Dua calon presiden (capres) Joko Widodo (Jokowi) dan Prabowo Subiyanto telah menentukan pilihan calon wakil presiden (cawapres). Namun Jokowi dinilai lebih unggul dibandingkan Prabowo karena memilih cawapres yang tepat.

Pengamat Politik dari Universitas Indonesia, Muhammad Budyatna, mengatakan langkah capres dari PID-Perjuangan, Jokowi untuk memilih Jusuf Kalla (JK) sebagai cawapres akan menguatkan pilihan masyarakat terhadap Jokowi karena sosoknya yang menjual.

“JK juga akan menguatkan Jokowi di DPR karena dengan pengalamannya JK dapat menggalang Partai Golkar di parlemen agar mendukung pemerintahan di bawah koalisi PDI-P,” kata Budyatna di Jakarta, Senin (19/5).

Sebaliknya langkah Capres Partai Gerindra, Prabowo Subianto yang memilih Hatta Radjasa sebagai cawapres justru akan melemahkan posisinya, baik dalam menggalang dukungan masyarakat maupun dukungan parlemen untuk pemerintahannya.

“Yang pertama, Hatta itu berasal dari Muhammadiyah. Orang NU pasti akan lari semua ke pihak Jokowi karena tidak ada satu pun orang NU yang mau memilih orang Muhammadiyah, seperti Hatta Radjasa. Jangankan wapres, menteri agama dari Muhammadiyah saja tidak akan diterima oleh NU kok,” ujarnya.

Hatta menurutnya juga akan menggeser suara pemilih yang menyukai Prabowo yang tegas, tapi tidak menyukai SBY yang tidak tegas. Posisi Hatta yang merupakan besan SBY, akan membuat para calon pemilih yang seperti ini lari ke kubu Jokowi.

”Orang mau memilih Prabowo karena tidak suka dengan sikap SBY yang tidak tegas. Kok sekarang Prabowo malah memilih Hatta yang besannya SBY,” kata Budyatna.

Selain itu, opini yang sudah tertanam di masyarakat bahwa Hatta dapat mengintervensi hukum akan melemahkan posisi Prabowo. ”Kalau SBY melakukan pencitraan dengan tidak membantu besannya yang masuk penjara berbuah manis. Sebaliknya, langkah Hatta yang membantu anaknya yang menabrak mobil sehingga dua orang meninggal dunia dan beberapa orang terluka parah, justru akan membuat citra negatif, termasuk pada orang yang akan berpasangan denganya,” ujar Budyatna.

Dia menjelaskan, Prabowo membutuhkan cawapres yang masa lalunya tidak bermasalah dan masa kini juga tidak bermasalah. Pasalnya, meskipun masyarakat mulai melupakan masa lalu Prabowo, namun Hatta memiliki sisi negatif dengan posisinya sebagai besan SBY.



Konvensi PD

Terkait dengan itu, Budyatna menyarankan Prabowo seharusnya memilih dua orang peserta konvensi, seperti Dahlan Iskan dan Marzuki Alie, sebagai cawapres. Kedua orang ini dengan kelebihannya masing-masing akan memperkuat Prabowo dalam pertarungan di pilpres melawan Jokowi.

Dahlan yang merupakan salah satu raja media dan pemenang konvensi tentunya akan membuat promosi Prabowo terbantukan. Sedangkan Marzuki dengan dukungan kuat akar rumput PD akan bekerja maksimal untuk mendukung pencapresan Prabowo.

“Dengan dukungan kerajaan medianya, Dahlan bisa mengangkat daya jual Prabowo. Kalau Marzuki yang dipilih, maka mesin PD akan hidup dan berjalan untuk pertarungan di Pilpres,” ujar Budyatna.

Dia menilai, kader-kader PD yang diharapkan menjadi mesin partai tidak akan berjalan untuk mendukung Prabowo-Hatta meskipun Hatta direstui oleh SBY selaku Ketua Umum PD.

“Saya yakin orang Demokrat tak akan mau membantu Prabowo-Hatta meski itu keinginan SBY sekalipun. Mereka tidak akan rela suara mereka yang lebih besar di Pileg dan seharusnya bisa menjadi wakil presiden lepas kepada Hatta yang berasal dari PAN,” ujar Budyatna.

Budyatna pun mengingatkan Prabowo untuk tidak mengambil Golkar kedalam mitra koalisi, karena siapa pun yang bekerjasama dengan Ketua Umum PG, Aburizal Bakrie saat ini pasti akan kalah.

”Jadi meski Ical gak jadi capres atau cawapres, dia masih ketua umum PG. Dia tidak disukai oleh rakyat dengan berbagai kasusnya seperti Lapindo dan penggelapan pajak. Kalau Ical diajak kerja sama, maka orang yang mengajak kerjasama tidak akan disukai oleh rakyat,” tandasnya.


SUMBER