Kaskus

News

trafalgal92Avatar border
TS
trafalgal92
sumber jkgr
Secuil Kisah-kisah Awak “Hiu Kencana”
yang tidak terpublikasikan Jilid 8
Kisah ini sengaja saya tulis
berdasarkan catatan-catatan tertulis
yang saya punya dan juga cerita-cerita
dari para “Silent Warrior” pinisepuh
saat mereka dulu bertugas mengawaki
“Hiu-hiu besi” kita dalam menjaga
Kedaulatan NKRI yang mungkin selama
ini belum pernah terpublikasikan. Dan
tulisan ini saya dedikasikan juga
kepada seluruh “Beliau-beliau” tadi
berikut juga dengan para “Silent
Warrior” muda yang kini masih
bertugas mengawal NKRI.
Khusus untuk Jilid ini saya ingin
mencoba menuliskan kisah tentang
kejadian yang baru saja terjadi tentang
sengketa di wilayah Tanjung Datu dan
kejadian tahun 1992 dulu tentang
sebuah kapal ferry yang mencoba nekad
masuk tanpa izin ke dalam wilayah
kita. Dan enggak lupa tulisan ini saya
buat secara bersambung (soale dibuat
disela-sela kesibukan saya alias kalo
lagi mood dan ada waktu luang ya
nulis, kalo enggak mood ya males nulis
soale kerjaan saya bejibun banyaknya).
So harap maklum kalau-kalau nanti
artikel sambungannya lamaaa banget
keluarnya.
Operasi Tanjung Datu
Kisah ini merupakan kisah yang baru
saja terjadi beberapa waktu lalu, seperti
ramai diberitakan bahwa Malaysia
berusaha membangun mercusuar / rig
di titik koordinat 02.05.053
N-109.38.370 E Bujur Timur, atau
sekitar 900 meter di depan patok SRTP
1 (patok 01) wilayah Tanjung Datu,
Kecamatan Paloh, Kalimantan Barat,
yang masih dalam Status Quo karena
masih terdapat sengketa lahan yang
belum terselesaikan antara Indonesia
dengan Malaysia. Selain Camar Bulan
di Tanjung Datuk, ada empat titik batas
lain yang belum ada kesepakatan, yakni
Gunung Raya 1 dan 2, Gunung Jagoi,
Batu Aung dan D400 yang pada survei
tahun 1987-1988 tidak ditemukan titik
jatuh air.
Bahwa batas negara Indonesia dan
Malaysia di wilayah Kampung Camar
Bulan, Desa Temajok, atau sering juga
disebut Tanjung Datu, Kecamatan
Paloh, Kabupaten Sambas, Kalimantan
Barat, hingga kini masih bermasalah.
Dalam peta negara kita, garis batas
dengan Malaysia terletak 3.900 meter
dari garis pantai. Sementara menurut
Malaysia, batas negara mereka dengan
negara kita terletak 900 meter dari
garis pantai.
Perbedaan persepsi tentang batas
negara itu berpotensi memunculkan
perselisihan wilayah di Kampung Camar
Bulan. Dalam kaitan itu, pemerintah
daerah setempat terus mendorong
masyarakat untuk beraktivitas di
wilayah tersebut, antara lain dengan
cara menanami lahan. karena jika
masyarakat menduduki wilayah
”sengketa” yang luasnya 405 hektar itu
secara masif, peluang Indonesia untuk
mendapatkan pengakuan secara
internasional akan lebih besar.
Masyarakat Camar Bulan belakangan
ini mulai aktif melakukan penanaman di
kawasan seluas 405 hektar tersebut.
Mereka berani menanami lahan setelah
Pemerintah Daerah setempat
meyakinkan warga bahwa wilayah
tersebut sah (masuk wilayah
Indonesia), sesuai peta negara kita.
Sebelumnya mereka takut beraktivitas
di sana karena sering dikejar tentara
Malaysia. Kini masyarakat juga tenang
karena TNI telah membuat pos lintas
batas dan menempatkan anggotanya di
sana.
Sebetulnya jauh sebelum adanya
pemberitaan resmi oleh berbagai media,
warga kita yang tinggal disekitar TKP
dan para nelayan yang biasa mencari
ikan diseputaran tersebut telah
memberikan laporan resmi kepada
koramil setempat dan petugas di Pos
AL Temajuk tentang aktivitas beberapa
kapal tongkang yang dikawal kapal
perang negeri Jiran beraktivitas
memuat material bangunan dan
aktivitas pemancangan.
Laporan tersebut kemudian
ditindaklanjuti dengan mengirim tim
kecil dari TNI AL yang menyamar
sebagai nelayan ke lokasi TKP yang
kemudian mendapati kebenaran atas
laporan masyarakat tadi tentang
aktivitas negeri Jiran di wilayah
sengketa tersebut dan kemudian
melaporkannya kepada pusat yang
kemudian ditindak lanjuti dengan
mengirimkan Korvet KRI dengan terlebih
dahulu beberapa hari sebelumnya
sejumlah Armada Bawah Air kita sudah
diperintahkan menuju ke TKP.
TNI saat itu tidak main-main,
berhubung waktunya hampir bersamaan
dengan diadakannya latihan gugus
pengamanan di Ambalat, maka
sejumlah KS kita sudah mengunci basis
KS mereka di Sepanggar Bay, Sabah.
Sementara di lokasi TKP beberapa
kapal tongkang dan sebiji kapal perang
pengawalnya tanpa disadari sudah
dikepung oleh 4 unit KS kita di mana 2
unit KS lagi berjaga jauh di dalam
wilayah laut Malaysia sebagai
antisipasi bilamana mereka memang
berani ngajak kita duel beneran.
Jangan ditanya nasib satu-satunya
kapal perang patroli mereka yang
mengawal armada tongkang, kapal
patroli itu dilock terus-menerus oleh KS
kita, untung saja mereka diselamatkan
karena memang perintah
“menembakkan torpedo” dari pusat
tidak kunjung datang sampai akhirnya
mereka membubarkan diri lari terbirit-
birit ketika satu KRI kita merapat ke
TKP yang kemudian menurunkan
beberapa personel Kopaska.
Tindak lanjut dari kejadian ini adalah
Mabes TNI mengambil langkah lebih
maju. Mabes TNI memastikan akan
membangun pangkalan AL (Lanal) di
Tanjung Datu, untuk menggantikan Pos
AL Temajuk. Lanal itu nanti sekaligus
untuk memperkuat pertahanan di
kawasan Natuna. TNI kedepannya juga
akan membangun air street pangkalan
udara aju dan satuan infanteri juga
akan masuk di kawasan itu alias
penempatan pasukan dalam jumlah
besar, karena pangkalan tersebut tidak
hanya untuk mempertahankan Tanjung
Datu.
Pembangunan Suar oleh Malaysia di
Tanjung Datuk, Kalbar
Saat ini TNI AL telah menyiagakan tiga
KRI yang berpatroli di sekitar kawasan
tersebut. Kapal-kapal itu adalah Korvet
KRI Sutedi Senoputra, KRI Barakuda,
dan KRI Madang. Untuk armada bawah
airnya TNI AL masih menyiagakan
sejumlah KS yang berpatroli rutin
dengan Induk pengawasan wilayah
tanjung Datu adalah Lanal Pontianak
yang membuat pos AL di kawasan
Temajuk.
Lusitania Expresso
Lusitania Expresso berlayar dari
Lisabon Portugal menuju Dilli Timtim
Peristiwa 12 November 1991 di Dilli
Timor Timur (Timtim) atau peristiwa
Santa Cruz adalah kerusuhan yang
terjadi antara kelompok anti integrasi
dengan aparat keamanan di tempat
pemakaman Santa Cruz Dilli Timtim.
Kelompok anti integrasi selesai
melaksanakan misa di gereja Motael
Dilli dilanjutkan demonstrasi yang
anarkhis menuntut referendum. Dalam
kerusuhan tersebut tidak hanya
mengakibatkan korban pihak sipil tetapi
juga dari personel TNI.
Peristiwa ini merupakan peluang bagi
kelompok anti integrasi di Portugal
untuk melakukan provokasi politik yang
didukung oleh pemerintah Portugal.
Kelompok ini menggunakan sebuah
kapal ferry yaitu Lusitania Expresso
berbendera Portugal yang berlayar dari
Lisabon Portugal menuju Dilli Timtim
untuk mencari dukungan dan menarik
perhatian dunia Internasional dengan
misi mengadakan tabur bunga di
tempat pemakaman Santa Cruz Dilli.
Salah satu bentuk respon dari
pemerintah Indonesia untuk meredam
misi provokasi adalah membentuk
Satuan Tugas Aru Jaya (Satgas Aru
Jaya) yang mempunyai tugas pokok
untuk mencegah dan mengusir ferry
Lusitania Expresso yang akan
melaksanakan ziarah ke tempat
pemakaman Santa Cruz Timor Timur.
Kapal ferry Lusitania Expresso
membawa sekitar 73 aktivis dari 21
negara, 59 wartawan Internasional.
Salah satu anggota/ penumpangnya
adalah bekas Presiden Portugal Jendral
Antonio Romalho Eanes. Eanes yang
mengambil alih pemerintahan dengan
dukungan komunis tahun 1974-1975.
Kala itu, Portugal meninggalkan daerah
koloninya Timor-Timur yang mulai
dilanda Perang Saudara.
Transit di Darwin Aussie dari Vasco
Dagama terus berencana membawa VIP
(mantan presiden Portugal). Niatnya
berlayar dari Portugal transit ke Darwin
dan lanjut ke DILI Timor-Timor
(sekarang Timor Leste). Sesampai di
TIM-TIM ingin tabur bunga, demikian
“misi perdamaian” yang digembar-
gemborkan. Kapal Ferry yang
dikomandoi Kapten Dos Santos
akhirnya gagal masuk ke TIM-TIM
karena disambut 3 KRI angkatan laut
dan sebuah KS 209 kita.
Pergerakan Kapal Lusitania Expresso:
1) 23 Januari 1992 berangkat dari
Lisabon Portugal
2) 24 Februari 1992 berangkat dari
Colombo Srilanka.
3) 8 Maret 1992 tiba di Darwin
Australia.
4) 9 Maret 1992 berangkat dari Darwin
menuju Dilli.
5) 11 Maret 1992 jam 0600 WITA,
meninggalkan perairan Indonesia.
Pergerakan TNI AL:
17 Februari 1992
Armada Timur (Armatim) mengerahkan
beberapa kapal perang untuk
menghalau gerakan Lusitania Expresso,
termasuk juga sebuah KS type 209.
6 Maret 1992
Jam 14.28 WITA Pesud Nomad P – 802
mendeteksi Lusitania Expresso pada
posisi 11º 52’ S – 122º 07’ T dengan
haluan 110 menuju arah Darwin/
Australia dan kecepatan 10 knot.
10 Maret 1992
jam 14.10 WITA Pesud P – 802
mendeteksi Lusitania Expresso pada
posisi 10º 25’ S – 128º 29’ T atau
sekitar 127 Nm Tenggara Pulau Yako.
Pada pukul 21.30 WITA KRI Kihajar
Dewantara – 364 (KRI KDA – 364)
menemukan Lusitania Expresso.
11 Maret 1992
jam 03.00 WITA KRI Yos Soedarso –
353 (KRI YOS – 353) bergabung dengan
KRI KDA – 364 yang sedang
membayangi Lusitania Expresso.
Sementara KS kita juga bergabung dan
ikut membayangi dari jarak yang agak
jauh
KRI Ki Hajar Dewantara (364) / KRI
KDA – 364
Jam 05.00 WITA ferry tersebut sudah
berada pada posisi 23 Nm dari ujung
Timor Timur.
05.58 WITA, KRI YOS – 353 menaikkan
isyarat K-9 (tanda Internasional
sebagai isyarat untuk membuka jalur
komunikasi FM – 16).
Jam 06.03 WITA, Dansatgas Aru Jaya
memerintahkan KRI YOS – 353 untuk
mengusir Lusitania Expreso yang telah
memasuki laut territorial Indonesia. KRI
YOS – 353 melaksanakan komunikasi,
namun sampai dengan jam 06.06 WITA
fery tersebut belum mematuhi perintah
KRI YOS – 353 untuk merubah haluan
keluar dari perairan Indonesia.
J am 06.15 WITA, setelah mendapat
peringatan keras secara lisan dari KRI
YOS – 353, Lusitania Expresso berbalik
arah 180 derajat menuju haluan 150º
yang merupakan arah ke Darwin.
KRI Yos Sudarso 353
Jam 07.31 WITA, Lusitania Expreso
menaikan tanda isyarat 2 bola hitam
pada posisi 4,5 Nm dari batas laut
territorial (masih berada di dalam laut
territorial), sebagai tanda kapal
terbatas olah geraknya. Kemudian, KRI
YOS – 353 menaikan bendera RJ – 2
dan RJ – 3, karena ferry tersebut belum
bergerak dan masih mengapung di laut
territorial, namun diindikasikan hanya
mengulur waktu dan mengadakan tawar
menawar dengan KRI YOS – 353.
Jam 08.55 WITA, KRI YOS – 353
kembali menaikan isyarat bendera RJ
yang artinya peringatan bahwa
seharusnya kerusakan mesin sudah
dapat diatasi.
Jam 09.22 WITA, nahkoda Lusitania
Expresso menginformasikan kepada KRI
YOS – 353 bahwa kerusakan dapat
diatasi dan bergerak ke haluan 157º
menuju Darwin. KRI KDA – 364
membayangi sampai dengan batas ZEE
Indonesia – Australia dan meyakinkan
bahwa ferry tersebut tetap menuju
Darwin dengan dibayangi oleh KS kita.
Bersambung…
“Wira Ananta Rudhiro”
“Jalesveva Jayamahe”
“NKRI harga mati!”
By. Pocong Syereem
0
6.1K
32
Thread Digembok
Urutan
Terbaru
Terlama
Thread Digembok
Komunitas Pilihan