti kalau sampai misalkan ada kesalahan dikit terus uangnya ditahan, bagaimana orang mau gajian," kata Hatta di Rumah Polonia, Jakarta Timur, Selasa (10/6).

Kepala daerah khawatir, Jokowi rugi

Direktur Eksekutif Komite Pemantau Pelaksanaan Otonomi Daerah, Robert Endi Jaweng mengatakan Jokowi melakukan blunder politik. Menurut dia, Jokowi tidak bisa main potong anggaran begitu saja, karena itu uang rakyat. "Pernyataan Pak Jokowi soal potong anggaran itu blunder, itu kan uang rakyat, kok main potong," ujar Robert dalam dialog kenegaraan di DPD RI, Rabu (11/6).

Menurut dia, pernyataan Jokowi itu tidak menguntungkan bagi dirinya selaku capres, karena kepala daerah akan khawatir kalau pemotongan itu benar dilakukan, kelak jika Jokowi terpilih. "Ide potong anggaran membuat daerah berpikir ulang, khawatir kalau benar terjadi. Ide ini merugikan Jokowi sendiri," kata Robert.

Robert mengakui jika sistem reward and punishment dalam pemerintahan itu biasa. Namun jangan seperti potong anggaran. Sebab dia menilai, ketidaktaatan daerah dengan kebijakan pusat sering terjadi. Dia mencontohkan, karena adanya tabrakan aturan UU, adanya inkonsistensi pusat dan daerah, yang semuanya harus dibenahi.

Tabrak Undang-Undang

Timses Prabowo-Hatta Farouk Muhammad mengatakan, pernyataan Jokowi soal potong anggaran itu jadi blunder. Akibatnya, menjadi pembicaraan di daerah. "Itu uang rakyat, kok main potong itu jadi beban. Itu kan sudah persetujuan DPR, tidak bisa Mendagri memotong apa yang dianggarkan lewat UU," kata Farouk.

Menurut dia, Jokowi boleh jadi dianggap bisa bertindak tegas, tapi dalam kasus potong anggaran ini, tidak ada ketegasan itu. Dia melihat, kebijakan itu sama sekali tidak benar. "Saya tidak melihat ada ketegasan, yang ada adalah blunder, karena yang dikatakan tidak benar," katanya.

Aceh, Papua, Riau bisa minta merdeka

Wakil Ketua Umum PAN, Dradjad Wibowo melihat gagasan Jokowi tersebut berbahaya. Dia yakin daerah-daerah yang sudah lama ingin memisahkan diri dari Indonesia akan semakin mengancam dengan adanya kebijakan ini.

"Pernyataan ini berbahaya buat persatuan bangsa karena bagaimana kalau yang dikenakan sanksi atau yang dikatakan tidak patuh itu adalah dareah-daerah yang selama ini sudah mengancam mau memisahkan diri seperti Papua, Papua Barat, Riau dan Aceh?" kata Dradjad saat dihubungi wartawan, Kamis (11/6).

Pernyataan itu, kata dia, juga bisa menimbulkan kerusuhan sosial. Hal ini menurutnya karena daerah-daerah masih mengandalkan pemerintah pusat untuk membayar beberapa kewajibannya seperti gaji pegawai.

"Yang namanya hukuman dengan pemotongan pasti juga nilainya besar karena kalau potongan kecil tentunya tidak memberikan efek jera. Nah kalau pemotongannya besar, bagaimana daerah membayar gaji guru, gaji dokter, gaji perawat dan sebagainya? Ini akan menimbulkan kerusuhan sosial," tegas dia.

Rakyat jadi korban

Sekjen Partai Golkar Idrus Marham mengatakan, politik anggaran Jokowi bersifat otoriter. Menurut dia, cara itu bisa membuat rakyat jadi korban. "Jadi tidak bisa (cara seperti itu). Kalau menggunakan anggaran untuk menekan bupati, sebagai presiden rakyat yang jadi korban," kata Idrus usai deklarasi sahabat ARB dukung Prabowo-Hatta di Tugu Proklamasi, Jakarta Pusat, Selasa (10/6).

Idrus menyebut, cara itu sama seperti hanya mengandalkan kekuasaan yang tak lain menekan bawahan. "Itu menunjukkan cara-cara kekuasaan. Kepemimpinan hari ini adalah pendekatan fungsional atas dasar kesadaran bukan kekuasaan," ujarnya.

