gampang11Avatar border
TS
gampang11
Prabowo Subianto Bukan Pemimpin Demokratis, Hatta Rajasa Tuna Prestasi
Prabowo Dinilai Tidak Berpengalaman Jadi Pemimpin Demokratis


Guru Besar Ilmu Pemerintahan Universitas Gajah Mada (UGM), Purwo Santoso menilai, kandidat presiden Prabowo Subianto sama sekali tidak memiliki pengalaman untuk menjadi pemimpin yang demokratis.

"Prabowo hanya memiliki pengalaman militer. Saat aktif di militer pun model pemerintahannya otoriter. Jadi, Prabowo belum punya pengalaman jadi pemimpin yang demokratis," ujar Purwo ketika dihubungi di Jakarta, Sabtu (31/5/2014).

Padahal, kata Purwo, Indonesia sudah bergeser ke arah pemerintahan yang menuntut konsep demokrasi sehingga dibutuhkan pemimpin yang demokratis. Menurutnya, Prabowo harus sanggup membuktikan kepada rakyat bahwa dirinya bisa menjadi pemimpin yang demokratis.

Sebab, lanjut Purwo, gaya kepemimpinan militer dengan demokratis sangat jauh berbeda. Ia mengatakan, gaya kepemimpinan militer yang dimiliki Prabowo tidak bisa diterapkan di Indonesia. "Bhineka tunggal ika bisa hilang," ujarnya.

Di sisi lain, Purwo menilai, Joko Widodo atau Jokowi yang menjadi kandidat presiden lainnya memang berbeda dengan Prabowo. Sebab, kata Purwo, Jokowi sudah memiliki pengalaman di pemerintahan walau hanya sebentar dan di tingkat lokal.

"Namun, langkah-langkah inovatif Jokowi banyak dipuji orang. Jokowi memiliki pengalaman dalam mengembangkan pemerintahan yang partisipatif, maka sebetulnya lebih prospektif. Jokowi lebih memberikan harapan," ujar Purwo.

Menurut Purwo, pengalaman memang bukan faktor utama untuk mengukur kelayakan seseorang memimpin pemerintahan. Namun yang terpenting, lanjutnya, bagaimana pemimpin bisa memberdayakan seluruh pihak secara optimal untuk menjalankan sistem pemerintahan.

Rakyat Indonesia, kata Purwo, membutuhkan pemimpin yang sensitif terhadap pelbagai masalah bangsa dan sanggup memetakan solusi dari karut-marut jalannya pemerintahan saat ini. Sebab, dinilai Purwo, pemerintahan saat ini lepas tangan atas pelbagai persoalan bangsa.

"Siapa pun yang memimpin negeri perlu mengembangkan pemerintah yang cerdas yang bisa mencari solusi. Kedua calon sama-sama menjanjikan nasionalisme, tapi tidak tahu bagaimana kebijakan nasionalisme itu diwujudkan," kritik Purwo. Sumber


Hatta Rajasa Dinilai Cawapres Tuna Prestasi


Dalam acara MataNajwa, edisi Minggu Keempat Mei 2014 lalu, tercetus pengakuan Mahfud MD bahwa sebetulnya Capres Prabowo Subianto pada awalnya lebih cenderung memilih dirinya sebagai unggulan pertama yang akan mendampinginya sebagai Cawapres ketimbang Hatta Rajasa.

Prabowo Subianto pasti punya pertimbangan matang yang mendasari kecenderungannya.

Sosiolog Universitas Indonesia (UI), Thamrin Amal Tomagola menegaskan ada tiga butir utama yang biasanya ditimbang dalam penempatan seseorang pada satu posisi.

Ketiga hal itu adalah rekam-jejak prestasi kandidat, jaringan mobilisasi suara yang dimiliki kandidat dan kecocokan karakter personal kandidat dengan posisinya nanti.

"Marilah kita cermati butir pertama saja. Dalam rekam-jejak Hatta Rajasa sangat gamblang terlihat bahwa samasekali tidak ada korelasi langsung antara lamanya dia menempati posisi puncak lembaga politik tidak dengan prestasi yang dibukukan.

Jabatan publik yang pernah diembannya ditenggarai lebih karena kedekatan pertalian keluarga ditambah dengan perhitungan menjaga keseimbangan koalisi politik yang digalang oleh pemerintahan yang lalu.

Malah dapat dikatakan Hatta Rajasa adalah ‘Menteri Kutu-Loncat’ tuna prestasi. Karena seringnya meloncat-loncat antar kementerian, penguasaan permasalahan menjadi tanggung dan samasekali tidak mampu meninggalkan ‘warisan’ (legacy) apapun di kementerian yang pernah dipimpinnya.," kata Thamrin dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu (31/5/2014).

Menurut dia, yang terlacak justeru sejumlah bencanan karena kegagalan pengelolaan di kementerian-kementerian yang pernah dipimpin Hatta Rajasa. Berikut ini sebagian saja dari bencana-bencana kegagalan Hatta Rajasa itu.

Politisi PAN, yang juga dikenal sebagai salahsatu ‘koboi Senayan’ saat itu, pertama kali masuk pemerintahan (2001-2004) menjadi Menristek.
"Saya adalah salahsatu Deputi nya di Kementerian Ristek," kata Thamrin.

Setelah itu pada masa pemerintahan pertama Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Hatta dua kali berpindah kementerian. Pertama menjabat Menteri Perhubungan (2004-2007), dan kedua menjabat Menteri Sekretaris Negara (2007-2009). Kemudian sejak periode kedua SBY, Hatta menjabat posisi Menteri Koordinator Perekonomian (2009-2014).

Menurut Thamrin, selama 13 tahun berada di pemerintahan itu tidak ada prestasi yang dibuat Hatta, baik di Kemenristek, Kementerian Perhubungan maupun di Kemenko Perekonomian. Malahan Hatta Rajasa, lewat MP3EI, merusak lingkungan di Merauke dan Kepulauan Aru, Maluku Tenggara.

"Hatta Rajasa bukan saja merusak lingkungan tapi juga menyengsarakan rakyat di kedua daerah itu. Hatta Rajasa memperburuk ketimpangan kemajuan Indonesia Barata dengan Indonesia Timur lewat proyek pembangunan Jembatan Sunda Kelapa yang dicanangkannya.

Menurut pengamat ekonomi Faisal Basri, sistem pendanaan pembanguna Jembatan Selat Sunda menyahahi rambu-rambu pendanaaan proyek publik Negara," kata Thamrin.

Bukti kegagalan lain, lanjut Thamrin, saat menjabat menteri perhubungan, selama kurun 2004-2007, banyak terjadi kecelakaan kereta api.
Salah satunya peristiwa kecelakaan kereta api yang menelan korban cukup banyak yakni pada April 2006 saat terjadi tabrakan antara kereta api Sembrani dan kereta api Kertajaya di Grobogan, Jawa Tengah yang menewaskan 14 orang.

"Lagi, kecelakaan penerbangan juga masih sering terjadi dalam kurun tersebut. Kecelakaan pesawat yang paling mengenaskan adalah saat pesawat Mandala Air Lines yang gagal take off dari Bandara Polonia Medan, pada 5 September 2005. Dalam peristiwa itu lebih dari 100 orang meninggal," katanya.

Lanjut Thamrin, juga, di bidang ekonomi makro, lebih banyak lagi kegagalan Hatta. Salah satu contoh adalah pertumbuhan ekonomi yang sering tidak tercapai.

Tahun ini target pemerintah sebesar 6%, diprediksi sulit tercapai karena meningkatnya beban utang sebagai konsekuensi pertumbuhan konsumsi swasta. Pertumbuhan hanya berkisar 5,3%. "Juga tahun-tahun sebelumnya pertumbuhan ekonomi tidak tercapai," katanya.

Dijelaskan secara keseluruhan rapor Hatta merah, walau sekitar 13 tahun Hatta berada di pemerintahan karena tabiatnya sebagai ‘kutu-loncat antar-kementerian’.

"Hatta tidak mencatatkan prestasi yang patut dibanggakan selama menjabat sejumlah posisi penting, utamanya sebagai menko perekonomian. Prabowo Subianto benar sekali saat dia tidak mengunggulkan Hata Rajasa sebagai Cawapres di awalnya," kata Thamrin.
Ditegaskan Hatta Rajasa memang tidak tidak mempunyai apa dikatakan : ‘what it takes to be the vice-president of Indonesia’.

"Selama menjadi menteri Hatta Rajasa juga tidak pernah mengambil keputusan-keputusan besar dan strategis.

Berbeda dengan Jusuf Kalla yang banyak mengambil keputusan strategis. Saat Hatta Rajasa terlihat ragu dan menghindar dari mengambil keputusan besar, Jusuf Kalla tegas dalam mengambil keputusan yang didelegasikan kepadanya dan selalu pasang badan menjaga dan mengamankan keputusan yang sudah diambil tersebut demi kemulian harkat dan martabat Bangsa, Negara dan Rakyat Indonesia," katanya. Sumber
anasabilaAvatar border
anasabila memberi reputasi
1
3.4K
4
Thread Digembok
Urutan
Terbaru
Terlama
Thread Digembok
Komunitas Pilihan