- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Tim Prabowo Desak Bawaslu Proses Iklan Kampanye Jokowi


TS
corocodile
Tim Prabowo Desak Bawaslu Proses Iklan Kampanye Jokowi
JAKARTA - Tim advokasi pemenangan calon presiden Prabowo Subianto dan calon wakil presiden Hatta Rajasa mendesak Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menindaklanjuti iklan kampanye Joko Widodo di televisi. Iklan tersebut dinilai sebagai pelanggaran pidana karena sudah melanggar Peraturan KPU Nomor 4 Tahun 2014.
"Setidaknya sejak kemarin, 20 Mei 2014 kita menyaksikan iklan kampanye Jokowi yang sangat vulgar di televisi. Iklan tersebut terang-terangan berisi ajakan untuk memilih dan mencantumkan kapasitas Jokowi sebagai Calon Presiden," kata Juru Bicara tim advokasi Prabowo-Hatta, Habiburokhman dalam siaran pers yang diterima, Rabu (21/5/2014).
Habiburokhman pun menyayangkan penayangan iklan kampanye tersebut karena terkesan mencuri start dan dapat dikategorikan sebagai kampanye di luar jadwal. Karena berdasarkan Peraturan KPU Nomor 4 Tahun 2014, jadwal kampanye Pemilu Presiden adalah tanggal 4 Juni s/d 5 Juli 2014 mendatang.
"Mencari dukungan dengan membuat iklan di media massa adalah hal yang wajar dilakukan oleh pasangan capres/cawapres, namun hal tersebut harus senantiasa dilakukan dengan memperhatikan etika dan norma hukum yang berlaku," kata Habiburokhman.
Menurutnya, kampanye di luar jadwal adalah perbuatan curang, tidak santun dan sangat tidak etis karena dilakukan untuk mengambil keuntungan disaat kompetitor lain lengah. Yang lebih penting, kampanye diluar jadwal dapat dikategorikan sebagai tindak pidana Pemilu karena melanggar UU Nomor 213 Tahun 2008 yang ancaman hukumannya 12 bulan penjara.
"Kami berharap Bawaslu dapat bertindak cepat dan tegas menanggapi Iklan Jokowi tersebut. Harus ada kejelasan apakah iklan tersebut memenuhi unsur pelanggaran pidana Pemilu atau tidak. Jika iklan tersebut diangap pidana, maka tanpa perlu menunggu adanya laporan dari masyarakat Bawaslu harus memulai proses penyidikan dengan memanggil pihak-pihak terkait," katanya.
Sumber: http://pemilu.okezone.com/read/2014/...ampanye-jokowi
JAKARTA-Analis politik dari Universitas Indonesia Dr Yon Mahmudi menyatakan bahwa KPU dan Bawaslu harus berani mengusut iklan politik terselubung, khususnya pada masa tenang sebelum pencoblosan Pemilu Legislatif 2014.
"Bukan cuma Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) yang harus mengusut, tapi KPU dan Bawaslu juga harus bertindak, karena iklan itu diluncurkan di masa tenang dan pencoblosan yang sangat sensitif," katanya di Jakarta, Rabu.
Hal itu disampaikan terkait protes keras Direktur Eksekutif Center for Indonesian Reform (CIR) Drs Sapto Waluyo, M.Sc atas keras iklan politik terselubung yang dilakukan pada hari tenang dan pencoblosan.
"Salah satu contoh iklan produk sepatu (New Era) yang mempromosikan 'Pilih Yang Hebat', padahal iklan aslinya 'Terbukti yang Terbaik'. Iklan itu sangat berpengaruh bagi pemirsa (notabene pemilih) karena ditayangkan secara masif di sejumlah stasiun televisi nasional," katanya.
Menurut berbagai survei, kata dia, televisi merupakan media paling banyak diakses publik.
Jika sebuah iklan ditayangkan berulang-ulang dalam frekuensi tinggi, katanya, akan membentuk kesan mendalam bagi pemirsa dan mengarahkan perilaku tertentu.
Iklan sepatu "Pilih Yang Hebat", kata Sapto, berasosiasi dengan slogan partai tertentu, "Indonesia Hebat" (PDIP).
"Jika diteliti, 'font' dan warna hurufnya sama, identik.Ditambah dengan suara berulang-ulang memberi sugesti. Iklan tersebut bukan hendak menjual sepatu, namun memasarkan pesan politik dengan cara canggih dan persuasif. KPI dan YLKI harus mengusut, karena iklan tersebut telah melanggar hak publik untuk mendapat info yang benar dan objektif," katanya.
Menurut Yon Mahmudi, jika terbukti partai tertentu mendapat keuntungan dari iklan politik terselubung, capaian suaranya cacat prosedural dan moral.
"Namun, harus kita akui posisi Bawaslu amat lemah dalam mengawasi pelanggaran parpol, karena hanya berani dengan partai menengah dan kecil," katanya.
Selain itu, katanya, KPI dan Dewan Pers juga tidak memiliki kekuatan penuh untuk menghadapi kampanye melalui media besar.
"KPI dan Dewan Pers juga tak 'bergigi' menghadapi kampanye media besar yang pemodalnya dikuasai kaum politisi," kata Yon yang juga dosen di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia.
Oleh karena itu, ia mendesak regulasi yang lebih keras dan ketat dalam pengaturan kampanye dan pembiayaan partai politik, sedangkan semua pihak yang melanggar, harus dihukum setimpal.
Analis CIR Sapto Waluyo menemukan media nasional sekelas koran Kompas dapat terjebak pemihakan politik.
Ia merujuk pada liputan tanggal 3 April 2014 (halaman 4), di mana Kompas menyajikan berita panas "Menggoyang PDIP di Jawa Tengah".
Anehnya, kata dia, dalam infografis disebut nama partai secara berurut Nasdem, PKB, PDIP, PKS, Golkar, Gerindra, Demokrat, PAN, PPP, Hanura, PBB, dan PKPI.
Infografis Kompas, katanya, melakukan kekeliruan fatal karena partai nomor urut 3 mestinya adalah PKS, sedang PDIP nomor 4.
"Mengapa itu bisa terjadi. Redaksi Kompas harus menjelaskannya," katanya.
Namun, kata Sapto, dalam mitologi Tiongkok memang diyakini angka 4 berarti kematian atau stagnansi.
"Karena itu, mungkin pendukung PDIP tak begitu suka dapat nomor 4. Tapi, kesalahan Kompas bisa membawa berkah bagi PKS, karena pendukung PDIP bisa mencoblos nomor 3," katanya.
Ia mengatakan bahwa suasana di masa kampanye jelas membuat banyak pihak panik, termasuk para sponsor politik dan pemilik media massa.
Untuk itu, katanya, sikap cerdas para pemilih diperlukan, agar tidak memilih partai yang curang atau membeli produk yang diam-diam berpolitik.
Sumber: http://www.investor.co.id/home/kpu-b...selubung/81992
Spoiler for pic. :

Quote:
"Setidaknya sejak kemarin, 20 Mei 2014 kita menyaksikan iklan kampanye Jokowi yang sangat vulgar di televisi. Iklan tersebut terang-terangan berisi ajakan untuk memilih dan mencantumkan kapasitas Jokowi sebagai Calon Presiden," kata Juru Bicara tim advokasi Prabowo-Hatta, Habiburokhman dalam siaran pers yang diterima, Rabu (21/5/2014).
Habiburokhman pun menyayangkan penayangan iklan kampanye tersebut karena terkesan mencuri start dan dapat dikategorikan sebagai kampanye di luar jadwal. Karena berdasarkan Peraturan KPU Nomor 4 Tahun 2014, jadwal kampanye Pemilu Presiden adalah tanggal 4 Juni s/d 5 Juli 2014 mendatang.
"Mencari dukungan dengan membuat iklan di media massa adalah hal yang wajar dilakukan oleh pasangan capres/cawapres, namun hal tersebut harus senantiasa dilakukan dengan memperhatikan etika dan norma hukum yang berlaku," kata Habiburokhman.
Menurutnya, kampanye di luar jadwal adalah perbuatan curang, tidak santun dan sangat tidak etis karena dilakukan untuk mengambil keuntungan disaat kompetitor lain lengah. Yang lebih penting, kampanye diluar jadwal dapat dikategorikan sebagai tindak pidana Pemilu karena melanggar UU Nomor 213 Tahun 2008 yang ancaman hukumannya 12 bulan penjara.
"Kami berharap Bawaslu dapat bertindak cepat dan tegas menanggapi Iklan Jokowi tersebut. Harus ada kejelasan apakah iklan tersebut memenuhi unsur pelanggaran pidana Pemilu atau tidak. Jika iklan tersebut diangap pidana, maka tanpa perlu menunggu adanya laporan dari masyarakat Bawaslu harus memulai proses penyidikan dengan memanggil pihak-pihak terkait," katanya.
Sumber: http://pemilu.okezone.com/read/2014/...ampanye-jokowi
Spoiler for Pendukung Terselubung :
KPU-Bawaslu Harus Usut Iklan Politik Terselubung
JAKARTA-Analis politik dari Universitas Indonesia Dr Yon Mahmudi menyatakan bahwa KPU dan Bawaslu harus berani mengusut iklan politik terselubung, khususnya pada masa tenang sebelum pencoblosan Pemilu Legislatif 2014.
"Bukan cuma Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) yang harus mengusut, tapi KPU dan Bawaslu juga harus bertindak, karena iklan itu diluncurkan di masa tenang dan pencoblosan yang sangat sensitif," katanya di Jakarta, Rabu.
Hal itu disampaikan terkait protes keras Direktur Eksekutif Center for Indonesian Reform (CIR) Drs Sapto Waluyo, M.Sc atas keras iklan politik terselubung yang dilakukan pada hari tenang dan pencoblosan.
"Salah satu contoh iklan produk sepatu (New Era) yang mempromosikan 'Pilih Yang Hebat', padahal iklan aslinya 'Terbukti yang Terbaik'. Iklan itu sangat berpengaruh bagi pemirsa (notabene pemilih) karena ditayangkan secara masif di sejumlah stasiun televisi nasional," katanya.
Menurut berbagai survei, kata dia, televisi merupakan media paling banyak diakses publik.
Jika sebuah iklan ditayangkan berulang-ulang dalam frekuensi tinggi, katanya, akan membentuk kesan mendalam bagi pemirsa dan mengarahkan perilaku tertentu.
Iklan sepatu "Pilih Yang Hebat", kata Sapto, berasosiasi dengan slogan partai tertentu, "Indonesia Hebat" (PDIP).
"Jika diteliti, 'font' dan warna hurufnya sama, identik.Ditambah dengan suara berulang-ulang memberi sugesti. Iklan tersebut bukan hendak menjual sepatu, namun memasarkan pesan politik dengan cara canggih dan persuasif. KPI dan YLKI harus mengusut, karena iklan tersebut telah melanggar hak publik untuk mendapat info yang benar dan objektif," katanya.
Menurut Yon Mahmudi, jika terbukti partai tertentu mendapat keuntungan dari iklan politik terselubung, capaian suaranya cacat prosedural dan moral.
"Namun, harus kita akui posisi Bawaslu amat lemah dalam mengawasi pelanggaran parpol, karena hanya berani dengan partai menengah dan kecil," katanya.
Selain itu, katanya, KPI dan Dewan Pers juga tidak memiliki kekuatan penuh untuk menghadapi kampanye melalui media besar.
"KPI dan Dewan Pers juga tak 'bergigi' menghadapi kampanye media besar yang pemodalnya dikuasai kaum politisi," kata Yon yang juga dosen di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia.
Oleh karena itu, ia mendesak regulasi yang lebih keras dan ketat dalam pengaturan kampanye dan pembiayaan partai politik, sedangkan semua pihak yang melanggar, harus dihukum setimpal.
Analis CIR Sapto Waluyo menemukan media nasional sekelas koran Kompas dapat terjebak pemihakan politik.
Ia merujuk pada liputan tanggal 3 April 2014 (halaman 4), di mana Kompas menyajikan berita panas "Menggoyang PDIP di Jawa Tengah".
Anehnya, kata dia, dalam infografis disebut nama partai secara berurut Nasdem, PKB, PDIP, PKS, Golkar, Gerindra, Demokrat, PAN, PPP, Hanura, PBB, dan PKPI.
Infografis Kompas, katanya, melakukan kekeliruan fatal karena partai nomor urut 3 mestinya adalah PKS, sedang PDIP nomor 4.
"Mengapa itu bisa terjadi. Redaksi Kompas harus menjelaskannya," katanya.
Namun, kata Sapto, dalam mitologi Tiongkok memang diyakini angka 4 berarti kematian atau stagnansi.
"Karena itu, mungkin pendukung PDIP tak begitu suka dapat nomor 4. Tapi, kesalahan Kompas bisa membawa berkah bagi PKS, karena pendukung PDIP bisa mencoblos nomor 3," katanya.
Ia mengatakan bahwa suasana di masa kampanye jelas membuat banyak pihak panik, termasuk para sponsor politik dan pemilik media massa.
Untuk itu, katanya, sikap cerdas para pemilih diperlukan, agar tidak memilih partai yang curang atau membeli produk yang diam-diam berpolitik.
Sumber: http://www.investor.co.id/home/kpu-b...selubung/81992
Diubah oleh corocodile 22-05-2014 07:54
0
4K
Kutip
59
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan