- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Rektor UIN: Jokowi Orientasi Bekerja, Retorika Prabowo Menggebu-gebu


TS
gayness
Rektor UIN: Jokowi Orientasi Bekerja, Retorika Prabowo Menggebu-gebu

Jakarta -Pilih Jokowi atau Prabowo? Itu mungkin yang sedang dipertimbangkan rakyat Indonesia. Keduanya sama-sama menjadi calon presiden (capres) yang bertarung pada Pilpres 2014.
Setiap orang punya pandangannya sendiri, baik terhadap Jokowi atau Prabowo. Bagi seorang cendekiawan terkemuka Komaruddin Hidayat, Jokowi dan Prabowo sama-sama memiliki kelebihan dan kekurangan. Yang membedakan adalah retorikanya.
Di mata Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta ini, Jokowi adalah sosok yang lebih berorientasi untuk bekerja, namun retorikanya kurang. Sedangkan Prabowo punya retorika yang menggebu-gebu.
"Yang satu, Jokowi ini orang yang orientasinya lebih pada kerja. Kalau retorikanya tidak begitu menggebu-gebu. Nah ini beda dengan Prabowo, yang retorikanya begitu semangat. Jadi ini 2 tipe yang berbeda," ujar Komaruddin kepada Liputan6.com, baru-baru ini, yang dimuat Sabtu (24/5/2014).
Namun demikian, menurut dia, Pemilu bukan soal menentukan siapa yang menang atau kalah. Tapi yang penting, siapa yang bisa memberikan jaminan bahwa kabinet pemerintahannya berjalan dengan baik 5 tahun ke depan.
"Sebab kalau hanya pemilihan itu, ini pengaruh iklan kuat sekali. Mungkin itu emosi sesaat bisa muncul. Padahal 5 tahun ke depan itu sangat menentukan, apakah bangsa ini akan naik, atau akan turun. Ini ditentukan oleh kinerja kabinet 5 tahun ke depan," ujar pria yang karib disapa Pak Komar itu.
Jadi, dalam pandangan Komaruddin, siapapun capresnya, yang terpenting ia harus menunjukkan seperti apa nanti pemerintah yang akan dijalankan dengan jelas. Siapa saja tokoh-tokoh yang ditunjuk untuk menjadi bagian petinggi pemerintahan yang bisa dipercaya masyarakat.
"Bagi saya keduanya (Jokowi atau Prabowo) tidak jauh beda. Tapi kita lihat bagaimana style komposisi format kualitas kabinetnya. Jadi kalau saja mereka sudah mulai menunjukkan siapa saja yang akan ditampilkan pada kabinet strategis, mungkin, sebagai pengamat akan bisa menimbang-nimbang. Kalau sekarang ini masih retorika pencitraan," papar Komaruddin.
Debat Visi Misi di Negara Mapan
Guru Besar Filsafat Agama UIN Jakarta ini pun berharap agar tidak ada black campaign atau kampanye hitam dalam Pilpres 2014, apalagi kampanye yang menyerang SARA (Suku Agama Ras dan Antar Golongan) salah satu kandidat.
Menurut dia, yang diperdebatkan dalam pemilu di negara yang mapan bukanlah latar belakang, melainkan visi misi dan program kerjanya. Jadi seharusnya hal demikian juga bisa terjadi di Indonesia.
"Kalau negara yang sudah mapan, yang jadi debat polemik itu programnya, visi misinya, program kerjanya apa. Itu yang menjadi isu. Jangan mengangkat masalah ras, etnis, masalah pribadi, masalah agama," tandas Komaruddin.
Jokowi-JK didukung koalisi gabungan 5 partai, yakni PDIP, PKB, Partai Nasdem, Partai Hanura, dan PKPI. Prabowo-Hatta maju di bawah payung koalisi 6 partai, yaitu Partai Gerindra, PAN, PPP, PKS, Golkar, dan PBB.
Suara gabungan PDIP 18,95%, PKB 9,04%, Nasdem 6,72%, dan Hanura 5,62%, dan PKPI 0,91%, yakni 40,88%. Sementara akumulasi suara Gerindra 11,81%, PAN 7,59%, PPP 6,53 %, PKS 6,79%, Golkar 14,75%, dan PBB 1,46%, yakni 48,93%.
Kerja atau Retorika
Pilih yang banyak kerja atau yang pintar beretorika?

buat apa banyak retorika kalau sibuk bagi-bagi jabatan buat ngerampok negara.., mendingan kerja, kerja, kerja

Diubah oleh gayness 25-05-2014 05:07
0
3.2K
34


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan