Kaskus

Hobby

siagaindonesiaAvatar border
TS
siagaindonesia
Gus Dur Bisa Meramal Masa Depan
trit ngungsi dari link


Gus Dur Bisa Meramal Masa Depan


Ada empat misteri di dunia ini, yakni kelahiran, jodoh, kematian, dan Gus Dur. Seluruh ucapan, perilaku dan manuver politik mantan Ketum NU tiga periode itu (1984-1998) itu benar-benar bak misteri. Pernyataan Gus Dur kerap disalahartikan dan mengundang kontroversi, bahkan oleh “kandang”nya sendiri, kalangan NU dan pesantren. Mungkinkah itu terjadi karena Gus Dur bisa meramal masa depan?

Sosok yang misterius. Predikat itu sangat lekat pada Gus Dur, selain banyak predikat lainnya seperti kontroversial, demokratis, dan lain-lain.

Bahkan almarhum Nurcholis Madjid atau Cak Nur setengah bercanda pernah mengatakan, “Hal yang misterius dan hanya Allah yang tahu, selain jodoh, maut, dan rezeki, adalah Gus Dur”.

Gus Dur memang kerap membuat manuver politik yang sulit ditebak. Hal itu sering membuat orang salah sangka dan salah langkah menghadapi manuvernya.

Apa yang dilakukan Presiden ke-4 Indonesia itu selama hidupnya memang serba tak terduga dan misterius. Bahkan pemikirannya juga sering melampaui jaman. Pemikiran atau gagasannya baru terbukti kebenarannya kemudian. Artinya, Gus Dur bisa meramal masa depan.

Kisah-kisah supranatural yang dialami Gus Dur sebenarnya bukan hal aneh di kalangan para kiai NU, termasuk Gus Dur sendiri. Salah satu faktornya karena sebagian kiai nahdliyin menjalankan tradisi sufistik. Di lingkungan NU, para kiai yang tergabung dalam tarekat memiliki pengaruh kuat terhadap masyarakat luas di pesantren ataupun di luar wilayahnya. Pengaruh yang mereka dapatkan datang dari kepercayaan masyarakat terhadap bakat supranatural yang dimiliki kiai. Dalam istilah eskatologi pesantren, kemampuan supranatural ini disebut khariqul ‘adah. Sementara masyarakat awam memandang kemampuan semacam itu sebagai suatu keanehan, ganjil, paradoks atau kontroversial.

Ya, saat ini memang tidak ada kyai-kyai Nahdlatul Ulama (NU) yang mengikuti jejak almarhum Gus Dur. Pasalnya, sosok Gus Dur selain memiliki perspektif agama juga sangat kuat dalam perspektif kebudayaanya.

Pernyataan itu disampaikan Pimpinan Pondok Pesantren Nurul Ummah, Kota Gede, Yogyakarta KH Abdullah Muhaimin yang merupakan rekan dekat dan teman spiritual mendiang KH Abdurrahman Wahid, beberapa waktu lalu.

“Seperti saya katakan tadi kyai-kyai NU yang berkembang hanya perspektif keagamaan. Strategi budaya hampir tidak ada yang memiliki,” ungkapnya.

Sosok Gus Dur dalam hal spiritual, menurutnya, ada satu keterkaitan almarhum Gus Dur dengan sosok Mbah Liem. Mbah Liem adalah sosok kyai besar yang nyentrik. Sifat dan ideologi nasionalismenya sangat kuat dan teruji.

“Gus Dur ada benang merah spiritual dan langkah-langkah hampir sama dengan Mbah Liem. Satu ketika Mbah Liem gerah, tiba-tiba beliau ingat hari itu hari kemerdekaan, langsung bangun upacara 17-an. Nasionalisme Mbah liem lebih dari 100 persen. Demikian Gus Dur juga mengaktualisasikan nasionalime lewat gerakan populis kebudayaan dan cerdik,” tegasnya.

Dalam ilmu Islam kejawen, Gus Dur itu adalah sosok yang mengetahui sesuatu sebelum terjadi. Orang jawa mengatakan ‘winarah’. Sering disebut dalam istilah barat yaitu sosok yang ‘beyond fenomenon’.

“Gus Dur itu nek wong jowo yah dia itu bisa membaca “beyond fenomenon” artinya waskito (tahu sebelum masanya terjadi). Gus Dur bisa menangkap yang akan terjadi seperti itu,” ungkapnya.

Selain beyond fenomenon, menyitir sebutan ulama NU KH Mukti Ali, Gus Dur itu diibaratkan sebagai sosok ‘Prematur 50 Tahun’. Gus Dur bisa menangkap fenomena dan gambaran yang akan terjadi sebelum datang masanya sehingga dia dengan sekuat tenaga bisa menciptakan upaya dan langkah apa yang harus diperjuangkanya supaya bisa mengantisipasi bahaya maupun kejadian itu.

“Seperti kata Kyai Mukti Ali, Gus Dur itu ibaratnya prematur 50 tahun. Di situlah Gus Dur sudah bisa menangkap fenomena bangsa itu. Saat ketika menangkap itu dia harus harus berbuat dan melakukan serta menyelamatkan dengan cara bagaimana langsung dia perjuangkan. Banyak yang saya tidak bisa katakan dan masih menjadi rahasia,” tuturnya.

KH Abdullah Muhaimin menolak jika dikatakan Gus Dur dalam memperoleh kemampuan menerawang masa depan itu melalui sosok makhluk gaib yang bernama jin.

“Nggak…nggak…nggaak…nggak!” ungkap KH Abdullah Muhaimin saat ditanya apakah Gus Dur punya jin atau pengikut seperti yang diungkapkan masyarakat awam sehingga bisa menangkap fenomena sebelum terjadi.

“Saya masih punya tinggalan yang sampai kini belum terungkap. Tinggalan itu belum terungkap dan saya belum berani ngomong. Bentuknya? Barang, pusaka. Yah saya merasa mendapatkan semacam kekuatan yang akhirnya saya menjadi seperti ini. Karena kebetulan saya dekat dengan beliau semasa hidupnya dan saya dekat dengan semua keluarga dan kenal baik dengan semua keluarganya,” jelasnya.

Sepeninggal Gus Dur, KH Abdullah Muhaimin mengaku mendapatkan isyarat terkait fenomena global di Indonesia. Namun, KH Abdullah Muhaimin menolak menjelaskan fenomena apakah yang terjadi di Indonesia secara global nanti.

“Isyarat yang sampai sekarang belum terungkap saya dikasih sesuatu yang sampai saat ini belum terungkap. Le ku mikir koyok Nabi Qidir ro Nabi Musa (Caraku mikir seperti Nabi Qidir dan Nabi Musa). Sesuatu itu berupa persoalan global dan macam-macam terkait kebangsaan dan donyo dan tidak bisa dibuka. Dan itu saat sekarang masih rahasia,” pungkas KH Abdullah Muhaimin mengakiri pernyataanya.

Misteri Tidur Gus Dur
Memang tak mudah untuk membaca seorang Gus Dur. Hal itu diakui oleh Bisri Effendy saat memberi kata pengantar dalam buku “Tuhan Tak Perlu Dibela” cetakan 1999. Bagi lawannya, Gus Dur adalah musuh Islam nomer satu. Ia dianggap sebagai tokoh yang “meracuni” pemikiran anak muda NU, sekaligus penyebar ideologi sekuler-liberal. Tak heran, konon, jika berpulangnya Gus Dur dianggap sebagai bentuk “pertolongan” Tuhan bagi umat Islam oleh seorang tokoh.

Namun, bagi kawan-kawannya, sosok Gus Dur sebagai “ad-dakhil” alias pendobrak. Sesuai namanya, Abdurrahman Ad-Dakhil, Gus Dur memang “mendobrak” mainstream konservatif kalangan muslim Indonesia melalui berbagai kebijakkan, tulisan dan pernyataannya.

Jika Cak Nur dianggap sebagai tokoh yang mengenalkan Islam ke kalangan masyarakat perkotaan, maka Gus Dur dianggap sebagai tokoh yang mengenalkan jargon “Mempribumikan Islam dan Meng-Islamkan Pribumi”.

Sementara untuk kalangan umat NU, Gus Dur dianggap lebih dari sekedar manusia biasa. Semasa hidup, Gus Dur dipandang sebagai sosok manusia luar biasa, sosok seorang “Wali Allah”. Tak heran jika berbagai pernyataan kontroversialnya sering di-amin-kan oleh kalangan Nahdhiyin. Mereka memandangnya sebagai wujud dari “sak durunge winarah”, salah satu kecirian seorang wali yang bisa mengetahui sesuatu sebelum terjadi.

Bagi bangsa Indonesia, terutama kalangan minoritas, Gus Dur dilantik secara tak resmi sebagai guru bangsa. Pun ketika “naik pangkat” menjadi Presiden, banyak kalangan justru menganggap Gus Dur sejatinya “turun pangkat”. Istilahnya “Semar Dadi Ratu”. Gus Dur seakan sudi untuk “disangkar emaskan”. Sementara Semar tak cocok menjadi Ratu. Semar melebihi seorang Ratu. Demikian pula dengan Gus Dur.

Buktinya, saat Gus Dur lengser dari kursi kepresidenan, dia keluar hanya memakai celana pendek dan memakai kaos oblong. Beliau melambaikan tangan ke pada para wartawan, bukankah ini sebuah misteri.

Istana Negara yang dulunya tertutup dan hanya bisa dimasuki orang yang berpakaian jas, Gus Dur hadir dan mengubah formalisasi di dalam istana tersebut. Gus Dur mengembalikkan Istana Negara kepada rakyat.

Siapapun bisa memasukinya, bahkan hanya dengan memakai sandal jepit dan bajo kaos oblong. Bukankah hal ini juga menjadi misteri bagi bangsa ini sebab pasca lengsernya Gus Dur, Istana Negara kembali menjadi menjadi milik kaum elite.

Gus Dur juga penggagas pertama pengadilan Soeharto. Menurutnya hartanya disita lalu dimaafkan. Dia juga dikenal sebagai kiai yang humoris yang kadang membuat pidato persiden menjadi pidato yang jenaka.

Untuk kalangan minoritas sosoknya demikian dikenang dan dihormati. Kalangan Tionghoa memberinya gelar “Bapak Tionghoa Indonesia”. Bukan tanpa alasan, Gus Dur-lah yang menghilangkan diskriminasi terhadap etnis yang menyudutkan mereka.

Gus Dur juga dinilai layak menyandang gelar “Bapak Demokrasi Indonesia”. Pada era kepemimpinannya, Gus Dur membubarkan Bakortranas–lembaga ekstra yudisial penerus Kopkamtib–yang memiliki kewenangan luas untuk menindas. Gus Dur pula, dengan kebesaran hatinya, meminta maaf kepada korban pembantaian PKI sekaligus mengusulkan untuk mencabut TAP MPRS No. 27/1966. Gus Dur juga membuka ruang dialog antar (umat) agama. Ia ingin setiap orang diperlakukan setara dalam hukum, tanpa membeda-bedakan warna kulit, etnis, agama atau ideologi.

Begitu juga saat Gus Dur mengungkapkan gagasan, caci maki muncul. Namun, dia tetap bersikeras dan tak pernah mudur selangkah pun. Tetapi seiring berjalannya waktu orang baru sadar apa yang dikatakannya adalah benar adanya.
Misalnya, ketika dia berurusan dengan DPR. Kala itu Gus Dur sebagai presiden dengan gagah berani menghadiri undangan hak interpelasi DPR. Mungkin hanya Gus Dur (satu-satunya) presiden yang berani menghadapi dewan secara langsung tanpa takut.

Dalam pidato jawabannya di hadapan wakil rakyat, Gus Dur dengan lantang menyebut DPR seperti taman kanak-kanak. Hal itu kontan memancing banyak reaksi. Ada yang marah, ada yang menilai dia gila dan asal berbicara. Intinya kala itu pendapatnya disalahkan, walau mungkin banyak yang membenarkan.

Waktu berjalan, Gus Dur sudah lengser dan DPR berganti. Ternyata DPR baru kemudian menunjukkan tingkah polah mirip taman kanak-kanak dengan nyaris berbaku pukul. Ini membuat sebagian orang mengatakan Gus Dur adalah orang gila.

Dalam konteks kegilaan benar apa yang dikatakan Khalil Gibran, “Di tengah masyarakat yang terdiri dari orang-orang gila, orang yang paling waras disebut sebagai orang yang paling gila. Dan di tengah masyarakat yang terdiri orang-orang yang waras, orang yang paling gila disebut orang waras”.

Gus Dur dikatakan “gila” oleh masyarakat gila yang merasa waras. Dia disebut sebagai paling waras di tengah-tengah orang-orang “gila” yang tidak ingin waras. Kebudayaan “gila” dewasa ini harus diatur oleh orang paling waras, walaupun orang paling waras itu harus mendapatkan slogan sebagai orang paling gila.

“Kegilaan” Gus Dur adalah tipikal paling relevan untuk memimpin masyarakat yang tergila-gila kegilaan sebab Gus Dur adalah terali, tembok, pilar, atap, dan ornamen-ornamen bagi rumah Ilahi, yang terus mengalami “keterasingan” di tengah-tengah rumah besarnya sendiri, di tengah-tengah bangsanya sendiri, juga di sudut-sudut lapuk warga Nahdhiyin-nya.

Dan, saat itu hampir semua televisi memutar adegan memalukan itu sembari memutar rekaman saat Gus Dur menyebut DPR taman kanak-kanak. Banyak yang lantas berkata, “Benar juga ya Gus Dur dulu bilang gitu”. Ternyata Gus Dur memang sudah mengetahui apa-apa yang belum diketahui masyarakat.

Hal misterius lainnya yang dikenal dari Gus Dur adalah misteri tidurnya. Gus Dur selama ini sering terlihat tidur saat menjadi pembicara diskusi atau saat memimpin rapat kabinet di Istana.

Namun anehnya, meski tertidur Gus Dur tahu apa yang dibicarakan orang di sekitarnya selama dia tidur mendengkur. Saat bangun dia akan menjawab semua dan tahu apa yang dibicarakan seolah dia sedang terjaga saat pembicaraan dan pertanyaan itu diajukan, sehingga mengejutkan mereka yang hadir.

Misteri tidur Gus Dur ini sudah banyak disaksikan orang. Sahabat Gus Dur yang juga penulis terkenal Mohammad Sobari pernah menulis kesaksiannya soal hal itu. Sobari mengatakan banyak menteri yang terheran-heran dengan apa yang dilakukan presidennya.

Hal yang sama juga dikemukakan Pakar Komunikasi Politik UI Effendy Ghazali. Effendy mengatakan dalam sebuah diskusi Gus Dur tertidur pulas, saat itu banyak orang yang bertanya pada Gus Dur.

“Saya sampai mencatat lengkap semua pertanyaan mereka,” kata Effendy yang takut Gus Dur tidak tahu ada yang tanya.
Namun dugaan Effendy meleset, saat bangun Gus Dur tahu semua pertanyaan dan siapa yang bertanya. Mulai saat itu Effendy percaya tentang cerita misteri tidur Gus Dur.

Bagi yang tidak melihat langsung, biasanya tidak percaya dan menilai misteri tidur itu bualan semata. Namun banyak pula yang keheranan melihat hal itu. Bagi santri kampung bahkan menilai hal itu sebagai karomah atau kelebihan khusus Gus Dur semacam indra keenam.

Gus Dur sendiri pernah ditanya seputar misteri tidurnya, dan dia menjawab dengan santai, “Biasa aja, saya ingat saja topik terakhir sebelum ketiduran, paling nanti pembicaraannya tak jauh dari situ,” jawabnya enteng.

Bagi mereka yang tidak percaya hal gaib seputar misteri tidur Gus Dur akan puas dan maklum dengan jawaban itu. Namun bagi mereka yang menyaksikan sendiri misteri tidur Gus Dur tentu tak percaya dengan jawaban itu. Misteri tidur Gus Dur sampai sekarang masih misterius.

Mengetahui Kematiannya Sendiri
Beberapa hari sebelum meninggal, Gus Dur meminta Pak Acun, panggilan Akrab KH Abdul Wahid Maryanto, untuk membelikannya karpet berukuran 2 x 1 meter yang lumayan empuk dan dengan harga sekitar Rp 300.000,- Pak Acun adalah salah seorang murid sekaligus teman akrab yang menemani Gus Dur saat dirawat di rumah sakit.

Tanpa banyak bertanya Pak Acun langsung berangkat. Ia bergegas ke bebarapa pusat perbelanjaan terbesar di Jakarta, tapi karpet dengan ukuran 2 x 1 meter itu tidak ditemukan. Pak Acun kembali menghadap Gus Dur.

“Tidak ada karpet yang seukuran itu Gus. Ada sih tapi harus dipotong beberapa senti (cm),” kata Pak Acun. Namun Gus Dur tetap memintanya untuk mencari karpet dengan ukuran itu, harus pas dengan ukuran yang dipesan dan tidak bisa dipotong.

Sampai-sampai uang Rp 300.000,- itu pun habis hanya untuk berkeliling pusat perbelanjaan dan menelpon orang kesana-kemari untuk menayakan perihal karpet 2 x 1. Pak Acun akhirnya menyerah, dan kembali menghadap Gus Dur. Ia bertanya, “Sebenarnya untuk apa karpet itu Gus?”.

Dengan sedikit kesal Gus Dur menjawab, karpet itu akan dibeber di bawah ranjang Gus Dur, dan Pak Acun akan disuruhnya tidur di karpet itu sambil menemani Gus Dur yang sedang sakit. Biasanya Pak Acun diminta Gus Dur untuk membacakan bebarapa buku dan kitab kuning, lalu Gus Dur bercerita atau berkomentar tentang buku atau kitab kuning yang dibaca. Pak Acun mengenang saat ia diminta Gus Dur membacakan Serat Centhini, lalu Gus Dur bercerita soal Al-Hallaj dan Syekh Siti Jenar.

Setelah menyampaikan laporan, Pak Acun keluar rumah sakit, dan ia tetap berusaha mencari karpet yang dipesan Gus Dur. Dan… Sampai Gus Dur meninggal ia belum mendapatkan karpet dengan ukuran itu. Bahkan Pak Acun tidak ada bersama Gus Dur pada saat Gus Dur menghembuskan nafas terakhirnya.

Pak Acun juga tidak bisa berada di dekat makam pada saat pemakaman Gus Dur, karena saking banyaknya orang yang ingin mengikuti prosesi pemakaman itu. Namun sesaat setelah pemakaman ia berada di samping makam Gus Dur, dan dia baru menemukan misteri 2 x 1 itu.

“Ternyata, 2 x 1 meter itu adalah liang lahat,” katanya sambil berdoa di samping makam Gus Dur.

Pak Acun sendiri adalah salah seorang pengasuh Pondok Pesantern Al-Kenaniyah Jakarta Timur yang juga pengasuh Pondok Pesantren Ciganjur. Pada saat Gus Dur mengaji di bulan Ramadhan di Masjid Al-Munawwarah bersama para santri Ciganjur, Pak Acun selalu berada disamping Gus Dur. Ia juga yang bertugas membangunkan Gus Dur saat tertidur di sela-sela pembacaan kitab kuning.

Cerita lainnya juga hampir sama. Sebelum meninggal pukul 18.45 WIB, Gus Dur sempat bercerita kepada salah satu orang dekatnya soal pengalaman spiritual yang dialami. Menurut Gus Dur, saat berziarah ke makam kakeknya KH Hasyim Asy’ari di Tebu Ireng, Jombang, Gus Dur sempat bertemu dan berkomunikasi dengan Mbah Hasyim.

Saat itu Gus Dur bercerita saat ziarah ke makam Mbah Hasyim, dia ditemui Mbah Hasyim. Gus Dur bercerita soal pengalamannya dengan tenang dan senang wajahnya. Menurut orang yang selalu menemani Gus Dur ini, dalam percakapannya dengan Mbah Hasyim, Gus Dur mengaku dikasihani. Gus Dur pun hanya tersenyum saat dibilangi kakeknya tersebut. Gus Dur bilang, “Mbah Hasyim kasian sama saya, Mas. Mbah Hasyim mengatakan, Le, kok tugasmu bersih-bersih terus yo? Sing sabar yo? (Nak, kok tugasmu bersih-bersih terus ya? Yang sabar ya?),” kata Gus Dur waktu itu.

KH Maman dari Jamaah Akar Jati juga menceritakan pengalaman bersama mantan Presiden RI ke 4 ini hingga meneteskan air mata saat menceritakan pengalaman dirinya dengan Gus Dur.

“Beberapa hari sebelum meninggal, saya sempat bertemu dengan beliau. Saat itu Gus Dur sempat mengisyaratkan kepada saya bahwa dalam waktu dekat ini akan ada satu tokoh nasional yang sering sakit-sakitan bakal meninggal. Dia menceritakan hal itu saat berada di kantor PB NU di Jakarta,” papar Maman.

Saat Gus Dur menyampaikan bakal adanya tokoh nasional yang meninggal, Maman tidak menaruh curiga bahwa hal itu bakal terjadi pada Gus Dur sendiri. Tapi, setelah Gus Dur meninggal pada malam tadi dia mulai tersadar jika pernyataan yang disampaikan Gus Dur tersebut merupakan salah satu isyarat. Dari kisah ini kemudian banyak orang yang menganggap Gus Dur merupakan sosok yang luar biasa. Sampai-sampai dia dianggap mengetahui kapan maut menjemputnya, yang mana orang lain belum tentu bisa melakukan apa yang dilakukan Gus Dur.

Gus Dur meninggal dunia pada hari Rabu, 30 Desember 2009, di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta, pada pukul 18.45 akibat berbagai komplikasi penyakit yang dideritanya sejak lama.

Gus Dur memang menderita banyak penyakit, bahkan sejak dia mulai menjabat sebagai presiden. Dia menderita gangguan penglihatan sehingga seringkali surat dan buku yang harus dibaca atau ditulisnya harus dibacakan atau dituliskan oleh orang lain. Beberapa kali dia mengalami serangan stroke. Diabetes dan gangguan ginjal juga dideritanya.

Sebelum wafat dia harus menjalani hemodialisis (cuci darah) rutin. Gus Dur wafat akibat sumbatan pada arteri. Seminggu sebelum dipindahkan ke Jakarta ia sempat dirawat di Jombang seusai mengadakan perjalanan di Jawa Timur.
Sebelum menghembuskan nafas terakhir, pukul 18.45 WIB, sebelumnya kesehatan mantan Presiden Abdurrahman Wahid merosot pada pukul 11.00 WIB. Dokter Aris Wibudi dari Tim Dokter Kepresidenan kepada wartawan di RSCM, Rabu 30 Desember 2009 menuturkan kronologi detik-detik terakhir wafatnya Gus Dur. Sabtu 26 Desember 2009, kesehatan menurun, namun kondisinya sempat membaik Rabu 30 Desember 2009 pukul 11.00 WIB. Kondisinya kembali memburuk akibat komplikasi penyakit diabetes dan ginjal. Setelah dilakukan pengobatan intensif, kondisinya tetap memburuk. Pukul 18.15 WIB, Gus Dur kritis dan pukul 18.45 WIB, Gus Dur dinyatakan wafat.

Gus Dur meninggal dunia di depan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tiba di RSCM sekitar pukul 18.00 WIB. Setelah sekitar satu jam berada di dalam ruangan tempat Gus Dur dirawat, SBY keluar.

Dengan segala rekam jejak positif Gus Dur, maka tak heran jika kepergiannya ditangisi oleh banyak pihak dan diantarkan oleh lautan manusia. Kehadiran puluhan ribu orang dan maraknya acara haul Gus Dur di seluruh pelosok Indonesia menjadi pertanda bahwa masyarakat Indonesia sangat merindukan kehadiran kembali sosok layaknya Gus Dur, dimana belum satu pun presiden sekelas dengannya.

Bagi kalangan santri, lautan manusia yang memadati acara haul-haul Gus Dur semakin menegaskan indikasi bahwa Gus Dur adalah “wali” kesepuluh setelah Walisanga. Setiap hari makamnya selalu penuh sesak oleh orang-orang yang berziarah untuk sekedar mendoakan atau “ngalap” berkah pada tokoh penggemar cerita silat “Kho Ping Hoo” ini.

next


0
9.4K
68
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan