- Beranda
- Komunitas
- Pilih Capres & Caleg
[FAKTA] Setara Institute Pertanyakan Klaim Prabowo sebagai "Pembela HAM Paling Keras"


TS
andre.galau
[FAKTA] Setara Institute Pertanyakan Klaim Prabowo sebagai "Pembela HAM Paling Keras"
Jakarta - Ketua BP Setara Institute Hendardi menilai, klaim Prabowo Subianto yang disampaikan dalam debat calon presiden (capres)-calon wakil presiden (cawapres) bahwa ia adalah pembela hak asasi manusia (HAM) paling keras saat masih aktif di militer patut dipertanyakan, karena tak ada buktinya.
"Dia bilang, dia pembela HAM paling keras. Apa buktinya? Apakah kalau menculik itu membela HAM? Atau bagaimana? Saya tak mengerti dia sebut dirinya pembela HAM paling keras. Itu harus ada rekam jejak kalau menyebut diri pembela HAM. Itu tak dielaborasi oleh dirinya saat debat capres-cawapres," tegas Hendardi di Jakarta, Selasa (10/6).
Pada kesempatan itu, Hendardi juga menilai cawapres Jokowi, Jusuf Kalla, masih sangat terlalu sopan ketika diberi kesempatan oleh moderator debat untuk bertanya kepada pasangan kompetitornya. Saat itu, JK bertanya kepada Prabowo-Hatta soal implementasi prinsip antidiskriminasi hukum dan HAM. Hal itu kemudian dijawab oleh Prabowo bahwa pertanyaan itu menyasar ke kasus dugaan pelanggaran HAM masa lalu atas dirinya. Kemudian JK diberi kesempatan mengklarifikasi dan meminta Prabowo menjelaskan apa sebenarnya keputusan terkait kasus yang dimaksud Prabowo itu. Lalu dijawab oleh Prabowo, keputusan soal itu sudah dikeluarkan atasannya dan meminta JK bertanya pada atasannya saat di militer.
Menurut Hendardi, agak aneh bila ada yang menganggap JK tak sopan dalam melontarkan pertanyaan demikian. Justru menurutnya JK terlalu sopan. Sebab, sebenarnya, apa yang dilakukan JK sangat dinantikan publik yang tak ingin memilih pemimpin seperti "membeli kucing dalam karung".
"Justru pertanyaan itu akan membuka suatu kebenaran. Itu sebenarnya harus dijawab. Tetapi Pak JK masih terlalu sopan, seharusnya dia bisa kejar terus soal itu," kata Hendardi.
Sementara terkait jawaban Prabowo sendiri yang menyatakan keputusan soal itu sudah dikeluarkan atasannya di militer, menurut Hendardi adalah benar adanya. Keputusan Dewan Kehormatan Perwira (DKP) ABRI yang menemukan Prabowo bersalah dalam kasus penculikan aktivis dan menghukumnya dengan pemberhentian dari dinas kemiliteran.
Namun, belum dibuka ke publik, sebenarnya keputusan DKP ABRI itu belum menyentuh level konsekuensi hukum, seharusnya kasus itu dibawa ke peradilan militer maupun peradilan HAM.
"Kenapa Prabowo tak memperjelas keputusan DKP itu saat debat? Tentu karena dia pasti akan menymbunyikan hal yang merugikan dia. Atau katakanlah dia takkan mau menyatakan hal yang bisa merugikan pencitraan dirinya," jelas Hendardi.
Padahal, lanjutnya, di dalam hukum hak asasi, setiap orang juga memiliki tanggung jawab individu. "Tak semua hal bisa dilempar ke atasannya. Dalam HAM ada yang namanya tanggung jawab individual," kata Hendardi.
SUMBER
"Dia bilang, dia pembela HAM paling keras. Apa buktinya? Apakah kalau menculik itu membela HAM? Atau bagaimana? Saya tak mengerti dia sebut dirinya pembela HAM paling keras. Itu harus ada rekam jejak kalau menyebut diri pembela HAM. Itu tak dielaborasi oleh dirinya saat debat capres-cawapres," tegas Hendardi di Jakarta, Selasa (10/6).
Pada kesempatan itu, Hendardi juga menilai cawapres Jokowi, Jusuf Kalla, masih sangat terlalu sopan ketika diberi kesempatan oleh moderator debat untuk bertanya kepada pasangan kompetitornya. Saat itu, JK bertanya kepada Prabowo-Hatta soal implementasi prinsip antidiskriminasi hukum dan HAM. Hal itu kemudian dijawab oleh Prabowo bahwa pertanyaan itu menyasar ke kasus dugaan pelanggaran HAM masa lalu atas dirinya. Kemudian JK diberi kesempatan mengklarifikasi dan meminta Prabowo menjelaskan apa sebenarnya keputusan terkait kasus yang dimaksud Prabowo itu. Lalu dijawab oleh Prabowo, keputusan soal itu sudah dikeluarkan atasannya dan meminta JK bertanya pada atasannya saat di militer.
Menurut Hendardi, agak aneh bila ada yang menganggap JK tak sopan dalam melontarkan pertanyaan demikian. Justru menurutnya JK terlalu sopan. Sebab, sebenarnya, apa yang dilakukan JK sangat dinantikan publik yang tak ingin memilih pemimpin seperti "membeli kucing dalam karung".
"Justru pertanyaan itu akan membuka suatu kebenaran. Itu sebenarnya harus dijawab. Tetapi Pak JK masih terlalu sopan, seharusnya dia bisa kejar terus soal itu," kata Hendardi.
Sementara terkait jawaban Prabowo sendiri yang menyatakan keputusan soal itu sudah dikeluarkan atasannya di militer, menurut Hendardi adalah benar adanya. Keputusan Dewan Kehormatan Perwira (DKP) ABRI yang menemukan Prabowo bersalah dalam kasus penculikan aktivis dan menghukumnya dengan pemberhentian dari dinas kemiliteran.
Namun, belum dibuka ke publik, sebenarnya keputusan DKP ABRI itu belum menyentuh level konsekuensi hukum, seharusnya kasus itu dibawa ke peradilan militer maupun peradilan HAM.
"Kenapa Prabowo tak memperjelas keputusan DKP itu saat debat? Tentu karena dia pasti akan menymbunyikan hal yang merugikan dia. Atau katakanlah dia takkan mau menyatakan hal yang bisa merugikan pencitraan dirinya," jelas Hendardi.
Padahal, lanjutnya, di dalam hukum hak asasi, setiap orang juga memiliki tanggung jawab individu. "Tak semua hal bisa dilempar ke atasannya. Dalam HAM ada yang namanya tanggung jawab individual," kata Hendardi.
SUMBER


anasabila memberi reputasi
1
3.9K
36
Thread Digembok
Urutan
Terbaru
Terlama
Thread Digembok
Komunitas Pilihan