- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Di Balik Cerita Jam Tangan Jenderal Moeldoko


TS
priadia
Di Balik Cerita Jam Tangan Jenderal Moeldoko
Tentu agan-agan mengikuti berita bagaimana Panglima TNI Jenderal Moeldoko menjadi sorotan hanya karena jam tangan yang disebut-sebut seharga Rp 1 miliar. Tapi ke media, sang jenderal menegaskan ia hanya menggunakan jam imitasi yang tak lebih seharga Rp 5 juta.
INI JAM YANG DITUDING SEHARGA Rp 1 MILIAR (MERK: RICHARD MILLE)
Nah, ada apa di balik itu kira-kira, ya? Berikut artikel yang mengulik hal itu dari sudut lain:
Berawal dari kebawelan media yang nyaris tak memiliki nama. Kebetulan saja, itu media milik Singapura. Tapi, kukira bukan kebetulan mereka bisa menyorot jam tangan yang membelit tangan tokoh penting di pemerintahan Indonesia, Panglima TNI Jenderal Moeldoko. Lalu, untuk meyakinkan publik, bahwa gunjingan media negara tetangga itu sama sekali tak benar, ia membanting jam itu ke lantai di depan wartawan. Selesaikah di sana? Belum, saya kira.
Ada pesan yang harus dibaca melebihi sekadar yang tertulis di pelbagai media. Ada persoalan nama militer di sana yang diserang tanpa menggunakan kekuatan militer.
Itu sebuah kecerdasan, jika tidak mengatakannya sebagai akal bulus. Betapa, sebenarnya tidak butuh gajah untuk mengusik gajah.
Mirip-mirip dengan cerita dongeng yang sangat populer di dunia masyarakat Melayu: Kancil. Betapa, kancil itu hanya hewan kecil saja, tapi ia kerap secara berani mengusik hewan yang lebih besar dan beringas. Menariknya, dalam seluruh ceritanya melawan hewan yang lebih besar itu, ia selalu selamat dan aman-aman saja. Hanya siput satu-satunya yang mampu mengecohnya. Sementara buaya, macan, gajah, berulang kali bisa dipermainkan Kancil sambil terkekeh-kekeh.
Maka itu, saat berita jam tangan sang Jenderal merebak, ingatan saya seketika terbawa ke cerita Kancil tersebut. Tapi saya tidak tahu persis, siapa di negeri jiran itu yang tertawa terkekeh-kekeh, ketika mereka melihat masalah jam tangan itu gencar dibincangkan di jauh lebih banyak media di Indonesia.
Gayung bersambut–lagi-lagi mengutip istilah Melayu. Tidak bermaksud berprasangka, tapi prasangka itu tiba saja seketika di benak saya: mereka hanya sedang butuh anekdot. Bukankah guyon terlucu itu jika bisa menertawakan sesuatu yang tak gampang untuk ditertawakan. Tapi, mereka sukses melakukan itu.
Namun pada saat yang sama, saya yakin duta besar negara itu, masih akan tetap dengan enteng duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi dengan penguasa di negara tetangga mereka yang berbadan gemuk.
Mereka takkan tertawa di depan mata, karena di depan si gemuk maka nyamuk akan lebih remuk jika dikepruk. Singapura tahu, atas semua kejengkelan yang menyelinap di pikiran dan perasaan mereka, membanting meja di depan seorang Panglima berprajurit yang tak menghitung-hitung harga nyawa, tak mudah. Maka mereka bermain-main lewat media.
Mereka sangat mafhum, satu gambar bisa mewakili sejuta kata. Sementara kata-kata bisa lebih tajam dari peluru. Di situ mereka bermain, tanpa perlu melepas peluru yang sebenarnya.
Ya, begitulah terpikir di benak saya saat membiarkan sudut pandang antagonistik datang, mengalir, hingga benar-benar saya alirkan ke dalam tulisan ini.
Tapi di sisi lain, saya mencoba untuk mengulik ulang semua yang terpikirkan itu. Mencoba merenung-renung lebih ke dalam dan lebih ke dalam–mengutip bahasa para ahli hipnotis.
Hanya, yang saya dapati tak jauh-jauh dari soal kelicikan Kancil dan kepongahan gajah.
Karena memang soal jam tangan panglima “Kerajaan Gajah” berkait juga dengan kekuatan militer, maka kelicikan kontra kepongahan itu bisa juga dilihat dari bagaimana “Kerajaan Kancil” menghadapinya.
Tak banyak diketahui publik, Singapura saat ini memiliki kekuatan militer dari sisi peralatan tempur, di beberapa sisi, jauh lebih baik. Ketika Indonesia hanya memiliki 500-an kendaraan lapis baja, mereka sudah memilikinya sebanyak 2 ribu lebih. Saat Indonesia memiliki artileri jarak jauh yang sedikit di atas 50 unit, mereka sudah memiliki 262 unit. Tidak itu saja, dari sisi kekuatan keuangan pun, kedua negara jauh berbeda. Indonesia hanya memiliki anggaran pertahanan sebesar USD 5,2 miliar atau sekitar Rp 60,5 triliun . Bagaimana dengan Singapura? Mereka memiliki kocek tak kurang dari USD 8,3 miliar atau Rp 96,5 triliun.
“Tidak apa-apa, kita memiliki prajurit tidak kurang dari 400 ribuan prajurit! Mereka? Mereka hanya punya 72 ribu prajurit, berkali-kali lipat kita jauh di atas mereka!” Ini jelas bukanlah kata-kata yang akan diucapkan sang jenderal. Ia tahu, perang tak hanya sekadar seberapa besar jumlah tentara.
Itu hanya gambaran kecil yang muncrat dari benak saya. Siapa tahu kerewelan itu justru benar-benar menjadi awal untuk kedua negara bertetangga saling “jambak-jambakan”. Entahlah. Sebab, taruhlah jam tangan sang Panglima telah hancur setelah dibanting, tapi waktu masih terus berjalan. Bisa saja bukan, dalam perjalanan setelah jam tangan itu hancur, jika ada hal-hal sensitif lantas sang panglima takkan lagi berlama-lama untuk turun tangan tanpa merasa digelisahkan lagi oleh jam tangan “yang hanya” Rp 5 juta itu rusak. (FOLLOW: @ZOELFICK)
SUMBER
SELANJUTNYA, BAGAIMANA KATA PENGAMAT INTELIJEN
Ini adalah catatan pengamat intelijen yang telah saya minta izin beliau untuk membagi tulisannya:
MENGAPA SINGAPURA MENGUTIK JAM TANGAN PANGLIMA TNI
Menarik berita yang dirilis oleh situs berita Singapura mothership.sg yang dimuat pada 22 April 2014 yang menayangkan artikel dengan judul “Indonesia’s General Moeldoko Has Got an Exquisite Taste for Watches.” Selain itu harian terkenal di Singapura, Straits Times pada 25 Maret 2014 merilis foto Panglima TNI Jenderal Moeldoko yang terlihat mengenakan jam tangan mewah bermerek Richard Mille RM 011 Felipe Massa Flyback Chronograph "Black Kite ".
Jam tangan yang dipakai Moeldoko itu kata motherships.sg sangat terkenal di dunia, dimana jam tersebut dibuat dalam edisi terbatas, dan hanya dibuat sebanyak 30 unit di Amerika Utara dan Selatan. Harga jam tangan itu berkisar Rp 1,1 miliar.
Selain itu mothership.sg juga memberitakan juga beberapa jam tangan lain koleksinya, seperti, IWC Pilot’s Watch Chronograph Top Gun Miramar yang seharga USD$ 12,700. Audemars Piguet Royal Oak Offshore Jarno Trulli Chronograph seharga USD$38,300, dan juga Audemars Piguet Millenary seharga USD$ 43.000.
Berita dari situs berita Singapura tersebut yang diperkuat oleh Straits Times kemudian menimbulkan kehebohan dikalangan media, khususnya di jejaring sosial media. Bermacam tanggapan, ada yang diantaranya mengaitkan, Singapura tidak suka dengan Jenderal Moeldoko karena persoalan penamaan Usman-Harun bagi kapal perang Indonesia yang sedang dalam proses pembuatan di Belanda.
Tetapi apakah sentimen media Singapura hanya sebatas persoalan itu saja?Rasanya bukan juga. Mari kita bahas soal yang nampaknya menggelikan tetapi sebenarnya bisa sangat merugikan citra Panglima TNi yang gagah itu.
Bagi kalangan high society di Indonesia, ada dua hal yang mendudukkan diri seseorang menjadi terpandang saat bertemu. Status seorang pria akan dilirik pertama dari jam tangannya, kemudian yang kedua sepatunya. Baju dan yang lainnya adalah urusan ketiga. Demikian juga dengan mobil, rumah, dan lebih tinggi lagi kepemilikan pesawat jet pribadi.
Jadi jam tangan itu sangat penting. Jam tangan limited edition yang diproduksi pabriknya hanya berjumlah terbatas sangat disukai dan si pemakai akan bangga memakainya. Demikian juga dengan sepatunya, kalau sepatunya mengkilat dari merek mahal yang berharga puluhan juta, tanpa dia bicara, kalangan sosialita akan faham ini orang berkelas.
Nah, jam tangan yang dipakai oleh Panglima TNI itu dan khusus di foto oleh kuli tinta Singapura dan kemudian di ekspose memang apabila asli harganya selangit. Terlebih dengan anjlognya nilai rupiah dari dolar AS, makin mahal harga barang kecil tapi penting itu. Kalangan anggota DPR juga termasuk yang menyukai mengoleksi jam mahal serupa.
Persoalannya, mengapa fotografer harian Straits Time Singapura Kevin Lim tertarik dan menyempatkan diri memotret tangan sang Panglima, kemudian menayangkan ke media arus utama disana. Apakah hanya karena sentimen soal Usman Harun belaka? Menurut penulis masalah penamaan kapal perang nilainya hanya sesaat, karena hanya mengganggu perasaan para pejabat di Singapura sesaat.
Masalah yang lebih besar nampaknya terkait dengan pilpres yang akan dilaksanakan pada 9 Juli 2014. Singapura jelas sangat berkepentingan dengan siapa pemimpin nasional Indonesia masa mendatang, baik presiden maupun wakil presiden. Badan intelijen Singapura SIS (Secret Intelligence Service) seperti badan intelijen lainnya (Australia, Malaysia, bahkan AS) jelas melakukan spotting, memonitor perkembangan politik serta para calon pasangan capres-cawapres di Indonesia demi untuk kepentingan nasionalnya masing-masing.
Suport informasi intelijen SIS misalnya sangat diperlukan pemerintahnya. Jaringan agen maupun informannya sangat luas, tersebar dan tertata demikian rapihnya, mereka merekrut mulai dari sopir taksi, pedagang, wartawan, ilmuwan dan seterusnya. Secara berjenjang informasi terus mengalir tahap-demi tahap hingga ke analis dan terakhir pada end user. SIS ini sangat canggih, dan diberitakan melakukan kerjasama dengan badan intelijen Amerika Serikat untuk memata-matai Malaysia sebagai tetangga dekatnya. Jelas Indonesia juga menjadi target yang realistis penting.
Nah terkait dengan pemberitaan Jenderal Moeldoko, beberapa waktu terakhir diberitakan media bahwa capres PDIP Jokowi kini sedang menggodok beberapa kandidat cawapresnya. Selain sipil, ada juga calon dari militer. Nama yang santer diberitakan adalah Jenderal TNI (Purn) Riyamizard Ryacudu, mantan Kepala Staf TNI AD dan calon kedua adalah Jenderal TNI Moeldoko yang kini masih menjabat sebagai Panglima TNI. Nampaknya disinilah inti persoalan berita jam tangan tersebut.
Berita media Singapura itu bukan hanya berita iseng kurang kerjaan belaka, tetapi ini sebuah serangan yang sangat serius apabila dikaitkan dengan pilpres. Menurut penulis inilah serangan strategis cerdik, karena apabila Moeldoko masuk radar PDIP sebagai cawapres Jokowi, kepemilikan jam mewah yang harganya aduhai itu merupakan serangan mematikan baginya. Publik menyukai Jokowi karena diberitakan media sebagai sosok yang jujur dan sederhana.
Nah dengan pemberitaan gaya kepemilikan Jam merek Richard Mille seharga Rp1,1 miliar, maka Moeldoko mereka perkirakan akan habis. Sederhana memang serangan itu tetapi menusuk ke sesuatu yang sangat prinsip. Jelas Ibu Mega beserta elit PDIP akan berfikir ulang apabila akan menduetkan Moeldoko dengan Jokowi. Jokowi dikenal sebagai perwakilan rakyat yang sederhana, apabila disandingkan dengan Moeldoko yang berkelas high society dengan jam tangannya itu akan menjadi tidak matching dan bahkan akan merugikan elektabilitas Jokowi. Itulah sasaran tembak psikologisnya sebagai latar belakangnya.
Singapura jelas sudah merasa ngeri-ngeri sedap dengan beberapa sikap Moeldoko dalam kemelut pemberitaan Usman-Harun dan tidak pernah meminta maaf kepada Singapura seperti yang diberitakan. Ada yang mereka takutkan, karena Moeldoko mereka nilai keras, berani dan tetap memegang prinsip sebagai prajurit TNI, Saat acara Air Show di Singapura tanggal 11-16 Februari 2014, Moeldoko membatalkan kunjungannya bersama-sama para Kepala Staf Angkatan, karena Singapura membatalan undangan para perwira TNI lainnya. Sikap yang diacungi jempol bagi bangsa Indonesia, tetapi jelas sangat tidak disukai oleh Singapura.
Apa tanggapan Mabes TNI soal berita tersebut? Kapuspen TNI Mayjen TNI Fuad Basya mengatakan bahwa Panglima TNI sudah mengetahui pemberitaan tersebut dan dari hasil konfirmasinya, dijelaskan, "Wah, saya dan panglima sudah lihat beritanya. Itu memang benar jam tangannya bermerek, tapi jam China semua," kata Fuad. Apakah jawaban seperti ini dapat menyelesaikan masalah sehinga ada cap Panglima mengoleksi jam tangan palsu, Kw-1, 2 atau 3. Yang penulis tahu di Blok M, harga jam tangan Rolex kronograph asli berlapis emas seharga Rp 300 juta, kw-1 nya hanya dijual Rp1,5 juta. Ini yang perlu dipikirkan dalam melakukan counter berita.
Pertanyaannya, mengapa Ryamizard tidak diserang? Karena Jenderal yang satu ini sudah cukup lama tidak terlibat dalam urusan baik politik maupun hubungan internasional, atau mungkin ketegasan Ryamizard mereka nilai masih dalam koridor toleransi dalam ukuran mereka.
Jadi itulah kondisi menjelang pilpres 2014. Pesan moralnya, pilpres Indonesia nanti bukan hanya menjadi kepentingan bangsa besar ini, tetapi negara-negara lain akan turut campur didalamnya, karena pengaruh globalisasi yang kian menggigit. Sebagai penutup, para elit parpol masa kini sebaiknya waspada dengan politik adu domba.
Kita lihat beberapa parpol setelah berjuang lama dengan sukses, kini terancam pecah, seperti PPP dan Golkar hanya karena soal kepentingan. Prabowo kembali mengalami kesulitan mendapat boarding pass dengan mundurnya PPP akibat ada kemelut internal. Ada apa ini, kan itu pertanyaannya. Semoga perpecahan hanya disebabkan soal kepentingan di internal saja dan tidak ada intelijen negara lain yang ikut campur. Begitulah membaca situasi dan kondisi menjelang pilpres apabila diukur dengan sense of intelligence.
Oleh : Marsda TNI (Pur) Prayitno Ramelan, Pengamat Intelijen
SUMBER
INI JAM YANG DITUDING SEHARGA Rp 1 MILIAR (MERK: RICHARD MILLE)
Spoiler for :

Nah, ada apa di balik itu kira-kira, ya? Berikut artikel yang mengulik hal itu dari sudut lain:
Spoiler for CERITA JAM TANGAN JENDERAL:
Berawal dari kebawelan media yang nyaris tak memiliki nama. Kebetulan saja, itu media milik Singapura. Tapi, kukira bukan kebetulan mereka bisa menyorot jam tangan yang membelit tangan tokoh penting di pemerintahan Indonesia, Panglima TNI Jenderal Moeldoko. Lalu, untuk meyakinkan publik, bahwa gunjingan media negara tetangga itu sama sekali tak benar, ia membanting jam itu ke lantai di depan wartawan. Selesaikah di sana? Belum, saya kira.
Ada pesan yang harus dibaca melebihi sekadar yang tertulis di pelbagai media. Ada persoalan nama militer di sana yang diserang tanpa menggunakan kekuatan militer.
Itu sebuah kecerdasan, jika tidak mengatakannya sebagai akal bulus. Betapa, sebenarnya tidak butuh gajah untuk mengusik gajah.
Mirip-mirip dengan cerita dongeng yang sangat populer di dunia masyarakat Melayu: Kancil. Betapa, kancil itu hanya hewan kecil saja, tapi ia kerap secara berani mengusik hewan yang lebih besar dan beringas. Menariknya, dalam seluruh ceritanya melawan hewan yang lebih besar itu, ia selalu selamat dan aman-aman saja. Hanya siput satu-satunya yang mampu mengecohnya. Sementara buaya, macan, gajah, berulang kali bisa dipermainkan Kancil sambil terkekeh-kekeh.
Maka itu, saat berita jam tangan sang Jenderal merebak, ingatan saya seketika terbawa ke cerita Kancil tersebut. Tapi saya tidak tahu persis, siapa di negeri jiran itu yang tertawa terkekeh-kekeh, ketika mereka melihat masalah jam tangan itu gencar dibincangkan di jauh lebih banyak media di Indonesia.
Gayung bersambut–lagi-lagi mengutip istilah Melayu. Tidak bermaksud berprasangka, tapi prasangka itu tiba saja seketika di benak saya: mereka hanya sedang butuh anekdot. Bukankah guyon terlucu itu jika bisa menertawakan sesuatu yang tak gampang untuk ditertawakan. Tapi, mereka sukses melakukan itu.
Namun pada saat yang sama, saya yakin duta besar negara itu, masih akan tetap dengan enteng duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi dengan penguasa di negara tetangga mereka yang berbadan gemuk.
Mereka takkan tertawa di depan mata, karena di depan si gemuk maka nyamuk akan lebih remuk jika dikepruk. Singapura tahu, atas semua kejengkelan yang menyelinap di pikiran dan perasaan mereka, membanting meja di depan seorang Panglima berprajurit yang tak menghitung-hitung harga nyawa, tak mudah. Maka mereka bermain-main lewat media.
Mereka sangat mafhum, satu gambar bisa mewakili sejuta kata. Sementara kata-kata bisa lebih tajam dari peluru. Di situ mereka bermain, tanpa perlu melepas peluru yang sebenarnya.
Ya, begitulah terpikir di benak saya saat membiarkan sudut pandang antagonistik datang, mengalir, hingga benar-benar saya alirkan ke dalam tulisan ini.
Tapi di sisi lain, saya mencoba untuk mengulik ulang semua yang terpikirkan itu. Mencoba merenung-renung lebih ke dalam dan lebih ke dalam–mengutip bahasa para ahli hipnotis.
Hanya, yang saya dapati tak jauh-jauh dari soal kelicikan Kancil dan kepongahan gajah.
Karena memang soal jam tangan panglima “Kerajaan Gajah” berkait juga dengan kekuatan militer, maka kelicikan kontra kepongahan itu bisa juga dilihat dari bagaimana “Kerajaan Kancil” menghadapinya.
Tak banyak diketahui publik, Singapura saat ini memiliki kekuatan militer dari sisi peralatan tempur, di beberapa sisi, jauh lebih baik. Ketika Indonesia hanya memiliki 500-an kendaraan lapis baja, mereka sudah memilikinya sebanyak 2 ribu lebih. Saat Indonesia memiliki artileri jarak jauh yang sedikit di atas 50 unit, mereka sudah memiliki 262 unit. Tidak itu saja, dari sisi kekuatan keuangan pun, kedua negara jauh berbeda. Indonesia hanya memiliki anggaran pertahanan sebesar USD 5,2 miliar atau sekitar Rp 60,5 triliun . Bagaimana dengan Singapura? Mereka memiliki kocek tak kurang dari USD 8,3 miliar atau Rp 96,5 triliun.
“Tidak apa-apa, kita memiliki prajurit tidak kurang dari 400 ribuan prajurit! Mereka? Mereka hanya punya 72 ribu prajurit, berkali-kali lipat kita jauh di atas mereka!” Ini jelas bukanlah kata-kata yang akan diucapkan sang jenderal. Ia tahu, perang tak hanya sekadar seberapa besar jumlah tentara.
Itu hanya gambaran kecil yang muncrat dari benak saya. Siapa tahu kerewelan itu justru benar-benar menjadi awal untuk kedua negara bertetangga saling “jambak-jambakan”. Entahlah. Sebab, taruhlah jam tangan sang Panglima telah hancur setelah dibanting, tapi waktu masih terus berjalan. Bisa saja bukan, dalam perjalanan setelah jam tangan itu hancur, jika ada hal-hal sensitif lantas sang panglima takkan lagi berlama-lama untuk turun tangan tanpa merasa digelisahkan lagi oleh jam tangan “yang hanya” Rp 5 juta itu rusak. (FOLLOW: @ZOELFICK)
SUMBER
SELANJUTNYA, BAGAIMANA KATA PENGAMAT INTELIJEN
Spoiler for Analisis Pakar Intelijen:
Ini adalah catatan pengamat intelijen yang telah saya minta izin beliau untuk membagi tulisannya:
MENGAPA SINGAPURA MENGUTIK JAM TANGAN PANGLIMA TNI
Menarik berita yang dirilis oleh situs berita Singapura mothership.sg yang dimuat pada 22 April 2014 yang menayangkan artikel dengan judul “Indonesia’s General Moeldoko Has Got an Exquisite Taste for Watches.” Selain itu harian terkenal di Singapura, Straits Times pada 25 Maret 2014 merilis foto Panglima TNI Jenderal Moeldoko yang terlihat mengenakan jam tangan mewah bermerek Richard Mille RM 011 Felipe Massa Flyback Chronograph "Black Kite ".
Jam tangan yang dipakai Moeldoko itu kata motherships.sg sangat terkenal di dunia, dimana jam tersebut dibuat dalam edisi terbatas, dan hanya dibuat sebanyak 30 unit di Amerika Utara dan Selatan. Harga jam tangan itu berkisar Rp 1,1 miliar.
Selain itu mothership.sg juga memberitakan juga beberapa jam tangan lain koleksinya, seperti, IWC Pilot’s Watch Chronograph Top Gun Miramar yang seharga USD$ 12,700. Audemars Piguet Royal Oak Offshore Jarno Trulli Chronograph seharga USD$38,300, dan juga Audemars Piguet Millenary seharga USD$ 43.000.
Berita dari situs berita Singapura tersebut yang diperkuat oleh Straits Times kemudian menimbulkan kehebohan dikalangan media, khususnya di jejaring sosial media. Bermacam tanggapan, ada yang diantaranya mengaitkan, Singapura tidak suka dengan Jenderal Moeldoko karena persoalan penamaan Usman-Harun bagi kapal perang Indonesia yang sedang dalam proses pembuatan di Belanda.
Tetapi apakah sentimen media Singapura hanya sebatas persoalan itu saja?Rasanya bukan juga. Mari kita bahas soal yang nampaknya menggelikan tetapi sebenarnya bisa sangat merugikan citra Panglima TNi yang gagah itu.
Bagi kalangan high society di Indonesia, ada dua hal yang mendudukkan diri seseorang menjadi terpandang saat bertemu. Status seorang pria akan dilirik pertama dari jam tangannya, kemudian yang kedua sepatunya. Baju dan yang lainnya adalah urusan ketiga. Demikian juga dengan mobil, rumah, dan lebih tinggi lagi kepemilikan pesawat jet pribadi.
Jadi jam tangan itu sangat penting. Jam tangan limited edition yang diproduksi pabriknya hanya berjumlah terbatas sangat disukai dan si pemakai akan bangga memakainya. Demikian juga dengan sepatunya, kalau sepatunya mengkilat dari merek mahal yang berharga puluhan juta, tanpa dia bicara, kalangan sosialita akan faham ini orang berkelas.
Nah, jam tangan yang dipakai oleh Panglima TNI itu dan khusus di foto oleh kuli tinta Singapura dan kemudian di ekspose memang apabila asli harganya selangit. Terlebih dengan anjlognya nilai rupiah dari dolar AS, makin mahal harga barang kecil tapi penting itu. Kalangan anggota DPR juga termasuk yang menyukai mengoleksi jam mahal serupa.
Persoalannya, mengapa fotografer harian Straits Time Singapura Kevin Lim tertarik dan menyempatkan diri memotret tangan sang Panglima, kemudian menayangkan ke media arus utama disana. Apakah hanya karena sentimen soal Usman Harun belaka? Menurut penulis masalah penamaan kapal perang nilainya hanya sesaat, karena hanya mengganggu perasaan para pejabat di Singapura sesaat.
Masalah yang lebih besar nampaknya terkait dengan pilpres yang akan dilaksanakan pada 9 Juli 2014. Singapura jelas sangat berkepentingan dengan siapa pemimpin nasional Indonesia masa mendatang, baik presiden maupun wakil presiden. Badan intelijen Singapura SIS (Secret Intelligence Service) seperti badan intelijen lainnya (Australia, Malaysia, bahkan AS) jelas melakukan spotting, memonitor perkembangan politik serta para calon pasangan capres-cawapres di Indonesia demi untuk kepentingan nasionalnya masing-masing.
Suport informasi intelijen SIS misalnya sangat diperlukan pemerintahnya. Jaringan agen maupun informannya sangat luas, tersebar dan tertata demikian rapihnya, mereka merekrut mulai dari sopir taksi, pedagang, wartawan, ilmuwan dan seterusnya. Secara berjenjang informasi terus mengalir tahap-demi tahap hingga ke analis dan terakhir pada end user. SIS ini sangat canggih, dan diberitakan melakukan kerjasama dengan badan intelijen Amerika Serikat untuk memata-matai Malaysia sebagai tetangga dekatnya. Jelas Indonesia juga menjadi target yang realistis penting.
Nah terkait dengan pemberitaan Jenderal Moeldoko, beberapa waktu terakhir diberitakan media bahwa capres PDIP Jokowi kini sedang menggodok beberapa kandidat cawapresnya. Selain sipil, ada juga calon dari militer. Nama yang santer diberitakan adalah Jenderal TNI (Purn) Riyamizard Ryacudu, mantan Kepala Staf TNI AD dan calon kedua adalah Jenderal TNI Moeldoko yang kini masih menjabat sebagai Panglima TNI. Nampaknya disinilah inti persoalan berita jam tangan tersebut.
Berita media Singapura itu bukan hanya berita iseng kurang kerjaan belaka, tetapi ini sebuah serangan yang sangat serius apabila dikaitkan dengan pilpres. Menurut penulis inilah serangan strategis cerdik, karena apabila Moeldoko masuk radar PDIP sebagai cawapres Jokowi, kepemilikan jam mewah yang harganya aduhai itu merupakan serangan mematikan baginya. Publik menyukai Jokowi karena diberitakan media sebagai sosok yang jujur dan sederhana.
Nah dengan pemberitaan gaya kepemilikan Jam merek Richard Mille seharga Rp1,1 miliar, maka Moeldoko mereka perkirakan akan habis. Sederhana memang serangan itu tetapi menusuk ke sesuatu yang sangat prinsip. Jelas Ibu Mega beserta elit PDIP akan berfikir ulang apabila akan menduetkan Moeldoko dengan Jokowi. Jokowi dikenal sebagai perwakilan rakyat yang sederhana, apabila disandingkan dengan Moeldoko yang berkelas high society dengan jam tangannya itu akan menjadi tidak matching dan bahkan akan merugikan elektabilitas Jokowi. Itulah sasaran tembak psikologisnya sebagai latar belakangnya.
Singapura jelas sudah merasa ngeri-ngeri sedap dengan beberapa sikap Moeldoko dalam kemelut pemberitaan Usman-Harun dan tidak pernah meminta maaf kepada Singapura seperti yang diberitakan. Ada yang mereka takutkan, karena Moeldoko mereka nilai keras, berani dan tetap memegang prinsip sebagai prajurit TNI, Saat acara Air Show di Singapura tanggal 11-16 Februari 2014, Moeldoko membatalkan kunjungannya bersama-sama para Kepala Staf Angkatan, karena Singapura membatalan undangan para perwira TNI lainnya. Sikap yang diacungi jempol bagi bangsa Indonesia, tetapi jelas sangat tidak disukai oleh Singapura.
Apa tanggapan Mabes TNI soal berita tersebut? Kapuspen TNI Mayjen TNI Fuad Basya mengatakan bahwa Panglima TNI sudah mengetahui pemberitaan tersebut dan dari hasil konfirmasinya, dijelaskan, "Wah, saya dan panglima sudah lihat beritanya. Itu memang benar jam tangannya bermerek, tapi jam China semua," kata Fuad. Apakah jawaban seperti ini dapat menyelesaikan masalah sehinga ada cap Panglima mengoleksi jam tangan palsu, Kw-1, 2 atau 3. Yang penulis tahu di Blok M, harga jam tangan Rolex kronograph asli berlapis emas seharga Rp 300 juta, kw-1 nya hanya dijual Rp1,5 juta. Ini yang perlu dipikirkan dalam melakukan counter berita.
Pertanyaannya, mengapa Ryamizard tidak diserang? Karena Jenderal yang satu ini sudah cukup lama tidak terlibat dalam urusan baik politik maupun hubungan internasional, atau mungkin ketegasan Ryamizard mereka nilai masih dalam koridor toleransi dalam ukuran mereka.
Jadi itulah kondisi menjelang pilpres 2014. Pesan moralnya, pilpres Indonesia nanti bukan hanya menjadi kepentingan bangsa besar ini, tetapi negara-negara lain akan turut campur didalamnya, karena pengaruh globalisasi yang kian menggigit. Sebagai penutup, para elit parpol masa kini sebaiknya waspada dengan politik adu domba.
Kita lihat beberapa parpol setelah berjuang lama dengan sukses, kini terancam pecah, seperti PPP dan Golkar hanya karena soal kepentingan. Prabowo kembali mengalami kesulitan mendapat boarding pass dengan mundurnya PPP akibat ada kemelut internal. Ada apa ini, kan itu pertanyaannya. Semoga perpecahan hanya disebabkan soal kepentingan di internal saja dan tidak ada intelijen negara lain yang ikut campur. Begitulah membaca situasi dan kondisi menjelang pilpres apabila diukur dengan sense of intelligence.
Oleh : Marsda TNI (Pur) Prayitno Ramelan, Pengamat Intelijen
SUMBER
Diubah oleh priadia 24-04-2014 06:09
0
11.8K
Kutip
49
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan