- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
TENAGA OUTSOURCHING PADA PERUSAHAAN ROKOK NASIONAL


TS
anargyafauzan
TENAGA OUTSOURCHING PADA PERUSAHAAN ROKOK NASIONAL
Permisi agan2 Nubietol numpang belajar ngaskus. 
LANGSUNG AJA GAN...
Tidak dapat dipungkiri, outsourcing
yang sejatinya dimaksudkan utk
membantu iklim usaha dan membuka
lapangan kerja, pada praktiknya
masih banyak disalahgunakan. Salah
satu implikasi praktek outsourcing yg
menyalahi aturan adalah
berkurangnya hak-hak buruh baik
dalam pengupahan maupun hak atas
fasilitas kerja spt kesehatan,
jamsostek dll. Implikasi yg lebih besar
lagi adalah terjadinya persaingan
usaha yg tdk sehat, dengan menakan
biaya ternaga kerja demi
menurunkan ongkos produksi.
Praktik outsorcing ini juga terjadi
pada industri rorkok yang banyak
menyerap tenaga kerja. Penelitian yg
dilakukan oleh Partisipasi Indonesia,
sebuah organisasi nirlaba dengan
salah satu fokus pada pemberdayaan
buruh menemukan adanya dugaan
praktik outsourcing yang melanggar
aturan, yang berimplikasi pada
eksplotasi buruh dan terciptanya
persaingan usaha yang tidak
kondusif pada industri ini.
Tidak dapat dipungkiri, industri rokok
di Indonesia adalah sebuah industri
besar yang menyerap hingga 30,5 juta
tenaga kerja (on farm dan off farm).
Dari sisi produksi, kenaikan rata-rata
pertahun 4%, mencapai 255,8 miliar
batang (Kementerian Perindustrian;
2011). Keuntungan dari kepulan bisnis
rokok ini tidak bisa dianggap remeh.
Hal itu bisa dilihat dari banyaknya
pemain asing (PMA) yang tertarik
masuk dalam industri rokok nasional.
Saat ini, sebesar 37,2% perusahaan
rokok asing menguasai pangsa pasar
rokok nasional. Sebut saja Phillip
Morris (29%), British American
Tobacco (8,2%) dan KT&G (Korea
Tobacco & Ginseng Corporation), yang
menguasai industri rokok dengan
cara pembelian atau akuisisi.
Postur industri rokok nasional
berbentuk oligopoli dengan dominasi
beberapa pemain utama, seperti
Sampoerna/Philip Morris Indonesia
(29%), Gudang Garam (22%), Djarum
(19,6%), dan Bentoel/BAT (8,8%),
Nojorono (6,4%), dan sisanya sebanyak
15,6% adalah perusahaan menengah
dan kecil. Secara nasional, jika dilihat
jumlah pabrik rokok setiap tahunnya,
memperlihatkan kecenderungan
menurun. Pada tahun 2008
jumlahnya sebanyak 1.132 dan turun
menjadi 1.051 di tahun 2009,
sementara 2010 sebanyak 1.045
perusahaan. Dari jumlah itu 53%
sebaran industri rokok berada di
Jawa Timur, yaitu 550 perusahaan.
Sentra industri lainnya terdapat di
Jawa Tengah, Sumatera Utara, Jawa
Barat, dan DI Yogyakarta. Dari
jumlah sebaran pabrik rokok
diberbagai daerah itu, terdapat
sekitar 600.000 pekerja yang
menggantungkan hidupnya sebagai
buruh pabrik rokok.
Semoga pemimpin negara kita kelak mengerti akan nasib buruh...
SUMBER : blog.redwhitecommunication.com/siaran-pers-outsorcing-pada-industri-rokok-dan-dampaknya-pada-kesejahteraan-buruh/

LANGSUNG AJA GAN...
Tidak dapat dipungkiri, outsourcing
yang sejatinya dimaksudkan utk
membantu iklim usaha dan membuka
lapangan kerja, pada praktiknya
masih banyak disalahgunakan. Salah
satu implikasi praktek outsourcing yg
menyalahi aturan adalah
berkurangnya hak-hak buruh baik
dalam pengupahan maupun hak atas
fasilitas kerja spt kesehatan,
jamsostek dll. Implikasi yg lebih besar
lagi adalah terjadinya persaingan
usaha yg tdk sehat, dengan menakan
biaya ternaga kerja demi
menurunkan ongkos produksi.
Praktik outsorcing ini juga terjadi
pada industri rorkok yang banyak
menyerap tenaga kerja. Penelitian yg
dilakukan oleh Partisipasi Indonesia,
sebuah organisasi nirlaba dengan
salah satu fokus pada pemberdayaan
buruh menemukan adanya dugaan
praktik outsourcing yang melanggar
aturan, yang berimplikasi pada
eksplotasi buruh dan terciptanya
persaingan usaha yang tidak
kondusif pada industri ini.
Tidak dapat dipungkiri, industri rokok
di Indonesia adalah sebuah industri
besar yang menyerap hingga 30,5 juta
tenaga kerja (on farm dan off farm).
Dari sisi produksi, kenaikan rata-rata
pertahun 4%, mencapai 255,8 miliar
batang (Kementerian Perindustrian;
2011). Keuntungan dari kepulan bisnis
rokok ini tidak bisa dianggap remeh.
Hal itu bisa dilihat dari banyaknya
pemain asing (PMA) yang tertarik
masuk dalam industri rokok nasional.
Saat ini, sebesar 37,2% perusahaan
rokok asing menguasai pangsa pasar
rokok nasional. Sebut saja Phillip
Morris (29%), British American
Tobacco (8,2%) dan KT&G (Korea
Tobacco & Ginseng Corporation), yang
menguasai industri rokok dengan
cara pembelian atau akuisisi.
Postur industri rokok nasional
berbentuk oligopoli dengan dominasi
beberapa pemain utama, seperti
Sampoerna/Philip Morris Indonesia
(29%), Gudang Garam (22%), Djarum
(19,6%), dan Bentoel/BAT (8,8%),
Nojorono (6,4%), dan sisanya sebanyak
15,6% adalah perusahaan menengah
dan kecil. Secara nasional, jika dilihat
jumlah pabrik rokok setiap tahunnya,
memperlihatkan kecenderungan
menurun. Pada tahun 2008
jumlahnya sebanyak 1.132 dan turun
menjadi 1.051 di tahun 2009,
sementara 2010 sebanyak 1.045
perusahaan. Dari jumlah itu 53%
sebaran industri rokok berada di
Jawa Timur, yaitu 550 perusahaan.
Sentra industri lainnya terdapat di
Jawa Tengah, Sumatera Utara, Jawa
Barat, dan DI Yogyakarta. Dari
jumlah sebaran pabrik rokok
diberbagai daerah itu, terdapat
sekitar 600.000 pekerja yang
menggantungkan hidupnya sebagai
buruh pabrik rokok.
Semoga pemimpin negara kita kelak mengerti akan nasib buruh...
SUMBER : blog.redwhitecommunication.com/siaran-pers-outsorcing-pada-industri-rokok-dan-dampaknya-pada-kesejahteraan-buruh/
0
1.6K
8


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan