Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

zainudinayyubiAvatar border
TS
zainudinayyubi
Innalillah, Gerakan Shalat & Al Qu'ran Dilecehkan Stand Up Comedy 'Ambia'
JAKARTA (voa-islam.com) - Acara Stand-Up Comedy kerap menimbulkan lawakan dan komedi
seringkali diisi dengan ejekan-ejekan serta anekdot. Namun tak jarang pula hinaan slapstick
tersebut terang-terangan mengkaitkan dengan Islam. Contohnya adalah seperti dalam acara
Stand-Up Comedy yang ditayangkan di Metro TV berikut ini.
Fyi, Acara Stand-Up Comedy ini ditayangkan di Metro TV meski dahulu pada awalnya pada
KompasTV.
Comic atau peserta dengan nama “Ustaz” Ambia ini menjadikan tema lawakannya yang terkait
ibadah dalam Islam, yakni ibadah shalat. Sebuah ibadah yang sangat mendasar namun paling
awal di hisab oleh para malaikat kelak.
Kelakar comic ala “Ustaz” Ambia dengan menampilkan dandanan layaknya seorang Ustadz
sungguhan, melakukan plesetan gerakan Sholat dengan bacaan Qur’an surat Al Ikhlash. Ambia
sesuai penuturannya pernah kuliah di UIN jurusan Syariah.
Dalam Islam hal ini disebut dengan Istihza', secara bahasa artinya sukhriyah, yaitu melecehkan
[2]. Ar Raghib Al Ashfahani berkata,”Al huzu', adalah senda-gurau tersembunyi. Kadang-kala
disebut juga senda-gurau atau kelakar."
Al Baidhawi berkata,”Al Istihza', artinya adalah pelecehan dan penghinaan. Dapat dikatakan
haza'tu atau istahza'tu. Kedua kata itu sama artinya. Seperti kata ajabtu dan istajabtu.” Dari
penjelasan di atas, dapat kita ketahui makna istihzaa'. Yaitu pelecehan dan penghinaan dalam
bentuk olok-olokan dan kelakar.
Apa hukum Istihza atau Senda Gurau Perkara Agama?
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman dalam kitabNya:
Orang-orang munafik itu takut akan diturunkan terhadap mereka sesuatu surat yang menerangkan
apa yang tersembunyi di dalam hati mereka. Katakanlah kepada mereka: "Teruskanlah ejekan-
ejekanmu (terhadap Allah dan RasulNya)". Sesungguhnya Allah akan menyatakan apa yang kamu
takuti. [At Taubah:64].
Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentu mereka
akan menjawab: "Sesungguhnya kami hanya bersenda-gurau dan bermain-main saja".
Katakanlah: "Apakah dengan Allah, ayat-ayatNya dan RasulNya, kamu selalu berolok-olok?". [At
Taubah:65].
Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman. Jika Kami mema'afkan
segolongan dari kamu (lantaran mereka taubat), niscaya Kami akan mengadzab golongan (yang
lain) disebabkan mereka adalah orang-orang yang selalu berbuat dosa. [At Taubah:66].
Ayat ini menjelaskan sikap orang-orang munafik terhadap Allah, RasulNya dan kaum mukminin.
Kebencian yang selama ini mereka pendam, terlahir dalam bentuk ejekan dan olok-olokan
terhadap Allah dan RasulNya.
Berkaitan dengan ayat ini, Ibnu Katsir mencantumkan sebuah riwayat
dari Muhammad bin Ka'ab Al Qurazhi dan lainnya yang menjelaskan
kepada kita bentuk pelecehan dan olokan mereka terhadap Allah,
RasulNya dan ayat-ayatNya.
Ia berkata: Seorang lelaki munafik mengatakan: "Menurutku, para qari (pembaca) kita ini hanyalah
orang-orang yang paling rakus makannya, paling dusta perkataannya dan paling penakut di
medan perang."
Sampailah berita tersebut kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, lalu orang munafik itu
menemui Beliau, sedangkan Beliau sudah berada di atas ontanya bersiap-siap hendak berangkat.
Ia berkata: "Wahai, Rasulullah. Sesungguhnya kami hanyalah bersenda gurau dan bermain-main
saja." Maka turunlah firman Allah.
"Apakah dengan Allah, ayat-ayatNya dan RasulNya kamu selalu berolok-olok?" sesungguhnya
kedua kakinya tersandung-sandung batu, sedangkan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak
menoleh kepadanya, dan ia bergantung di tali pelana Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.[1]
Ayat ini menjelaskan hukum memperolok-olok Allah, RasulNya, ayat-ayatNya, agamaNya dan
syiar-syiar agama, yaitu hukumnya kafir. Barangsiapa memperolok-olok RasulNya, berarti ia telah
memperolok-olok Allah. Barangsiapa memperolok-olok ayat-ayatNya, berarti ia telah
memperolok-olok RasulNya. Barangsiapa memperolok-olok salah satu daripadanya, berarti ia
memperolok-olok seluruhnya. Perbuatan yang dilakukan oleh kaum munafikin itu adalah
memperolok-olok Rasul dan sahabat Beliau, lalu turunlah ayat ini sebagai jawabannya.
Sikap memperolok-olok syi’ar agama bertentangan dengan keimanan. Dua sikap ini, dalam diri
seseorang, tidak akan bisa bertemu. Oleh karena itu, Allah menyebutkan bahwa pengagungan
terhadap syiar-syiar agama berasal dari ketaqwaan hati. Allah berfirman.
Dan barangsiapa mengagungkan syi'ar-syi'ar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari
ketaqwaan hati. [Al Hajj:32].
ISTIHZA', DAHULU DAN SEKARANG
Perbuatan mengolok-olok agama dan syi’ar-syi’ar agama ini, bukan hanya muncul pada masa
sekarang; namun akarnya sudah ada sejak dahulu. Banyak sekali bentuk-bentuk istihzaa' yang
dilakukan oleh orang-orang dahulu maupun sekarang.
Diantaranya:
1) Dalam bentuk pelesetan-pelesetan yang menghina agama.
Bisa dikatakan, Yahudilah yang menjadi pelopor dalam membuat pelesetan-pelesetan yang isinya
menghina Allah, RasulNya dan Islam. Sikap mereka ini telah disebutkan oleh Allah dalam
firmanNya.
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu katakan (Muhammad): "Raa'ina", tetapi
katakanlah: "Unzhurna", dan "dengarlah". Dan bagi orang-orang yang kafir siksaan yang pedih. [Al
Baqarah:104].
Raa'ina, artinya sudilah kiranya kamu memperhatikan kami. Dikala para sahabat menggunakan
kata-kata ini kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, orang-orang Yahudipun
memakainya pula, akan tetapi mereka pelesetkan. Mereka katakan ru'unah, artinya ketololan yang
amat sangat. Ini sebagai ejekan terhadap Rasulullah. Oleh karena itulah, Allah menyuruh para
sahabat agar menukar perkataan raa'ina dengan unzhurna, yang juga sama artinya dengan
raa'ina.
Yahudi juga memelesetkan ucapan salam menjadi as saamu 'alaikum, yang artinya (semoga
kematianlah atas kamu). Mereka tujukan ucapan itu kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam.
Sebelumnya, hal sama sebenarnya telah mereka lakukan terhadap Nabi Musa Alaihissallam. Allah
menceritakannya dalam KitabNya.
.
Dan (ingatlah), ketika Kami berfirman: "Masuklah kamu ke negeri ini (Baitul Maqdis), dan
makanlah dari hasil buminya, yang banyak lagi enak dimana yang kamu sukai, dan masukilah
pintu gerbangnya dengan bersujud, dan katakanlah: "Bebaskanlah kami dari dosa", niscaya Kami
ampuni kesalahan-kesalahanmu. Dan kelak Kami akan menambah (pemberian Kami) kepada
orang-orang yang berbuat baik. Lalu orang-orang yang mengganti perintah dengan (mengerjakan)
yang tidak diperintahkan kepada mereka. Sebab itu Kami timpakan atas orang-orang yang zhalim
itu siksaan dari langit, karena mereka berbuat fasik. [Al Baqarah:58, 59].
Mereka disuruh mengucapkan hiththah, yang artinya bebaskanlah kami dari dosa. Namun mereka
pelesetkan menjadi hinthah, yang artinya beri kami gandum.
Memang, urusan peleset-memelesetan ini orang Yahudi merupakan biangnya. Celakanya, sikap
seperti inilah yang ditiru oleh sebagian orang jahil. Mereka menjadikan agama sebagai bahan
pelesetan. Seperti yang dilakukan oleh para pelawak yang memelesetkan ayat-ayat Allah dan
syi’ar-syi’ar agama.
Sebagai contoh, memelesetkan firman Allah yang berbunyi "laa taqrabuu zina" kemudian diartikan
“jangan berzina hari Rabu!” Bahkan sebagian oknum itu, ada yang berani memelesetkan arti
firman Allah: Inna lillahi wa inna ilahi raji'un, dengan arti “yang tidak berkepentingan dilarang
masuk!” dalam bentuk guyonan dan lawakan. Kepada orang seperti ini, kita ucapakan inna lillahi
wa inna ilaihi raji'un.
Demikian pula, kita sering mendengar dari sebagian orang yang memelesetkan lafadz azan.
Sebagai contoh ucapan "hayya 'alal falaah", mereka pelesetkan menjadi "hayalan saja". Dan
masih banyak lagi bentuk-bentuk pelesetan, yang hakikatnya adalah pelecehan dan istihzaa'
terhadap syi’ar-syi’ar agama. Hendaklah orang-orang yang melakukannya segera bertaubat
dengan taubatan nasuha. Dan bagi para orang tua, hendaklah mencegah dan melarang anak-
anaknya, apabila mendengar anak-anak mereka melatahi pelesetan-pelesetan bernada pelecehan
tersebut. Hendaklah mereka ketahui, bahwa perbuatan seperti itu merupakan perbuatan Yahudi.
2) Dalam bentuk ejekan dan sindiran terhadap syi’ar-syi’ar agama dan orang-orang yang
mengamalkannya.
Seringkali kita mendengar sebagian orang tak bermoral mengejek wanita-wanita Muslimah yang
mengenakan busana Islami dengan bercadar dan warna hitam-hitam dengan ejekan “ninja! ninja!
Atau seorang Muslim yang taat memelihara jenggotnya dengan ejekan “kambing!” Atau seorang
Muslim yang berpakaian menurut Sunnah tanpa isbal (tanpa menjulurkannya melebihi mata kaki)
dengan ejekan: “pakaian kebanjiran”. Sering kita dapati di kantor-kantor, para pegawai yang taat
menjalankan syi’ar agama ini diejek oleh rekan kerjanya yang jahil alias tolol. Sekarang ini kaum
muslimin yang taat menjaga identitas keislamannya, seringkali dicap dan diejek dengan sebutan
teroris dan lain sebagainya. Yang sangat memprihatinkan adalah para pelaku pelecehan dan
pengejekan itu adalah dari kalangan kaum muslimin sendiri.
3) Dalam bentuk sindiran terhadap Islam dan hukum-hukumnya.
Seperti orang yang mengejek hukum hudud dalam Islam, semisal potong tangan dan rajam dengan
sebutan hukum barbar. Menyebut Islam sebagai agama kolot dan terkebelakang. Menyebut
syariat thalak dan ta'addud zaujaat (poligami) sebagai kezhaliman terhadap kaum wanita. Atau
ucapan bahwa Islam tidak cocok diterapkan pada zaman modern. Dan ucapan-ucapan sejenisnya.
4) Dalam bentuk perbuatan dan bahasa tubuh atau gambar.
Seperti isyarat, istihzaa' dalam bentuk karikatur dan sejenisnya.
PENUTUP
Tulisan ini merupakan peringatan dan nasihat kepada segenap kaum muslimin dari perbuatan
dosa besar yang dapat mengeluarkan pelakunya dari Islam. Berapa banyak kita dapati bentuk-
bentuk penghinaan terhadap syi’ar-syi’ar agama, pelesetan-pelesetan yang berisi sindiran
terhadap agama, karikatur-karikatur lelucon yang berisi ejekan dan lain sebagainya. Khususnya
banyak kita dapati anak-anak kaum muslimin melatahi bentuk-bentuk istihza' ini. Anehnya, para
orang tua diam saja melihatnya tanpa memperingatkan atau memberi hukuman terhadap anak-
anak mereka. Sehingga istihzaa' ini menjadi hal yang biasa di kalangan kaum muslimin, padahal
termasuk dosa besar. Na'udzubillah min dzalika.
Bagi siapa saja yang diserahkan mengurusi urusan kaum muslimin, hendaklah cepat tanggap
mengambil tindakan terhadap setiap bentuk pelecehan terhadap agama, apapun bentuknya.
Karena hal itu termasuk kejahatan yang harus dibasmi, dan pelakunya berhak dihukum dengan
hukuman yang berat.
[Disalin Abu Ihsan dari majalah As-Sunnah Edisi 05/Tahun VIII/1425H/2004M Diterbitkan Yayasan
Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km. 8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp.
08121533647, 08157579296]
0
2.8K
7
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan