- Beranda
- Komunitas
- Pilih Capres & Caleg
Prabowo dan Kampung Janda


TS
adiiiiin
Prabowo dan Kampung Janda
Sebelumnya ane adalah calon pemilih, cuma masih bingung menentukan pilihan.
kemaren ane abis dr Kupang, NTT.
trus iseng deh cari artikel tentang timor leste.
eh ketemu artikel ini..
adakah yang tau sejarah sebenrnya? Soalnya ane belom lair dulu
Matheos Viktor Messakh
Satutimor.com/KUPANG
Kraras, sebuah kampung di Timor-Leste disebut sebagai ‘kampung janda’. Satu saat di bulan September 1983 hampir semua laki-laki termasuk anak-anak laki di kampung itu dibunuh oleh tentara Indonesia.Beberapa orang melarikan diri ke hutan.Saat ditangkap atau menyerah mereka dipaksa tinggal di sebuah tempat di Kraras bernama Lalerek Mutin dimana banyak yang mati kelaparan. Lalu apa hubungannya kampung Kraras itu dengan Kapten Prabowo Subianto?
Menurut sejumlah sumber, Prabowo Subianto punya andil dalam pembunuhan-pembunuhan di bagian timur Timor-Leste termasuk pembunuhan membabi buta di Kraras itu.Menurut Mario Carrascalao, kejadian tragis pada tanggal 6 Agustus itu “dikoordinasi” oleh Prabowo.[1] Mario, yang waktu itu menjabat sebagai gubernur Timor-Timur, mengatakan ia tidak berada di Timor-Leste waktu itu, ia sedang berada di Jambi untuk melihat program transmigrasi. Namun Mario mengatakan bahwa semua kejadian itu dilaporkan oleh orang-orang Timor dan pihak militer kepadanya. Pada saat itu Komandan Kodim di Viqueque adalah Mayor Hidayat dari Kopassandha[sic*][2] yang kemudian menjadi Bupati Viqueque.
Prabowo datang untuk menemui para pejabat lokal. Selama gencatan senjata yang disepakati sebelumnya oleh Kolonel Purwanto dan Panglima Failintil Xanana Gusmao, Hidayat dan Sekwilda Viqueque Daniel memobilisir para anggota Hansip untuk melakukan kontak dengan para anggota gerilya di hutan. Sementara itu, di kalangan para anggota Hansip orang Timor-Leste terjadi juga ketidakpuasan akibat reorganisasi pasukan-pasukan Hansip yang mengurangi status dan peran orang Timor.[3] Ketidakpuasan ini meluas di Timor-Leste termasu di Kraras yang merupakan sebuah pemukiman baru bagi orang-orang yang menyerah atau tertangkap tahun 1978-179.
Pelecehan seksual sampai rudapaksaan
Pembunuhan-pembunuhan di Kraras dimulai asal usulnya dari perilaku seksual para tentara Indonesia. Menurut Mario Carrascalao dan sejumlah kesaksian pasca kemerdekaan Timor-Leste[4], ada seorang anggota Hansip berhasil melakukan kontak-kontak dan mendapat banyak teman di hutan. Anggota Hansip ini menikah dengan seorang perempuan cantik. Sang istri melapor ke suaminya bahwa ketika ia ke hutan untuk melakukan kontak dengan para gerilyawan di hutan, anggota militer Indonesia telah melecehkannya. Anggota Hansip inilah yang kemudian bereaksi dan memukuli anggota militer yang mengganggu istrinya.
Carrascalao mengatakan, menurut laporan yang sampai kepadanya, kejadian ini sudah diatur; semua diset-up untuk menciptakan insiden.[5] Sejumlah sumber lain juga mengatakan bahwa dalam bulan Juli 1983 tentara Indonesia melakukan sejumlah pelecehan seksual terhadap perempuan setempat, termasuk terhadap istri anggota Ratih yang disebutkan di atas.[6]
Anggota Hansip yang memukuli tentara ini dibawa ke Viqueque. Kira-kira setelah seminggu Mayor Hidayat, sang Komandan Kodim, berkata “Kamu tak membawa pakaian. Kamu tidak mengganti pakaianmu selama seminggu.” Sang anggota Hansip berkata ia ingin pulang ke Kraras untuk mengambil pakaian namun ia tak tahu apakah ia akan diperbolehkan pulang sendiri. Hidayat mengatakan ia mempercayai sang anggota Hansip, lalu ia diperbolehkan pulang ke Kraras. Ketika ia tiba di Kraras, istrinya berlari ke arahnya melaporkan bahwa ia telah dirudapaksa oleh beberapa tentara. Lalu anggota Hansip ini berlari ke hutan untuk melaporkan kepada teman-teman yang telah ia kenal selama masa gencatan senjata.[7]
Pada tanggal 8 Agustus, pasukan Falintil dan anggota-anggota Ratih di bawah komando Virgílio dos Anjos (Ular Rheik) menyerang desa Kraras, menewaskan 15 atau 16 orang anggota batalyon zeni tempur (zipur) yang sedang mempersiapkan warga desa untuk sebuah pertunjukkan pada tanggal 17 Agustus.[8]
Salah seorang anggota zipur sedang berada di atap sebuah rumah sehingga ia selamat. Ia kemudian melaporkan serangan ini kepada komandan batalyon 501. Reaksi Pasukan Indonesia selanjutnya bisa ditebak.
Penduduk sipil jadi sasaran
Pada tanggal 7 September 1983, batalyon 501 memasuki desa Kraras yang sudah kosong dan membakar hampir semua rumah di sana. Sekitar 4 atau 5 orang yang masih tinggal di desa, termasuk seorang perempuan tua, dibunuh dalam serangan ini. Mayat dari beberapa orang yang dibunuh dibakar bersama rumah-rumah mereka. [9]
kemaren ane abis dr Kupang, NTT.
trus iseng deh cari artikel tentang timor leste.
eh ketemu artikel ini..
adakah yang tau sejarah sebenrnya? Soalnya ane belom lair dulu

Quote:
Prabowo dan Kampung Janda
Irim Tolentino memerankan Beatriz berdiri mencari kekasihnya Thomas di antara para korban pembantaian Kraras dalam sebuah film terbaru A Guerra da Beatriz (Perang Beatriz) yang didasarkan pada kejadian pembantaian di Kraras. [sumber: http://patnpiptimor.wordpress.com/tag/kraras/%5D
Matheos Viktor Messakh
Satutimor.com/KUPANG
Kraras, sebuah kampung di Timor-Leste disebut sebagai ‘kampung janda’. Satu saat di bulan September 1983 hampir semua laki-laki termasuk anak-anak laki di kampung itu dibunuh oleh tentara Indonesia.Beberapa orang melarikan diri ke hutan.Saat ditangkap atau menyerah mereka dipaksa tinggal di sebuah tempat di Kraras bernama Lalerek Mutin dimana banyak yang mati kelaparan. Lalu apa hubungannya kampung Kraras itu dengan Kapten Prabowo Subianto?
Menurut sejumlah sumber, Prabowo Subianto punya andil dalam pembunuhan-pembunuhan di bagian timur Timor-Leste termasuk pembunuhan membabi buta di Kraras itu.Menurut Mario Carrascalao, kejadian tragis pada tanggal 6 Agustus itu “dikoordinasi” oleh Prabowo.[1] Mario, yang waktu itu menjabat sebagai gubernur Timor-Timur, mengatakan ia tidak berada di Timor-Leste waktu itu, ia sedang berada di Jambi untuk melihat program transmigrasi. Namun Mario mengatakan bahwa semua kejadian itu dilaporkan oleh orang-orang Timor dan pihak militer kepadanya. Pada saat itu Komandan Kodim di Viqueque adalah Mayor Hidayat dari Kopassandha[sic*][2] yang kemudian menjadi Bupati Viqueque.
Prabowo datang untuk menemui para pejabat lokal. Selama gencatan senjata yang disepakati sebelumnya oleh Kolonel Purwanto dan Panglima Failintil Xanana Gusmao, Hidayat dan Sekwilda Viqueque Daniel memobilisir para anggota Hansip untuk melakukan kontak dengan para anggota gerilya di hutan. Sementara itu, di kalangan para anggota Hansip orang Timor-Leste terjadi juga ketidakpuasan akibat reorganisasi pasukan-pasukan Hansip yang mengurangi status dan peran orang Timor.[3] Ketidakpuasan ini meluas di Timor-Leste termasu di Kraras yang merupakan sebuah pemukiman baru bagi orang-orang yang menyerah atau tertangkap tahun 1978-179.
Pelecehan seksual sampai rudapaksaan
Pembunuhan-pembunuhan di Kraras dimulai asal usulnya dari perilaku seksual para tentara Indonesia. Menurut Mario Carrascalao dan sejumlah kesaksian pasca kemerdekaan Timor-Leste[4], ada seorang anggota Hansip berhasil melakukan kontak-kontak dan mendapat banyak teman di hutan. Anggota Hansip ini menikah dengan seorang perempuan cantik. Sang istri melapor ke suaminya bahwa ketika ia ke hutan untuk melakukan kontak dengan para gerilyawan di hutan, anggota militer Indonesia telah melecehkannya. Anggota Hansip inilah yang kemudian bereaksi dan memukuli anggota militer yang mengganggu istrinya.
Carrascalao mengatakan, menurut laporan yang sampai kepadanya, kejadian ini sudah diatur; semua diset-up untuk menciptakan insiden.[5] Sejumlah sumber lain juga mengatakan bahwa dalam bulan Juli 1983 tentara Indonesia melakukan sejumlah pelecehan seksual terhadap perempuan setempat, termasuk terhadap istri anggota Ratih yang disebutkan di atas.[6]
Anggota Hansip yang memukuli tentara ini dibawa ke Viqueque. Kira-kira setelah seminggu Mayor Hidayat, sang Komandan Kodim, berkata “Kamu tak membawa pakaian. Kamu tidak mengganti pakaianmu selama seminggu.” Sang anggota Hansip berkata ia ingin pulang ke Kraras untuk mengambil pakaian namun ia tak tahu apakah ia akan diperbolehkan pulang sendiri. Hidayat mengatakan ia mempercayai sang anggota Hansip, lalu ia diperbolehkan pulang ke Kraras. Ketika ia tiba di Kraras, istrinya berlari ke arahnya melaporkan bahwa ia telah dirudapaksa oleh beberapa tentara. Lalu anggota Hansip ini berlari ke hutan untuk melaporkan kepada teman-teman yang telah ia kenal selama masa gencatan senjata.[7]
Pada tanggal 8 Agustus, pasukan Falintil dan anggota-anggota Ratih di bawah komando Virgílio dos Anjos (Ular Rheik) menyerang desa Kraras, menewaskan 15 atau 16 orang anggota batalyon zeni tempur (zipur) yang sedang mempersiapkan warga desa untuk sebuah pertunjukkan pada tanggal 17 Agustus.[8]
Salah seorang anggota zipur sedang berada di atap sebuah rumah sehingga ia selamat. Ia kemudian melaporkan serangan ini kepada komandan batalyon 501. Reaksi Pasukan Indonesia selanjutnya bisa ditebak.
Penduduk sipil jadi sasaran
Pada tanggal 7 September 1983, batalyon 501 memasuki desa Kraras yang sudah kosong dan membakar hampir semua rumah di sana. Sekitar 4 atau 5 orang yang masih tinggal di desa, termasuk seorang perempuan tua, dibunuh dalam serangan ini. Mayat dari beberapa orang yang dibunuh dibakar bersama rumah-rumah mereka. [9]
Diubah oleh adiiiiin 09-06-2014 11:16


anasabila memberi reputasi
1
2.8K
Kutip
17
Balasan
Thread Digembok
Urutan
Terbaru
Terlama
Thread Digembok
Komunitas Pilihan