Menurut dia, gagasan itu tak masuk akal jika dilakukan oleh seorang presiden. "Saya tidak mengatakan otoriter. Saya hanya mengatakan apa namanya itu tidak otoriter? Logis enggak seorang presiden menekan anggaran bupati atau kepala daerah? Ya enggak logis kan," bebernya dengan emosi. "Misalnya begini saya menekan anggaran untuk anda apa itu namanya? Apa bukan? (otoriter)," imbuhnya seraya meninggalkan wartawan.
http://atjehpost.com/m/read/5522/5-D...otong-Anggaran

Jumlah Kepala Daerah Dukung Prabowo-Hatta Dua Kali Jumlah Pendukung Jokowi
Thu, 12/06/2014 - 16:29 WIB

RIMANEWS- Pasangan capres-cawapres Prabowo Subianto-Hatta Rajasa mendapatkan dukungan dari kepala daerah dua kali lipat lebih banyak dibandingkan dengan pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla. Berdasarkan data Kemendagri tercatat 18 kepala daerah pendukung pasangan Prabowo-Hatta tersebut terdiri atas 11 gubernur dan tujuh wakil gubernur. Sedangkan 9 kepala daerah yang mengajukan izin cuti menjadi juru kampanye pasangan Jokowi-JK ada lima gubernur dan empat wagub.

"Hingga saat ini, data yang kami terima ada 16 gubernur dan 11 wakil gubernur yang mengajukan cuti kampanye Pilpres," kata Kepala Pusat Penerangan Kemendagri Didik Suprayitno di Jakarta, Kamis (12/6).

Terkait pengajuan izin cuti pasangan Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan dan Wakil Gubernur Deddy Mizwar yang bersamaan, lanjut Didik, Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi tidak akan mengizinkan keduanya izin cuti di hari yang sama.

Oleh karena itu, Kemendagri melalui Direktorat Jenderal Otonomi Daerah telah berkoordinasi dengan Pemda setempat dan meminta salah satu dari pasangan kepala daerah itu untuk mengganti jadwal cutinya.

"Awalnya keduanya izin cuti di tanggal yang sama, yaitu 25 Juni, dan itu jatuh di hari kerja. Pak Menteri tidak mengizinkan ada gubernur dan wagub yang cuti bersamaan, oleh karena itu Wagub Jawa Barat (Dedi Mizwar) menggeser tanggal cutinya menjadi 26 Juni," jelasnya.

Berikut adalah nama-nama kepala daerah yang telah mengajukan izin cuti kepada Mendagri untuk berkampanye mendukung pasangan capres-cawapres pada Pemilu 2014:

Juru Kampanye untuk Prabowo-Hatta: 1. Gubernur Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho 2. Gubernur Sumatera Barat Irwan Prayitno 3. Gubernur Riau Annas Maamun 4. Gubernur Sumatera Selatan Alex Noerdin 5. Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan 6. Gubernur Nusa Tenggara Barat Zainul Majdi 7. Gubernur Kalimantan Selatan Rudi Arifin 8. Gubernur Kalimantan Timur Awang Faroek Ishak 9. Gubernur Sulawesi Tengah Longki Djanggola 10. Gubernur Maluku Said Assagaf 11. Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam 12. Wagub Aceh Muzakir Manaf 13. Wagub Riau Arsyadjuliandi Rachman 14. Wagub Jawa Barat Dedi Mizwar 15. Wagub Bali I Ketut Sudikerta 16. Wagub Kalimantan Timur Mukmin Faisyal 17. Wagub Sulawesi Tengah Sudarto 18. Wagub Maluku Seth Sahuburua.

Juru Kampanye untuk Jokowi-Jusuf Kalla: 1. Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo 2. Gubernur Nusa Tenggara Timur Frans Lebu Raya 3. Gubernur Kalimantan Barat Cornelis 4. Gubernur Kalimantan Tengah Agustin Teras Narang 5. Gubernur Sulawesi Utara Sinyo Sarundayang 6. Wagub Kepulauan Riau Soerya Respationo 7. Wagub Jawa Tengah Heru Sujatmoko 8. Wagub Kalimantan Tengah Achmad Diran 9. Wagub Sulawesi Barat Aladin S Mengga.
http://www.rimanews.com/read/2014061...ndukung-jokowi

------------------------------

Jokowi memang kelihatan asal ngomong dan tak paham betul masalah perimbangan keuangan antara Daerah dan Pusat. Pusat itu sesungguhnya justru tak punya uang, karena kekayaan nasional itu (termasuk pajak) adanya di daerah-daerah. Mudah-0mudahan Jokowi segera meralat dan memperbaiki konsep yang akan dijalankannya terhadap daerah bila dia terpilih sebagai presiden nanti.


emoticon-Cape d... (S)
0
2.8K
25
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan