- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Pegiat HAM masih tak percaya saja kalau Letjen Prabowo diberhentikan dengan Hormat


TS
centilluque
Pegiat HAM masih tak percaya saja kalau Letjen Prabowo diberhentikan dengan Hormat
Minggu, 08 Juni 2014 , 19:55:00
Pegiat HAM Minta SBY Klarifikasi Surat DKP soal Prabowo
JAKARTA - Surat yang disebut-sebut sebagai Surat Keputusan Dewan Kehormatan Perwira (DKP) ABRI tentang pemberhentian Prabowo Subianto dari dinas ketentaraan pada 1998 kini beredar di publik. Hanya saja, keabsahan surat itu masih menjadi pertanyaan.
Terkait beredarnya surat itu, Wakil Ketua Setara Institute Bonar Tigor Naipospos mengatakan bahwa hal itu perlu mendapat perhatian serius dari oleh semua pihak. Menurutnya, pihak TNI khususnya para petinggi militer yang masuk dalam DKP harus mengklarifikasi surat yang dengan sangat jelas menyebut Prabowo dinyatakan diberhentikan dari dinas militer.
Bonar menjelaskan, sangat tak elok bila kemudian tentara yang pernah diberhentikan dari dinas militer karena melanggar Sumpah Prajurit dan Sapta Marga justru menjadi panglima tertinggi karena menjadi presiden. "Secara etik keprajuritan memang menjadi kontradiktif apabila seseorang yang pernah diberhentikan kemudian menjadi panglima tertinggi. Kecuali kemudian ada upaya untuk meralat pemberhentian tersebut, " kata Bonar, di Jakarta, Minggu (8/6).
Bonar menegaskan, para pegiat HAM sebenarnya sudah sejak lama meminta TNI membuka keputusan DKP dan pertimbangan-pertimbangan yang mendasari pemberhentian Prabowo dari TNI yang kala itu masih bernama ABRI. Bonar bahkan menilai surat keputusan DKP itu tidak tergolong rahasia negara.
Menurut Bonar, TNI mempunyai kewajiban untuk bersikap transparan dan bertanggungjawab kepada negara dan rakyat. Apalagi, lanjut Bonar, kini Prabowo sudah tercatat sebagai calon presiden sehingga publik berhak mendapat gambaran pasti tentang jejak rekam mantan Danjen Kopassus itu.
Bonar menambahkan, pemberhentian Prabowo hanyalah sanksi secara militer. Namun, lanjut Bonar, hingga saat ini belum pernah ada proses hukum terhadap Prabowo.
“Mereka yang menjadi korban adalah masyarakat sipil dan bukan korban yang jatuh dalam pertempuran. Karena itu etikanya harusnya diproses secara hukum dan diajukan ke pengadilan,” ucap Bonar.
Seperti diketahui, sesaat setelah Soeharto lengser, terungkap kasus penghilangan sejumlah para aktivis. Atas dasar itu, Wiranto selaku Panglima ABRI memutuskan untuk membentuk DKP yang diketuai oleh Jenderal Subagyo Hadi Siswoyo. Saat itu Subagyo menjabat sebagai Kepala Staf Angkatan Darat.
Duduk sebagai Sekretaris DKP adalah Djamari Chaniago. Sedangkan nama-nama petinggi TNI lain yang duduk di DKP kala itu adalah Fachrul Razi, Susilo Bambang Yudhoyono, Agum Gumelar, Yusuf Kartanegara dan Arie J Kumaat.
Salah satu yang diperiksa DKP adalah Prabowo Subianto, yang saat itu sudah berpangkat Letnan Jenderal dan sedang memangku jabatan sebagai Pangkostrad. Prabowo diperiksa DKP dalam kapasitasnya sebagai Danjen Kopassus. Sebab, kasus penculikan aktivis oleh anggota Kopasus terjadi saat Prabowo memimpin kesatuan elit TNI AD itu.
Setelah melakukan pemeriksaan, DKP berpendapat perwira terperiksa dinyatakan bersalah melanggar sumpah prajurit dan Sapta Marga. Maka DKP menyarankan Prabowo dijatuhi hukuman berupa pemberhentian dari dinas keprajuritan alias diberhentikan dari TNI (ABRI saat itu). Keputusan itulah yang termuat dalam surat yang diduga surat keputusan DKP yang saat ini beredar.
http://www.jpnn.com/read/2014/06/08/...-soal-Prabowo-
Minggu, 08 Juni 2014 , 23:13:00
Terus Desak SBY agar Beber Dokumen Pemberhentian Prabowo
JAKARTA - Ketua Badan Pengurus Setara Institute Hendardi mengingatkan bahwa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) punya tanggung jawab untuk menuntaskan kasus kejahatan hak asasi manusia (HAM) terkait penculikan aktivis yang terjadi pada 1997-1998. Hendardi mengatakan, SBY selaku mantan anggota Dewan Kehormatan Perwira (DKP) bentukan ABRI mesti buka-bukaan tentang kasus dan dasar pemberhentian Prabowo Subianto dari dinas ketentaraan.
Hal itu disampaikan Hendardi menanggapi beredarnya salinan dokumen yang seolah-olah mirip surat keputusan DKP dan berisi tentang pemberhentian Prabowo. Menurut Hendardi, selama ini desakan para pegiat HAM agar TNI membuka dokumen pembeehentian Prabowo dari tentara tak pernah dituruti.
Karenanya Hendardi menegaskan, SBY selaku Panglima Tertinggi TNI lebih baik buka-bukaan saja soal pemberhentian Prabowo dan kasus yang menjeratnya. "Jadi, SBY punya tanggungjawab moral untuk mengungkap kasus penculikan, termasuk memerintahkan Panglima TNI membuka dokumen DKP," kata Hendardi saat ditemui usai jumpa pers bersama di Jakarta, Minggu (8/6).
Hendardi menambahkan, Mabes TNI punya kewajiban untuk memberi penjelasan ke publik tentang dokumen DKP itu. Terlebih lagi, kini Prabowo maju sebagai calon presiden sehingga publik pun berhak tahu rekam jejak dan penyebab mantan Danjen Kopassus itu diberhentikan dari TNI yang kala itu masih bernama ABRI.
“Sekalipun bersifat rahasia, tidak alasan menutup dokumen ini. Mabes TNI punya kewajiban membuka dokumen supaya tidak jadi rumor," ucapnya.
Seperti diketahui, beberapa hari ini beredar dokumen surat keputusan DKP tentang pemberhentian Prabowo. Dalam salinan dokumen tahun 1998 itu disebutkan bahwa Prabowo diberhentikan karena melampaui kewenangan dan bertindak tidak profesional, bahkan sebagai perwira tidak mencerminkan etika perwira sebagai pembela kebenaran, keadilan, perikemanusaiaan maupun korps TNI yang kala itu masih bernama ABRI.
Berdasarkan hasil pemeriksaan DKP, Prabowo dinyatakan bertanggung jawab atas penculikan aktivis pro-demokrasi pada 1997-1998 yang dilakukan oleh Tim Mawar, sebuah unit di bawah Kopassus. Surat berklasifikasi rahasia itu ditandatangani oleh para petinggi TNI yang kala itu duduk di DKP antara lain Subagyo HS sebagai Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD), Susilo Bambang Yudhoyono, Agum Gumelar, Djamari Chaniago, Arie J Kumaat, Fahrul Razi dan Yusuf Kartanegara.
http://www.jpnn.com/read/2014/06/08/...ntian-Prabowo-

Photo saat Jenderal Wiranto, Panglima TNI, mencabut tanda pangkat Letjen Prabowo tahun 1998
Panglima Tertinggi TNI, Presiden B.J. Habibie Menanda-tangani Surat Keputusan Pemberhentian dengan Hormat atas Letjen Prabowo Subianto
31 May 2014


Sumber : Dokumen Pribadi Prabowo Subianto
Informasi simpang siur mengenai status Prabowo Subianto ketika mengakhiri tugas sebagai anggota TNI AD menjadi polemik ditengah masyarakat. Kiranya dengan di publish Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 62 / ABRI / 1998 maka polemik itu dengan sendiri nya selesai. Keluarnya SK Presiden RI yang ditanda tangani Presiden BJ Habibie berdasarkan usulan dari Surat Menhankam / Pangab Nomor R / 811 /P- 03/ 15/38/spres tertanggal 18 Nopember 1998 tentang usul pemberhentian secara terhormat dari dinas keprajuritan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia.
Pertimbangan yang diambil Presiden RI adalah bahwa dengan berakhirnya masa keprajuritan dari dinas Angkatan Bersenjata Republik Indonesia atas nama Letnan Jendral TNI Prabowo Subianto Nrp 27082 perlu dikeluarkan keputusan pemberhentian secara terhormat terhitung mulai tanggal (TMT) 20 Nopember 1998.
Dalam surat keputusan tersebut dicantum kan Letnan Jenderal TNI Prabowo Subianto berhak mendapat pensiun disertai ucapan terima kasih atas jasa jasanya yang telah disumbangkan selama menjalankan tugas terhadap Negara dan Bangsa selaku Prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia.
Dokumen otentik dan akurat seperti yang terdokumentasi diatas sebagai jawaban legal atas segala tuduhan bahwa Prabowo dipecat dari kedinasan militer. Prabowo berhak mendapatkan dana pensiun yang diterima setiap bulan dari PT Asabri

Petikan surat keputusan ini disampaikan kepada Menteri Hankam / Pangab dan Kepala Staf TNI AD serta Salinan Asli ditandatangani oleh Sekretaris Militer Presiden Marsekal Muda TNI Budhy Santoso SE dan tertanda (ttd) Presiden Republik Indonesia Bacharuddin Jusuf Habibie
Hari ini, 30 Mei 2014 Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menetapkan Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa sebagai Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden Republik Indonesia periode 2014 – 2019 dari Koalisi Merah Putih. Dengan demikian apabila nanti masih saja ada pihak tertentu yang mengangkat masalah status Prabowo Subianto terutama yang mengatakan Prabowo dipecat dari dinas militer maka kampanye hitam itu hanya membuang buang enerji saja malah bisa dikategorikan sebagai pepesan kosong.
Koalisi Merah Putih semakin kuat dengan semakin banyaknya komunitas rakyat yang bergabung mendukung Prabowo Hatta. Setiap hari Rumah Polonia di kawasan Cipinang Cempedak Jakarta Timur yang dijadikan sebagai Posko Pemenangan Koalisi Merah Putih di penuhi rakyat yang datang dari seluruh penjuru tanah air. Dukungan deklarasi rakyat diberikan karena mereka merasa yakin hanya Prabowo Hatta yang bisa diandalkan untuk mewujudkan Indonesia Raya yang berdaulat disegala bidang. Kalau bukan kita siapa lagi, kalau bukan sekarang kapan lagi.
(source)
Dokumentasi Sekitar Pemberhentian Dengan Hormat Letjen Prabowo di Media Nasional:
-----------------------------
Dengan telah dijatuhkannya hukuman berupa pemberhentian dengan hormat sebagai anggota TNI itu, maka selesailah semua urusan berkaitan dengan semua pelanggaran yang pernah dilakukan saat mantan Letjen Prabowo Subianto itu melaksanakan tugasnya sebagai anggota TNI. Yang bersangkutan sudah menerima hukumannya berupa diberhentikan dengan hormat oleh Panglima Tertinggi TNI/Presiden Republik Indonesia, berdasarkan Kepres No. 62/ABRI/1998.
Berbeda dengan hukuman yang dijatuhkan kepada seorang pesakitan/tersangka atas dasar vonis Hakim di Pengadilan Negeri Sipil atau Pengadilan Militer, yang menyebabkan si pesakitan/tersangka akan menyandang sebutan sebagai narapidana, maka keputusan Dewan Kehormatan Perwira yang dibentuk untuk "mengadili" Letjen Prabowo Subianto ini, tentu tidak menyebabkan si pesakitan/tersangka menyandang status sebagai narapidana.
Dalam hal ini, mantan Letjen Prabowo Subianto, setelah dia diberhentikan dengan hormat oleh Panglima Tertinggi TNI/Presiden RI, selanjutnya dia hanya dikembalikan sebagai warga negara biasa dengan status seperti warga sipil umumnya. Dia boleh tinggal di dalam negeri atau dilluar negeri kalau dia mau, selama ybs tunduk pada hukum NKRI yang berlaku. Selanjutnya ybs bebas menikmati hak-hak sipilnya, termasuk hak memilih atau hak dipilih dalam prooses Pemilu Legislatif atau Pilpres. Syarat Pilpres satu pun tidak ada menyebutkan bahwa seseorang yang pernah diberhentikan dengan hormat dari jabatannya ketiak di Sipil atau Militer, dilarang ikut mendaftar.
Tentang beredarnya 'dokumen rahasia' yang disebut-sebut sebagai dokumen DKP beberapa hari terakhir ini di internet, dan yang menjadi landasan bagi para pegiat HAM untuk membuka kembali kasus Prabowo, adalah kemunduran berfikir. Sedahsyat apa pun isi tuduhan yang ada di 'dokumen rahasia DKP' itu, tetap saja hal itu hanya sebuah rekomendasi kepada Presiden RI selaku panglima Tertinggi TNI. Dan DKP tak lebih seperti komisi etik saja (makanya disebut dewan kehormatan), tidak punya kewenangan memvonis, dan apalagi menghukum pesakitan yang menjadi obyeknya.
Keputusan akhir sudah dibuat oleh panglima tertinggi TNI saat itu, Presiden BJ Habibie, setelah presiden mempertimbangkan masukan dari hasil investigasi tim DKP itu. Dan keputusan Presiden itu mutlak dan sah! Apa ada pihak militer yang masih mau mempermasalahkan keputusan dari Panglima Tertingginya? Tidak! Kecuali para pegiat HAM dan lembaga HAM yang semua juga sudah pada tahu, bahwa agenda utama mereka di negeri ini, tak lebih untuk memperjuangkan dan menyuarakan "pesanan" dari Tuannya di negeri asing. Clear?

Pegiat HAM Minta SBY Klarifikasi Surat DKP soal Prabowo
JAKARTA - Surat yang disebut-sebut sebagai Surat Keputusan Dewan Kehormatan Perwira (DKP) ABRI tentang pemberhentian Prabowo Subianto dari dinas ketentaraan pada 1998 kini beredar di publik. Hanya saja, keabsahan surat itu masih menjadi pertanyaan.
Terkait beredarnya surat itu, Wakil Ketua Setara Institute Bonar Tigor Naipospos mengatakan bahwa hal itu perlu mendapat perhatian serius dari oleh semua pihak. Menurutnya, pihak TNI khususnya para petinggi militer yang masuk dalam DKP harus mengklarifikasi surat yang dengan sangat jelas menyebut Prabowo dinyatakan diberhentikan dari dinas militer.
Bonar menjelaskan, sangat tak elok bila kemudian tentara yang pernah diberhentikan dari dinas militer karena melanggar Sumpah Prajurit dan Sapta Marga justru menjadi panglima tertinggi karena menjadi presiden. "Secara etik keprajuritan memang menjadi kontradiktif apabila seseorang yang pernah diberhentikan kemudian menjadi panglima tertinggi. Kecuali kemudian ada upaya untuk meralat pemberhentian tersebut, " kata Bonar, di Jakarta, Minggu (8/6).
Bonar menegaskan, para pegiat HAM sebenarnya sudah sejak lama meminta TNI membuka keputusan DKP dan pertimbangan-pertimbangan yang mendasari pemberhentian Prabowo dari TNI yang kala itu masih bernama ABRI. Bonar bahkan menilai surat keputusan DKP itu tidak tergolong rahasia negara.
Menurut Bonar, TNI mempunyai kewajiban untuk bersikap transparan dan bertanggungjawab kepada negara dan rakyat. Apalagi, lanjut Bonar, kini Prabowo sudah tercatat sebagai calon presiden sehingga publik berhak mendapat gambaran pasti tentang jejak rekam mantan Danjen Kopassus itu.
Bonar menambahkan, pemberhentian Prabowo hanyalah sanksi secara militer. Namun, lanjut Bonar, hingga saat ini belum pernah ada proses hukum terhadap Prabowo.
“Mereka yang menjadi korban adalah masyarakat sipil dan bukan korban yang jatuh dalam pertempuran. Karena itu etikanya harusnya diproses secara hukum dan diajukan ke pengadilan,” ucap Bonar.
Seperti diketahui, sesaat setelah Soeharto lengser, terungkap kasus penghilangan sejumlah para aktivis. Atas dasar itu, Wiranto selaku Panglima ABRI memutuskan untuk membentuk DKP yang diketuai oleh Jenderal Subagyo Hadi Siswoyo. Saat itu Subagyo menjabat sebagai Kepala Staf Angkatan Darat.
Duduk sebagai Sekretaris DKP adalah Djamari Chaniago. Sedangkan nama-nama petinggi TNI lain yang duduk di DKP kala itu adalah Fachrul Razi, Susilo Bambang Yudhoyono, Agum Gumelar, Yusuf Kartanegara dan Arie J Kumaat.
Salah satu yang diperiksa DKP adalah Prabowo Subianto, yang saat itu sudah berpangkat Letnan Jenderal dan sedang memangku jabatan sebagai Pangkostrad. Prabowo diperiksa DKP dalam kapasitasnya sebagai Danjen Kopassus. Sebab, kasus penculikan aktivis oleh anggota Kopasus terjadi saat Prabowo memimpin kesatuan elit TNI AD itu.
Setelah melakukan pemeriksaan, DKP berpendapat perwira terperiksa dinyatakan bersalah melanggar sumpah prajurit dan Sapta Marga. Maka DKP menyarankan Prabowo dijatuhi hukuman berupa pemberhentian dari dinas keprajuritan alias diberhentikan dari TNI (ABRI saat itu). Keputusan itulah yang termuat dalam surat yang diduga surat keputusan DKP yang saat ini beredar.
http://www.jpnn.com/read/2014/06/08/...-soal-Prabowo-
Minggu, 08 Juni 2014 , 23:13:00
Terus Desak SBY agar Beber Dokumen Pemberhentian Prabowo
JAKARTA - Ketua Badan Pengurus Setara Institute Hendardi mengingatkan bahwa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) punya tanggung jawab untuk menuntaskan kasus kejahatan hak asasi manusia (HAM) terkait penculikan aktivis yang terjadi pada 1997-1998. Hendardi mengatakan, SBY selaku mantan anggota Dewan Kehormatan Perwira (DKP) bentukan ABRI mesti buka-bukaan tentang kasus dan dasar pemberhentian Prabowo Subianto dari dinas ketentaraan.
Hal itu disampaikan Hendardi menanggapi beredarnya salinan dokumen yang seolah-olah mirip surat keputusan DKP dan berisi tentang pemberhentian Prabowo. Menurut Hendardi, selama ini desakan para pegiat HAM agar TNI membuka dokumen pembeehentian Prabowo dari tentara tak pernah dituruti.
Karenanya Hendardi menegaskan, SBY selaku Panglima Tertinggi TNI lebih baik buka-bukaan saja soal pemberhentian Prabowo dan kasus yang menjeratnya. "Jadi, SBY punya tanggungjawab moral untuk mengungkap kasus penculikan, termasuk memerintahkan Panglima TNI membuka dokumen DKP," kata Hendardi saat ditemui usai jumpa pers bersama di Jakarta, Minggu (8/6).
Hendardi menambahkan, Mabes TNI punya kewajiban untuk memberi penjelasan ke publik tentang dokumen DKP itu. Terlebih lagi, kini Prabowo maju sebagai calon presiden sehingga publik pun berhak tahu rekam jejak dan penyebab mantan Danjen Kopassus itu diberhentikan dari TNI yang kala itu masih bernama ABRI.
“Sekalipun bersifat rahasia, tidak alasan menutup dokumen ini. Mabes TNI punya kewajiban membuka dokumen supaya tidak jadi rumor," ucapnya.
Seperti diketahui, beberapa hari ini beredar dokumen surat keputusan DKP tentang pemberhentian Prabowo. Dalam salinan dokumen tahun 1998 itu disebutkan bahwa Prabowo diberhentikan karena melampaui kewenangan dan bertindak tidak profesional, bahkan sebagai perwira tidak mencerminkan etika perwira sebagai pembela kebenaran, keadilan, perikemanusaiaan maupun korps TNI yang kala itu masih bernama ABRI.
Berdasarkan hasil pemeriksaan DKP, Prabowo dinyatakan bertanggung jawab atas penculikan aktivis pro-demokrasi pada 1997-1998 yang dilakukan oleh Tim Mawar, sebuah unit di bawah Kopassus. Surat berklasifikasi rahasia itu ditandatangani oleh para petinggi TNI yang kala itu duduk di DKP antara lain Subagyo HS sebagai Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD), Susilo Bambang Yudhoyono, Agum Gumelar, Djamari Chaniago, Arie J Kumaat, Fahrul Razi dan Yusuf Kartanegara.
http://www.jpnn.com/read/2014/06/08/...ntian-Prabowo-

Photo saat Jenderal Wiranto, Panglima TNI, mencabut tanda pangkat Letjen Prabowo tahun 1998
Panglima Tertinggi TNI, Presiden B.J. Habibie Menanda-tangani Surat Keputusan Pemberhentian dengan Hormat atas Letjen Prabowo Subianto
31 May 2014


Sumber : Dokumen Pribadi Prabowo Subianto
Informasi simpang siur mengenai status Prabowo Subianto ketika mengakhiri tugas sebagai anggota TNI AD menjadi polemik ditengah masyarakat. Kiranya dengan di publish Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 62 / ABRI / 1998 maka polemik itu dengan sendiri nya selesai. Keluarnya SK Presiden RI yang ditanda tangani Presiden BJ Habibie berdasarkan usulan dari Surat Menhankam / Pangab Nomor R / 811 /P- 03/ 15/38/spres tertanggal 18 Nopember 1998 tentang usul pemberhentian secara terhormat dari dinas keprajuritan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia.
Pertimbangan yang diambil Presiden RI adalah bahwa dengan berakhirnya masa keprajuritan dari dinas Angkatan Bersenjata Republik Indonesia atas nama Letnan Jendral TNI Prabowo Subianto Nrp 27082 perlu dikeluarkan keputusan pemberhentian secara terhormat terhitung mulai tanggal (TMT) 20 Nopember 1998.
Dalam surat keputusan tersebut dicantum kan Letnan Jenderal TNI Prabowo Subianto berhak mendapat pensiun disertai ucapan terima kasih atas jasa jasanya yang telah disumbangkan selama menjalankan tugas terhadap Negara dan Bangsa selaku Prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia.
Dokumen otentik dan akurat seperti yang terdokumentasi diatas sebagai jawaban legal atas segala tuduhan bahwa Prabowo dipecat dari kedinasan militer. Prabowo berhak mendapatkan dana pensiun yang diterima setiap bulan dari PT Asabri

Petikan surat keputusan ini disampaikan kepada Menteri Hankam / Pangab dan Kepala Staf TNI AD serta Salinan Asli ditandatangani oleh Sekretaris Militer Presiden Marsekal Muda TNI Budhy Santoso SE dan tertanda (ttd) Presiden Republik Indonesia Bacharuddin Jusuf Habibie
Hari ini, 30 Mei 2014 Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menetapkan Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa sebagai Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden Republik Indonesia periode 2014 – 2019 dari Koalisi Merah Putih. Dengan demikian apabila nanti masih saja ada pihak tertentu yang mengangkat masalah status Prabowo Subianto terutama yang mengatakan Prabowo dipecat dari dinas militer maka kampanye hitam itu hanya membuang buang enerji saja malah bisa dikategorikan sebagai pepesan kosong.
Koalisi Merah Putih semakin kuat dengan semakin banyaknya komunitas rakyat yang bergabung mendukung Prabowo Hatta. Setiap hari Rumah Polonia di kawasan Cipinang Cempedak Jakarta Timur yang dijadikan sebagai Posko Pemenangan Koalisi Merah Putih di penuhi rakyat yang datang dari seluruh penjuru tanah air. Dukungan deklarasi rakyat diberikan karena mereka merasa yakin hanya Prabowo Hatta yang bisa diandalkan untuk mewujudkan Indonesia Raya yang berdaulat disegala bidang. Kalau bukan kita siapa lagi, kalau bukan sekarang kapan lagi.
(source)
Dokumentasi Sekitar Pemberhentian Dengan Hormat Letjen Prabowo di Media Nasional:
Quote:
-----------------------------
- Letjen Prabowo oleh Dewan Kehormatan Perwira telah diputuskan bersalah atas tindakannya;
- Atas tuduhan itu, Letjen Prabowo Subianto mengakui salah (seperti kutipan media diatas itu);
- Lalu Dewan Kehormatan Perwira (tentu melalui panglima TNI), meneruskan surat itu ke Panglima Tertinggi TNI saat itu, Presiden BJ Habibie, untuk diputuskan oleh Sang Panglima Tertinggi;
- Surat Keputusan Presiden BJ Habibie selaku panglima Tertinggi TNI akhirnya turun: Letjen Prabowo Subianto diberhentikan dengan Hormat.
- Karena dia diberhentikan dengan hormat, maka bekas perwira Kopassus ybs masih berhak menerima uang pensiun,
- Makanya keluarlah 'Surat Pensiun' atas nama Letjen Prabowo Subianto itu.
Dengan telah dijatuhkannya hukuman berupa pemberhentian dengan hormat sebagai anggota TNI itu, maka selesailah semua urusan berkaitan dengan semua pelanggaran yang pernah dilakukan saat mantan Letjen Prabowo Subianto itu melaksanakan tugasnya sebagai anggota TNI. Yang bersangkutan sudah menerima hukumannya berupa diberhentikan dengan hormat oleh Panglima Tertinggi TNI/Presiden Republik Indonesia, berdasarkan Kepres No. 62/ABRI/1998.
Berbeda dengan hukuman yang dijatuhkan kepada seorang pesakitan/tersangka atas dasar vonis Hakim di Pengadilan Negeri Sipil atau Pengadilan Militer, yang menyebabkan si pesakitan/tersangka akan menyandang sebutan sebagai narapidana, maka keputusan Dewan Kehormatan Perwira yang dibentuk untuk "mengadili" Letjen Prabowo Subianto ini, tentu tidak menyebabkan si pesakitan/tersangka menyandang status sebagai narapidana.
Dalam hal ini, mantan Letjen Prabowo Subianto, setelah dia diberhentikan dengan hormat oleh Panglima Tertinggi TNI/Presiden RI, selanjutnya dia hanya dikembalikan sebagai warga negara biasa dengan status seperti warga sipil umumnya. Dia boleh tinggal di dalam negeri atau dilluar negeri kalau dia mau, selama ybs tunduk pada hukum NKRI yang berlaku. Selanjutnya ybs bebas menikmati hak-hak sipilnya, termasuk hak memilih atau hak dipilih dalam prooses Pemilu Legislatif atau Pilpres. Syarat Pilpres satu pun tidak ada menyebutkan bahwa seseorang yang pernah diberhentikan dengan hormat dari jabatannya ketiak di Sipil atau Militer, dilarang ikut mendaftar.
Tentang beredarnya 'dokumen rahasia' yang disebut-sebut sebagai dokumen DKP beberapa hari terakhir ini di internet, dan yang menjadi landasan bagi para pegiat HAM untuk membuka kembali kasus Prabowo, adalah kemunduran berfikir. Sedahsyat apa pun isi tuduhan yang ada di 'dokumen rahasia DKP' itu, tetap saja hal itu hanya sebuah rekomendasi kepada Presiden RI selaku panglima Tertinggi TNI. Dan DKP tak lebih seperti komisi etik saja (makanya disebut dewan kehormatan), tidak punya kewenangan memvonis, dan apalagi menghukum pesakitan yang menjadi obyeknya.
Keputusan akhir sudah dibuat oleh panglima tertinggi TNI saat itu, Presiden BJ Habibie, setelah presiden mempertimbangkan masukan dari hasil investigasi tim DKP itu. Dan keputusan Presiden itu mutlak dan sah! Apa ada pihak militer yang masih mau mempermasalahkan keputusan dari Panglima Tertingginya? Tidak! Kecuali para pegiat HAM dan lembaga HAM yang semua juga sudah pada tahu, bahwa agenda utama mereka di negeri ini, tak lebih untuk memperjuangkan dan menyuarakan "pesanan" dari Tuannya di negeri asing. Clear?

Diubah oleh centilluque 09-06-2014 07:02
0
9.6K
19


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan