Ya, namanya juga manusia. Jadi, wajar lah kalau anak pesantren pernah galau. Tapi, galaunya tentu saja bukan seperti galaunya orang biasa. Galaunya itu unik. Suatu hari, temanku ada tuh yang galau. Galaunya itu bukan karena putus ma pacarnya. (Ya iya lah, lucu kan, kalau anak pesantren galaunya gara-gara itu.) Jadi, ceritanya, dia itu udah mati-matian ngapalin berapa juz buat ujian. Pas waktunya dia maju, eh, ustadznya malah sibuk. Trus, beberapa hari berikutnya dia maju lagi. Eh, sibuk lagi tuh ustadz. Gimana nggak galau coba.

Coba deh, ane mau tanya, kalau kalian galau, apa yang dilakuin? Berteriak sekeras-kerasnya? Atau, ngebut-ngebutan? Atau, ngelimpahin semuanya itu ke pacar? Oke, ane mau ngasih tau bahwa kalau anak pesantren itu "pelampiasan" galaunya itu beda? Benar, nggak, sih? Jadi begini, kita kalau galau, pelampiasannya itu ya paling pol ke warnet *Itu standarnya yang nggak taat peraturan, ya... Jangan ditiru* Kalau yang taat, biasanya sih mereka pergi ke rumahnya ustadz mereka terus minta wejangan plus wedangan. Ya, kalau beruntung sih, bisa dapat makanan gratis. Hehehe.

Benar nggak sih pesantren ngajarin kekerasan?

Oke, tempo hari ane dapat kabar dari berita online (atau koran kalau nggak salah). Katanya, gara-gara sedikit membangkang kepada kakak kelas, dia dipukul habis-habisan. Ane yang baca berita itu hanya bisa ketawa. Jangankan membangkang ya, ane dulu aja gara-gara nggak ngasih salam aja, disidang habis-habisan. Temen ane juga ada tuh, gara-gara manggil kakak kelas nggak pake "kak", dia disidang habis-habisan. Menurut kalian itu kejam, ya? Lha, mau bagaimana lagi, laki itu harus gentle, nggak boleh manja. Dengan adanya sidang itu, mental kita pun jadi lebih terbangun dan akhlak kita pun jadi lebih baik. Karena, sejak saat itu, mau nggak salam ataupun mau nggak hormat dikit, pasti takut disidang lagi. Hehehe.

Nah, statement ini dah yang aku kurang bisa terima. Yang namanya pesantren itu ya, pusat pendidikan Islam. Di sini, kami belajar yang namanya Bahasa Arab, Al-Quran, Ilmu-ilmu Agama, dan lain-lainnya. Terus, gimana ceritanya kita belajar jadi teroris?

Ane jadi teringat pas waktu ikut lomba Desain Web yang diadain Himakomsi UGM *Sedikit curhat, ya*

Waktu tim kami presentasi, kami menjelaskan bahwa desain web yang kami buat itu murni 100% pake notepad, nggak pake software apapun. Nah, waktu itu para juri, peserta, dan penonton pada takjub ke kita. Bahkan, ada salah seorang peserta yang negur ane, "Gila! Ente programer sejati!" Waktu itu ane bingung, kok pada heboh semua, ya? Apa karena kami satu-satunya utusan yang dari pesantren? *Yang lainnya aja dari SMK komputer! Bujur buset...*

Di pesantren, berbagai ras dan daerah berkumpul jadi satu. Ada yang dari Jawa, Sunda, Kalimantan (bocoran aja, ane dari pulau itu >> Kalimantan), Sumatera, Kupang, dan Papua(Yah, udah mewakili se-Indonesia, lah) Makanya, kami di sini sudah terbiasa menghadapi berbagai karakter "Manusia Indonesia" yang unik-unik. Ada juga yang sifatnya itu ekstrovert, introvert, melankolis, optimis, pesimis, surealis, mistis. Lengkap lah, pokoknya.

At Last but VERY NOT LEAST. Mungkin, ada di antara Agan-Sista ini yang kesel sama sikap anak pesantren yang kalau di rumah malas-malasan doang. Oke, ane pengen kita sama-sama ngerti. Kehidupan pesantren itu adalah kehidupan yang penuh tekanan dan peraturan. Jadi, wajar sajalah kalau kita "memaksimalkan" waktu liburan ini. Oke?

google.com