- Beranda
- Komunitas
- Pilih Capres & Caleg
Politik Gincu Prabowo-Hatta Vs Garam Jokowi–JK Versi Peneliti LIPI
TS
jalatos
Politik Gincu Prabowo-Hatta Vs Garam Jokowi–JK Versi Peneliti LIPI
Jakarta - Dua pasang capres cawapres, Prabowo-Hatta dan Jokowi-JK, telah mengungkapkan visi dan misinya untuk pemilihan presiden mendatang. Peneliti LIPI Ahmad Najib Burhani punya istilah untuk membandingkan visi misi kedua pasangan capres cawapres tersebut.
"Meminjam bahasa Buya Ahmad Syafii Maarif, buat saya Prabowo-Hatta itu memakai politik gincu sedangkan Jokowi-JK menggunakan politik garam," ujarnya pada Dialog Kenegaraan di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (28/5/2014).
Maksud politik gincu yaitu kelihatan tapi tidak terasa, berkebalikan dengan politik garam Jokowi-JK yang terasa tapi tak terlihat.
Menurut Najib, perbedaan itu bisa dilihat dari visi misi mereka di bidang agama, Jokowi-JK memberi toleransi untuk beberapa agama, sedangkan Prabowo-Hatta hanya menyebut satu bidang agama yaitu mendirikan lembaga tabungan haji.
Visi dan misi ini sudah diserahkan ke KPU oleh masing masing pasangan capres dan cawapres. "Jika membandingkan visi misi 9 halaman Prabowo-Hatta dengan visi misi 41 halaman Jokowi-JK, kita bisa melihat kesiapan kedua
pasangan untuk menjadi capres dan cawapres tersebut, walaupun ini tak sepenuhnya merefleksikan keduanya, tapi itulah yang terbersit di benak mereka dan tim suksenya saat menuliskan visi dan misi," tutup Najib
Sumber
Jadi menurut analoginya ini visi misi Prabowo-Hatta ini menggunakan politik gincu yaitu politik yang melihat semuanya dari sisi permukaan dan unsur simbolisasinya saja. Sementara itu Jokowi-JK menggunakan politik garam yaitu politik yang lebih mementingkan substansi/isi/materi daripada simbol. Politik garam tidak menganggap simbol tidak penting, tetapi sekedar ingin mengatakan bahwa substansi jauh lebih penting.
Bung Hatta (Wapres pertama kita) pernah menjelaskan kpd aktifis pemuda Islam, cobalah teteskan setetes gincu ke segelas air yg begitu bening dan transparan lalu dikocok. Warnanya jelas berubah namun rasanya tidak berubah. Tetapi, coba masukkan setengah sendok garam dan kemudian kocok. Warnanya tidak akan berubah namun rasanya berubah. Bung Hatta menggangap Islam seperti garam. Tanamkan Islam di dalam hati pemuda-pemuda dan mereka akan membereskan seluruh negeri ini.”
”Pakailah filsafat garam, tak tampak tapi terasa. Janganlah pakai filsafat gincu, tampak tapi tak terasa.” Inilah yang diinginkan Bung Hatta yaitu agar nilai-nilai Islam dapat menggarami kehidupan budaya bangsa, hingga akhlak mulia dan keadilan dapat ditegakkan secara nyata, bukan dalam format retorika politik yang tidak bertanggung jawab.
Nah gan Bung Hatta (Wapres pertama kita) juga lebih memilih politik garam gan..hehe

"Meminjam bahasa Buya Ahmad Syafii Maarif, buat saya Prabowo-Hatta itu memakai politik gincu sedangkan Jokowi-JK menggunakan politik garam," ujarnya pada Dialog Kenegaraan di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (28/5/2014).
Maksud politik gincu yaitu kelihatan tapi tidak terasa, berkebalikan dengan politik garam Jokowi-JK yang terasa tapi tak terlihat.
Menurut Najib, perbedaan itu bisa dilihat dari visi misi mereka di bidang agama, Jokowi-JK memberi toleransi untuk beberapa agama, sedangkan Prabowo-Hatta hanya menyebut satu bidang agama yaitu mendirikan lembaga tabungan haji.
Visi dan misi ini sudah diserahkan ke KPU oleh masing masing pasangan capres dan cawapres. "Jika membandingkan visi misi 9 halaman Prabowo-Hatta dengan visi misi 41 halaman Jokowi-JK, kita bisa melihat kesiapan kedua
pasangan untuk menjadi capres dan cawapres tersebut, walaupun ini tak sepenuhnya merefleksikan keduanya, tapi itulah yang terbersit di benak mereka dan tim suksenya saat menuliskan visi dan misi," tutup Najib
Sumber
Jadi menurut analoginya ini visi misi Prabowo-Hatta ini menggunakan politik gincu yaitu politik yang melihat semuanya dari sisi permukaan dan unsur simbolisasinya saja. Sementara itu Jokowi-JK menggunakan politik garam yaitu politik yang lebih mementingkan substansi/isi/materi daripada simbol. Politik garam tidak menganggap simbol tidak penting, tetapi sekedar ingin mengatakan bahwa substansi jauh lebih penting.
Bung Hatta (Wapres pertama kita) pernah menjelaskan kpd aktifis pemuda Islam, cobalah teteskan setetes gincu ke segelas air yg begitu bening dan transparan lalu dikocok. Warnanya jelas berubah namun rasanya tidak berubah. Tetapi, coba masukkan setengah sendok garam dan kemudian kocok. Warnanya tidak akan berubah namun rasanya berubah. Bung Hatta menggangap Islam seperti garam. Tanamkan Islam di dalam hati pemuda-pemuda dan mereka akan membereskan seluruh negeri ini.”
”Pakailah filsafat garam, tak tampak tapi terasa. Janganlah pakai filsafat gincu, tampak tapi tak terasa.” Inilah yang diinginkan Bung Hatta yaitu agar nilai-nilai Islam dapat menggarami kehidupan budaya bangsa, hingga akhlak mulia dan keadilan dapat ditegakkan secara nyata, bukan dalam format retorika politik yang tidak bertanggung jawab.
Nah gan Bung Hatta (Wapres pertama kita) juga lebih memilih politik garam gan..hehe


Diubah oleh jalatos 28-05-2014 18:24
anasabila memberi reputasi
1
4K
30
Thread Digembok
Urutan
Terbaru
Terlama
Thread Digembok
Komunitas Pilihan