nuke1992Avatar border
TS
nuke1992
KEKELIRUAN SUDUT PANDANG
KEKELIRUAN SUDUT PANDANG

Banyak sekali sahabat yang terjebak dalam sebuah penilaian subyektif pada diri saya bahwa persolan pilpres hanya berkutat pada profil kedua capres. Sekedar mengukur kelebihan dan kelemahan kedua capres saja. Sekedar melihat dari sisi dukung mendukung atau sekedar menang dan kalah.

Padahal bukan itu yang saya maksudkan.

Persoalan pilpres adalah persoalan pengaruh sistem kehidupan untuk rakyat banyak. Pengaruh sistem kehidupan pada rakyat banyak akan berujung pada sebuah analisis tentang nilai-nilai pemahaman dari capres, parlemen pendukung, partai pendukung, dan personal pendukungnya.

Nilai-nilai pemahaman ini akan mengerucut pada landasan ideologi yang 'dipegang' oleh siapapun. Seorang capres tentu akan berpengaruh besar pada tatanan kehidupan bangsa dan negara, karena dengan sistem presidensial yang masih dianut, maka Indonesia masih menjadikan Presiden sebagai bagian penting dari perumusan undang-undang. Namun demikian, parlemen sebagai institusi perumus undang-undang juga akan berpengaruh besar terhadap kebijakan seorang presiden. Dan kebijakan parlemen akan dipengaruhi sepenuhnya oleh kebijakan partai. Sementara itu kebijakan partai akan sangat dipengaruhi oleh elite partai dan berujung pada ideologi pendukung partai tersebut.

Sangat naif jika membahas pilpres hanya sekedar melihat profil capres yang berkaitan. Menganalisis secara holistik akan memberikan ruang kepada kita untuk cenderung tidak keliru dalam mengambil kesimpulan.

Jokowi dan Prabowo bisa jadi bukanlah orang yang sempurna atau terbaik dalam memimpin negeri ini. Dalam alam demokrasi, mereka adalah sekedar pilihan partai-partai yang diusulkan kepada rakyat untuk dipilih.

Banyak rakyat yang terjebak dalam pemikiran skeptis tentang profil capres saja. Bahkan menuduh atau memaksa pihak lain yang masih belum MEMASTIKAN pilihan untuk memastikan dukungannya. Seakan-akan saya harus seperti mereka.

Cara berfikir subyektif ini cenderung dipaksakan kepada pihak lain agar mengikutinya.

Kondisi ini diperparah lagi dengan ketidakmauan untuk melakukan diskusi yang komprehensif sehingga ada pemahaman-pemahaman mendasar yang bisa jadi belum mengerecut pada kesepakatan atau ketegasan perbedaan.

Sebagai misal, dalam konteks batasan dan definisi black campaign. Belum ada kesepakatan batasan pemahaman tentang definisi black campaign. Sehingga bermunculan asumsi, dan penilaian subyektif tentang aktivitas yang 'diduga' black campaign ini.

Pada satu sisi, pendukung yang mengexplore kelebihan seorang capres secara tidak proporsional dipandang sebagai aktivitas white campaign. Di sisi lain, pendukung lain memandangnya itu adalah pencitraan yang tidak proporsional dan sebuah aktivitas black campaign juga dalam konteks sebuah obyektifitas. Ketika pihak lain ini melakukan penyeimbangan informasi berkaitan dengan ketidakproporsionalan penilaian tersebut, pendukung lain menganggap bahwa itu upaya black campaign.

Contoh lain misalnya, definisi dan batasan tentang SARA. Ketika ada pendukung yang menangkat menanyakan kualitas keislaman dan keimanan seseorang dalam memimpin atau sebuah partai langsung dipandang sebagai aktivitas SARA. Padalah pangangkatan itu tidak mengandung unsur flaming seperti menghina, dan mencaci maki agama lain. Di sisi lain upaya menganggap sebuah nasehat atau anjuran tentang keimanan dan keislaman menjadi sebagai seakan-akan sebuah kebencian dan permusuhan, justru malah dipandang sebagai bukan aktivitas black campaign.

Di sinilah kita sebaiknya cerdas berfikir. Tidak mendahulukan pemahaman perasaan dibanding pemahaman pemikiran.

Pada akhirnya intropeksi pada diri sendiri menjadi hal mutlak dalam mengerem praduga-praduga yang muncul akibat "KEBELUMSESUAIAN PEMAHAMAN" ini.

Kembali pada nilai-nilai kerendahan hati, menundukkan kepala, bersujud, dan menangis di malam hari untuk mengadu kepada Yang Memiliki Hati, akan menjadi obat yang manjur untuk memahami kebenaran atau kekeliruan kita.

Betul kata KH Mustofa Bisri, dalam hidup sebaiknya kita menyiapkan 2 cermin. Cermin pertama untuk memahami kelemahan kita, dan cermin kedua untuk memahami kelebihan orang lain.

Mari saudaraku, masa depan tetap saja menjadi sebuah misteri. Kita belum tahu apa yang akan terjadi esok hari. Yang kita bisa lakukan adalah membaikkan masa depan atau memperburuk masa depan dengan perilaku kita semua saat ini.

Mari tidak mencintai Jokowi atau Prabowo melebihi cinta kita kepada Allah SWT dan Rasul-Nya.

Wallahu a'lam ...
anasabilaAvatar border
anasabila memberi reputasi
1
2.7K
16
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan