- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Kumpulan Arsip: Mengenang Marissa Van Houten: Sahabatku dari Dunia Lain


TS
nepokjidat
Kumpulan Arsip: Mengenang Marissa Van Houten: Sahabatku dari Dunia Lain
Quote:
Original Posted By nepokjidat►
Semua terjadi begitu saja...
Tak ada 'sabab musabbab' yang menjadi pencetusnya, laiknya asap dan api...
Aku bahkan tak sadar bahwa ia berasal dari dunia lain...
Rasionalisasiku pun rasanya sudah lama tidak rasioanal, sungguh!
Tak ada 'sabab musabbab' yang menjadi pencetusnya, laiknya asap dan api...
Aku bahkan tak sadar bahwa ia berasal dari dunia lain...
Rasionalisasiku pun rasanya sudah lama tidak rasioanal, sungguh!
Quote:
Original Posted By chapter 1►Aku duduk diam terpaku di bawah rindangnya pohon Mangga Arumanis yang terletak tak jauh dari rumah peninggalan orang Belanda yang sunyi senyap.
Sebuah rumah yang tak diketahui pemiliknya hingga hari ini bahkan pemerintahan kota pun tak berani memugarnya, rumah itupun dibiarkan begitu saja apa adanya.
Menurut desas desus warga yang kudengar: konon setiap ada petugas yang datang ke sana dengan niat memugarnya maka besoknya mereka selalu kerasukan bahkan ada yang lebih lebih fatal dari itu; kalau sampai ada yang berani memindahkan barang-barang dalam rumah itu maka besoknya rumahnya akan dipenuhi oleh pekarangan bunga.
Tidak sekali dua kali tapi berkali-kali, inilah kiranya yang menjadikan barometer bahwa rumah itu memang angker.
Entah ulah siapa, yang jelas rumah itu sepertinya tidak ingin diusik oleh manusia, seakan ia pun ingin "hidup" layaknya manusia.
Bahkan pernah suatu ketika rumah tersebut dijadikan objek syuting acara mistik di salah satu stasiun TV yang berusaha menyingkap tentang keberadaan dunia lain tapi sayangnya semua kru yang bertugas tewas secara misterius.
Kejadian ini pun ditutupi rapat-rapat dan tak ada yang mengetahuinya kecuali kalangan internal mereka sendiri.
Berita ini lantas bocor keluar karna salah satu dari mereka yang selamat mempublishnya dalam salah satu blognya... entah itu hoax atau tidak yang jelas rumah tersebut memang tidak ingin diinjaki oleh kaki-kaki manusia.
Ah itu semua hanyalah desas desus dan gosip yang sepertinya dibuat-dibuat secara berlebihan oleh masyarakat; entah apa motif dan tujuannya namun sebagai orang terpelajar tentu akan tidak bisa lekas percaya begitu saja terhadap cerita seperti itu, yah namanya cerita... tentu sangat kental dengan bualan-bualan.
Di bawah pohon mangga inilah aku kerap melampiaskan kekesalanku dengan menyendiri sambil membaca buku, majalah dan komik apabila aku sudah muak dengan pergaulan-pergaulan yang tidak sehat.
Sepertinya menyendiri di saat lingkungan sudah menjadi rusak adalah terapi efektif agar kita tidak ikut tercebur seketika itu juga.
Masa orang mau mengajak ke neraka nantinya demi alasan "pertemanan" kita juga mau ikut?
Sorri ajjah, gue bukan tipe orang yang takut kehilangan teman, sebab manusia itu ada banyak, kita aja yang malas mencarinya dan orang baik itu tidak sedikit kalo kita bersungguh-sungguh mengenalnya. hehehe.
Minggu 25 Des 2013. Cijantung Jakarta Timur
Saat umat Kristen merayakan hari raya mereka di gereja-gereja dan umat muslim sepertiku merayakannya ((baca: libur nasional ini)) untuk bertamasya dan berwisata ke berbagai destinasi-destinasi yang menarik, aku malah mendatangi pohon mangga tersebut untuk duduk menyendiri dan membaca-baca buku; entah mengapa sepertinya ada sensasi tersendiri yang tak bisa diganti dengan apapun saat aku memilik waktu luang untuk menyendiri di bawah pohon mangga ini sambil sesekali menatapi rumah kosong itu.
Dan kali ini aku berniat menamatkan novel Romeo & Juliet karya William Shakespeare. Pada saat aku sudah mencapai halaman terakhir tiba-tiba dari rumah tersebut muncul suara.... ya suara.... makin lama suara tersebut makin menggema dan semakin terdengar jelas bahkan dari tempat dudukku... bahkan ending novel yang tinggal satu dua paragraf kuabaikan dari mengkahirinya karena terkesima dengan suara tersebut.
Awalnya suara piano... kemudian muncullah suara manusia.... ternyata itu adalah suara wanita dan ia sedang menyanyikan lagu Ave Maria... Sepertinya ia sedang beribadah dengan khidmat, maklum ibadahnya kristen adalah dengan bernyanyi.
Saat itu tidak ada kesan mistik horror atau yang sejenisnya dengan pemandangan yang baru saja terjadi ini, bahkan bulu kudukku tak ada yang berdiri karena keangkerannya atau apalah itu? sebagaimana cerita yang berkembang tadi, dan aku tetap berpikir rasional.
Seumur-umur aku duduk di bawah pohon ini baru kudengar rumah itu bersuara, apa karena pemiliknya sudah pulangkah???
karena suara nyanyiannya dan piano yang mengirinya begitu lembut dan merdu dan membuat hati luluh maka aku pun tergerak untuk mencari tahu lebih lanjut dan menghampirinya siapa tahu aku bisa berkenalan dengan pemilik rumah tersebut sekaligus mementahkan semua cerita fiksi yang dikarang-karang oleh masyarakat di sekitarku tentang rumah itu...
Maka novel R&J kututup kembali padahal tinggal beberapa paragraf, semua itu kubaiakan demi bisa mengenali pemilik suara tersebut maka akupun bangkit berdiri dan menuju langsung ke rumah tersebut...
Ternyata betul dugaanku; mana angker dan seramnya rumah ini? Pagar saja terbuka begitupun pintu rumahnya seakan mempersilahkan untuk tamu yang masuk, tapi sebentar... kenapa sandalnya cuma sepasang, apa hanya ada satu orang di dalam sana? Kenapa ibadahnya cuma seorang diri, lha mana jemaat yang lain? pikirku.
Ah tetap saja kesan ini tidak mampu membuat cerita horror mengenai rumah ini bertambah kuat di benakku, tetap saja cerita masyarakat hanyalah cerita bualan yang dibuat-buat...
Dengan memberanikan diri aku pun masuk ke dalam lalu ku ketok pintu rumah yang terbuka lebar tersebut dan tak ada sahutan sepertinya si pemiliknya masih bernyanyi...
karena tidak kuat dengan rasa penasaranku maka aku beranikan diri lagi masuk ke dalam dan mencari asal muasal suara tadi hingga akupun berhasil menemukannya...
ya ternyata benar ia adalah seorang gadis; berbando putih, berambut pirang, terurai hingga melewati bahunya, mengenakan gaun berwarna merah kehitam-hitaman sedang memainkan piano sambil bernyanyi dalam posisi memunggungiku...
Apakah ia hantu? sepertinya hanya orang tolol saja yang menganggap demikian? lihatlah ini wahai orang kampung, ini adalah manusia, mana mungkin ia adalah hantu, teriakku dalam batin untuk menyanggah keyakinan gila orang-orang di sekitarku yang menyangka bahwa rumah ini berhantu dan sangat berbahaya bagi manusia yang mendatanginya.
Aku terus berdiri setia menunggu di belakangnya.... hingga akhirnya ia pun menyelesaikan lagu tersebut hingga notnya yang terakhir...
saat aku merasa ada jeda waktu untuk masuk dan berkomunikasi aku pun langsung memberanikan diri memanggil gadis tersebut dengan suara yang nyaring: "Permisi... maaf apa kita bisa kenalan, apa kamu yang punya rumah ini?" Sesaat kemudian ia pun menghadapkan mukanya ke arahku hingga kami saling bertemu pandang...
lanjutannya:
Akupun tertegun saat pertama kali melihat wajahnya, hingga tak tahu kenapa tiba-tiba akupun tersenyum manis padanya seolah penanda bahwa aku ingin dekat dengannya dan berkenalan dengannya. Mungkinkah ini namanya jatuh cinta?
Melihatku menyenyuminya ia pun membalas dengan senyuman
yang lebih manis bahkan melebihi manisnya madu sambil mengangkat kedua keningnya perlahan dan menggeser pandangannya ke kanan penanda bahwa ia sangat malu menatapku, sungguh saat itu adalah moment yang sangat indah dalam hidupku.
Bagaimana tidak, ia bertampang indo, usianya kurang lebih 20 tahun, mengenakakn gaun yang sangat indah, menyenyumiku dengan sangat manis dan ini yang aku suka ternyata ia adalah gadis pemalu, sungguh belum pernah kujumpai ada gadis yang pemalu seperti ini....
Akupun lalu memberanikan diri mendekatinya dan menyapannya: "Hai namamu siapa, aku Migi."
Ia tidak menjawab, hanya menggerakkan bibirnya ke kiri dan ke kanan. Sepertinya ia masih sangat malu-malu padaku.
"Tidak apa-apa, ngga usah malu, aku anak sini, aku sering duduk di sana di bawah pohon mangga sambil menatap rumah ini sambil membaca buku, karena tadi aku mendengar ada suara musik maka aku tertarik datang ke sini." tuturku
Ia masih belum melepas senyumnya padaku...
"Apa kamu bisu?" tanyaku
Ia menjawab sambil geleng-geleng penanda bahwa ia tidak bisu.
"Kalo gitu kenapa kamu ngga bicara dan menjawab pertanyaanku?" lanjutku
Tiba-tiba ia berdiri dari tempat duduknya dan menutup pianonya lalu menghadap ke arahku dan di sinilah bibirnya mulai bergerak hingga keluarlah suara dari mulutnya:
"Mmmmm... Apa kamu senang mendengarku suara nyanyianku dan nada-nada yang kumainkan, Migi?"
"Tentu saja, kalau tidak, untuk apa aku ke sini?" jawabku.
"Eh kamu fasih juga ya berbahasa Indonesia?" tanyaku
"Aku khan memang lahir di sini, jadi wajar kalo aku fasih berbahasa Indonesia" jawabnya.
"Mmm namamu siapa? tadi aku tanya kenapa ngga dijawab?"
"Oh, Aku Marissa, lengkapnya Marissa Van Houten"
"Namamu mirip nama Belanda", ujarku
"Iya, papa mamaku memang asli Belanda, namun sudah menetap lama di sini"
Sekarang ortumu mana, kok kamu sendirian di sini? tanyaku penasaran.
"Oh mereka sudah pergi..."
Pergi? tanyaku heran
"Iya pergi"
Pergi kemana? tanyaku.
"Ke rumah Bapa....
"O... ke rumah ayahmu, maksudmu." tanyaku
"bukan tapi ke rumah Bapa", jawabnya
Lho memang Bapakmu tinggal dimana? tanyaku.
di surga", jawabnya.
Kedua orang tuaku tinggal di rumah Bapa di Surga, jawabnya.
O..... jawabku, ((sepertinya ortunya sudah meninggal))
Apa kamu mau berteman denganku? tanya Marissa
"Tentu saja aku mau, aku 'kan merasa tersanjung seandainya bisa berteman denganmu." jawabku.
Tiba-tiba Marissa mengangkat tangan kirinya di hadapanku sambil tersenyum...
"Apaan nih?" tanyaku dalam hati.
Tiba-tiba aku teringat film-film Eropa, rupanya ia meminta aku untuk menciumi tangannya sebagai tanda respek terhadapnya. Aku pun lalu mendekatinya dan menciumi tangannya...
"wangiiii," gumamku. "sebentar... sebentar, tapi kok bau melati, mana ada sih cewek cakep mau pake parfum melati di zaman ini?" tanyaku heran. "Ah persetan cewek yang anti mainstream khan banyak, Marissa bisa jadi salah satunya!" jawabku meyakinkan.
Eh rumahmu dimana? tanya Marissa
"Itu diseberang jalan sana." jawabku sambil menunjuk ke arah luar jendela sana.
O... kata Marissa.
"Kamu bisa main Piano?" tanyanya
"Ngga, aku ngga bisa!" jawabku.
"Kamu mau ngga aku ajarin?"
"Boleh", kataku.
Marissa lalu menghadap ke arah pianonya dan membuka kembali tirai yang menutupi tombol-tombol nadanya.
"Sini duduk di sebelahku, kamu suka lagu apa?" tanyanya.
Akupun lalu duduk di sampingnya.
Aku, aku suka lagu Michael Learn to Rock "Broken My Heart" jawabku.
"Apa kamu pernah putus cinta?" tanya Marissa
"Pernah sih? kataku, tapi udah jadi masa lalu. Ah udah lah untuk apa terus diingat."
Marissa hanya tersungging senyuman membalas ucapanku.
"Baik sekarang ikuti gerak tanganku ya..."
Aku pun lalu mengikuti tutorial nada dan gerakan jari yang diajarkan oleh Marissa... sepanjang kursus yang diberikan olehnya ketika kami sama-sama merasa lupa lirik lagu tersebut kami terkadang tertawa bersama, inilah yang menjadikan moment kebersamaanku bersama Marissa sangat hidup hidup dan hidup.
Di saat kami lagi asyik-asyiknya bernyanyi dan bermain nada tiba-tiba Hp ku berdering, yup bunyi sms masuk lalu kubaca:
Jleb, yang bener aja masa lagi asyik-asyiknya begini....
Karena ini adalah perintah ibuku maka aku tentu tak berdaya menolaknya sebab ia adalah ibuku, orang nomor satu yang harus kumuliakan lebih dari siapapun di dunia ini.
"Siapa?" tanya Marissa
"O, ibuku?" jawabku.
"Kenaaapa?"
"Gimana nih, masa harus gue jawab cuci piring, ngga lucu banget!" tuturku dalam hati.
"Ini ada urusan penting... aku harus pulang sekarang, maaf ya", kataku!"
"Ya sudah, terima kasih sudah mengunjungiku hari ini!" kata Marissa.
"Maaf ya Marissa, nanti aku ke sini lagi kok, tenang aja"
Marissa kembali tersungging senyuman.
Akhirnya aku pamit dan pergi meninggalkan Marissa dan rumah itu.
Sesampaiku di rumah, aku langsung diomeli habis-habisaan oleh ibuku, bagaimana tidak piring yang kotor dari tadi pagi belum ada satupun yang kucuci.
Sebenarnya bukan tidak mau kucuci, piring-piring itu akan kucuci dan biasanya selalu kucuci selesai aku bersantai-santai di bawah rerindangannya pohon Mangga namun karena tadi aku mampir ke Rumah Marissa maka cucian piringpun terbengkelai dan ibukupun marah-marah.
Akhirnya akupun menyelesaikan cucian piringku. Selesai itu akupun berbaring di atas tempat tidur sambil menghayalkan tentang Marissa, Marissa oh Marissa siapaku kamu sebenarnya? Andai saja kamu mau jadi pacar aku...hhhhhmmm hmmmm di saat aku sedang beranjak ke alam tidur tiba-tiba suara ibuku menggangguku lagi....
Migi-Migi, Ibuku memanggil sambil menggedor pintu.
"Kenapa Ma? Migi capek nih, mau istirahat dulu!"
"Ini ada tamu"
"Siapa Ma?"
"Namanya Marissa,
"Marisssssaaaa, baru aja gue ngayalin tiba-tiba elo udah datang ke sini, syiipp petanda baik nih." batinku berujar.
"kapan kamu punya teman secantik ini kenapa ngga cerita sama mama"
"Ah Mama"
Gue lalu lalu bangkit dari tempat tidur, gue lalu ke kamar mandi, gosok gigi, cuci muka, pakai baju yang cakep, dandan yang keren. Kemudian gue keluar menghadap Marissa.
"Lho Marissa, kok kamu bisa tahu ini rumahku?" tanyaku
"Iya aku tanya-tanya..." jawabnya.
Eh kamu mau minum apa? tanyaku.
"Teh melati ada?" tanyanya
"Teh melaaaa ttiiii", tanya ku heran dalam batin, kok melati sih?.
Gue lalu bangkit mau ke dapur, "sebentar ya Marissa, pintaku sambil pamit meninggalkannya sejenak untuk bertemu ibu gue yang lagi masak di dapur.
"Mma emang kita punya teh melati?"
"aaaada, nanti mama bawa ke sana!"
Kami pun ngobrol banyak hal, kadang tentang novel, puisi, musik, dll, tapi yang paling Marissa senangi adalah mengobrol tentang bunga dan itu adalah bunga melati, ia sangat suka dengan filosofi bunga melati...
"Lagi-lagi melati, aneh masa cewek keren senang melati sich?" tanyaku heran.
akhirnya ibukupun datang membawakan dua cangkir teh...
"Yang ada melatinya, ini buat Marissa", tutur ibuku sambil meletakkan cangkir tehnya di hadapan Marissa
"Terima kasih, nyonya sangat baik senang bisa berjumpa dengan Anda."
"Ah biasa aja, namanya tamu tentu harus dihormati", jawab ibuku.
"Sebentar sepertinya wajah Anda ini tak asing bagi saya", tutur ibuku.
"Ah nyonya bisa aja, wanita cantik memang takan bisa terlupakan meski ditelan zaman." jawab Marissa.
O begitu ya... kata ibu gue.
Akhirnya ibuku kembali ke dapur.
Marissa lalu mengambil teh tersebut dalam keadaan panas,,,
"Lho...lho... Marrrisssa jjangan" teriakku dalam hati, saat itu aku ingin mengatakan: "Eh Marissa jangan diminum tehnya masih panas nanti bibir dan lidahmu bisa melepuh"
Eh ngga taunya dia malah mengangkat cangkir teh tsb dan meletakkannya di bawah kedua lubang hidungnya sambil menghirup aroma wanginya.
Ia terus melalukan itu berkali-kali sampai ia puas, akupun diam saja, karena saat itu aku berpikir mungkin itu adalah kebiasaan mereka sebelum minum teh.
Setelah ia puas ia lalu meletakkan kembali teh tersebut di atas meja, kamipun melanjutkan obrolan kami tentang topik-topik yang terputus tadi, seru juga kalo mengobrol dengan Marissa, tak kusangka kalo ia berwawasan sangat luas sekali...
"Besok kamu ada waktu ngga?" tanya Marissa
"Ada", emang kenapa? tanyaku.
"Aku ingin jalan-jalan, kamu bisa ngga menemaniku?"
"Bisa bisa", jawabku senang.
Kemana? tanyaku
"Ah ngga usah taulah, besok aja taunya, ngga seru kalo taunya sekarang!"
"O, ya udah ngga apa-apa, kita janjian dimana?"
"Ngga aku yang ke sini boleh ngga?" tanya Marissa
"O boleh", jawabku senang. "Ya iyalah kapan lagi bisa ngedapatin cewek keren seperti Marissa yang rendah hati begini, ngga manja lagi! Mudah-mudahan gue bisa ngedapatin hatinya, hehehe"
"Ya udah besok tunggu ya, jam 8 aku sudah di sini", kata Marissa
"Iya pintu rumahku terbuka lebar untukmu..." jawabku
Eh ngomong-ngomong tehnya kok ngga diminum? tanyaku
Udah, tadi aku udah minum kok! jawabnya.
"Udah dimi...num.... perasaan tehnya utuh-utuh aja, kapan Marissa minumnya, ah udahlah ngga enak maksa-maksain orang", kata gue dalam hati.
Akhirnya Marisaa pamit dan meninggalkan guS E N S O R.
Gue pun kembali ke dapur membawa sisa minuman tadi.
"Ma",
"Kenapa?" tanya ibuku
"Masa Marissa bilang udah diminum tehnya, padahal dari tadi aku ngga liatin dia minum dan tehnya ini masih utuh banget!"
Tiba-tiba ibuku mendekatkan cangkir teh tadi ke hidunya dan menciumnya kemudian beliau memasukkan jari telunjukknya ke dalam teh melati tadi lalu mencicipinya.
"Iya sepertinya dia sudah meminumnya", jawab ibuku
Mama gimana sih teh utuh gini dibilang udah diminum? protesku.
Akhirnya akupun melakukan seperti apa yang dilakukan ibuku tadi: aneh bau melatinya hilang dan rasanya sekarang sudah seperti air tawar...
"Bagaimana Migi, sudah diminum khan?" tanya Ibuku.
Aku diam saja sambil menggaruk2 kepala karena ngga ngerti.
karena masih ada pekerjaan yang belum beres akhirnya aku pamit ke kamar.
Tiba-tiba ibuku berteriak memanggilku sebelum aku menghilang dari pandangannya.
"Migi..."
"Kenapa ma?" tanya ku.
"Sejak kapan kamu berteman dengan Marissa?"
"baru tadi pagi!" jawabku
"O... " kata ibu ku
"Memangnya kenapa ma?" tanyaku heran.
"Ngga kenapa-kenapa sih cuma sepertinya ibu pernah melihat Marissa sebelum sekarang ini..."
"Ah yang bener ma, kapan?" tanyaku.
"Dulu... dulu sekali, saat mama berusia 7 tahun, kalo ngga salah waktu mama jatuh saat berlari-lari di depan rumah seberang sana tiba-tiba ada perempuan yang baik hati dan mengangkat mama dan memberikan mama permen agar mama tidak menangis lagi dan pas mama liat mukanya ternyata ia adalah Marissa."
"Ah mirip kali ma!" kata guS E N S O R.
"Kemudian tiba-tiba ada suara yang memanggilnya dari belakang, sepertinya kedua orang tuanya.... dan memang benar, ternyata kedua orang tuanya, apa kamu tahu dengan nama apa mereka memanggil perempuan yang sedang menggendong mama waktu umur 7 tahun itu?
aku terdiammm terpaku menatap serius mimik muka ibuku dan terus menahan diri sambil bersabar menantikan jawaban yang meluncur dari mulut ibuku....
lanjutannya bisa dilihat di sini:
chapter 2
Sebuah rumah yang tak diketahui pemiliknya hingga hari ini bahkan pemerintahan kota pun tak berani memugarnya, rumah itupun dibiarkan begitu saja apa adanya.
Menurut desas desus warga yang kudengar: konon setiap ada petugas yang datang ke sana dengan niat memugarnya maka besoknya mereka selalu kerasukan bahkan ada yang lebih lebih fatal dari itu; kalau sampai ada yang berani memindahkan barang-barang dalam rumah itu maka besoknya rumahnya akan dipenuhi oleh pekarangan bunga.
Tidak sekali dua kali tapi berkali-kali, inilah kiranya yang menjadikan barometer bahwa rumah itu memang angker.
Entah ulah siapa, yang jelas rumah itu sepertinya tidak ingin diusik oleh manusia, seakan ia pun ingin "hidup" layaknya manusia.
Bahkan pernah suatu ketika rumah tersebut dijadikan objek syuting acara mistik di salah satu stasiun TV yang berusaha menyingkap tentang keberadaan dunia lain tapi sayangnya semua kru yang bertugas tewas secara misterius.
Kejadian ini pun ditutupi rapat-rapat dan tak ada yang mengetahuinya kecuali kalangan internal mereka sendiri.
Berita ini lantas bocor keluar karna salah satu dari mereka yang selamat mempublishnya dalam salah satu blognya... entah itu hoax atau tidak yang jelas rumah tersebut memang tidak ingin diinjaki oleh kaki-kaki manusia.
Ah itu semua hanyalah desas desus dan gosip yang sepertinya dibuat-dibuat secara berlebihan oleh masyarakat; entah apa motif dan tujuannya namun sebagai orang terpelajar tentu akan tidak bisa lekas percaya begitu saja terhadap cerita seperti itu, yah namanya cerita... tentu sangat kental dengan bualan-bualan.
Di bawah pohon mangga inilah aku kerap melampiaskan kekesalanku dengan menyendiri sambil membaca buku, majalah dan komik apabila aku sudah muak dengan pergaulan-pergaulan yang tidak sehat.
Sepertinya menyendiri di saat lingkungan sudah menjadi rusak adalah terapi efektif agar kita tidak ikut tercebur seketika itu juga.
Masa orang mau mengajak ke neraka nantinya demi alasan "pertemanan" kita juga mau ikut?
Sorri ajjah, gue bukan tipe orang yang takut kehilangan teman, sebab manusia itu ada banyak, kita aja yang malas mencarinya dan orang baik itu tidak sedikit kalo kita bersungguh-sungguh mengenalnya. hehehe.
Minggu 25 Des 2013. Cijantung Jakarta Timur
Saat umat Kristen merayakan hari raya mereka di gereja-gereja dan umat muslim sepertiku merayakannya ((baca: libur nasional ini)) untuk bertamasya dan berwisata ke berbagai destinasi-destinasi yang menarik, aku malah mendatangi pohon mangga tersebut untuk duduk menyendiri dan membaca-baca buku; entah mengapa sepertinya ada sensasi tersendiri yang tak bisa diganti dengan apapun saat aku memilik waktu luang untuk menyendiri di bawah pohon mangga ini sambil sesekali menatapi rumah kosong itu.
Dan kali ini aku berniat menamatkan novel Romeo & Juliet karya William Shakespeare. Pada saat aku sudah mencapai halaman terakhir tiba-tiba dari rumah tersebut muncul suara.... ya suara.... makin lama suara tersebut makin menggema dan semakin terdengar jelas bahkan dari tempat dudukku... bahkan ending novel yang tinggal satu dua paragraf kuabaikan dari mengkahirinya karena terkesima dengan suara tersebut.
Awalnya suara piano... kemudian muncullah suara manusia.... ternyata itu adalah suara wanita dan ia sedang menyanyikan lagu Ave Maria... Sepertinya ia sedang beribadah dengan khidmat, maklum ibadahnya kristen adalah dengan bernyanyi.

Saat itu tidak ada kesan mistik horror atau yang sejenisnya dengan pemandangan yang baru saja terjadi ini, bahkan bulu kudukku tak ada yang berdiri karena keangkerannya atau apalah itu? sebagaimana cerita yang berkembang tadi, dan aku tetap berpikir rasional.
Seumur-umur aku duduk di bawah pohon ini baru kudengar rumah itu bersuara, apa karena pemiliknya sudah pulangkah???
karena suara nyanyiannya dan piano yang mengirinya begitu lembut dan merdu dan membuat hati luluh maka aku pun tergerak untuk mencari tahu lebih lanjut dan menghampirinya siapa tahu aku bisa berkenalan dengan pemilik rumah tersebut sekaligus mementahkan semua cerita fiksi yang dikarang-karang oleh masyarakat di sekitarku tentang rumah itu...
Maka novel R&J kututup kembali padahal tinggal beberapa paragraf, semua itu kubaiakan demi bisa mengenali pemilik suara tersebut maka akupun bangkit berdiri dan menuju langsung ke rumah tersebut...
Ternyata betul dugaanku; mana angker dan seramnya rumah ini? Pagar saja terbuka begitupun pintu rumahnya seakan mempersilahkan untuk tamu yang masuk, tapi sebentar... kenapa sandalnya cuma sepasang, apa hanya ada satu orang di dalam sana? Kenapa ibadahnya cuma seorang diri, lha mana jemaat yang lain? pikirku.
Ah tetap saja kesan ini tidak mampu membuat cerita horror mengenai rumah ini bertambah kuat di benakku, tetap saja cerita masyarakat hanyalah cerita bualan yang dibuat-buat...
Dengan memberanikan diri aku pun masuk ke dalam lalu ku ketok pintu rumah yang terbuka lebar tersebut dan tak ada sahutan sepertinya si pemiliknya masih bernyanyi...
karena tidak kuat dengan rasa penasaranku maka aku beranikan diri lagi masuk ke dalam dan mencari asal muasal suara tadi hingga akupun berhasil menemukannya...
ya ternyata benar ia adalah seorang gadis; berbando putih, berambut pirang, terurai hingga melewati bahunya, mengenakan gaun berwarna merah kehitam-hitaman sedang memainkan piano sambil bernyanyi dalam posisi memunggungiku...
Apakah ia hantu? sepertinya hanya orang tolol saja yang menganggap demikian? lihatlah ini wahai orang kampung, ini adalah manusia, mana mungkin ia adalah hantu, teriakku dalam batin untuk menyanggah keyakinan gila orang-orang di sekitarku yang menyangka bahwa rumah ini berhantu dan sangat berbahaya bagi manusia yang mendatanginya.
Aku terus berdiri setia menunggu di belakangnya.... hingga akhirnya ia pun menyelesaikan lagu tersebut hingga notnya yang terakhir...
saat aku merasa ada jeda waktu untuk masuk dan berkomunikasi aku pun langsung memberanikan diri memanggil gadis tersebut dengan suara yang nyaring: "Permisi... maaf apa kita bisa kenalan, apa kamu yang punya rumah ini?" Sesaat kemudian ia pun menghadapkan mukanya ke arahku hingga kami saling bertemu pandang...
lanjutannya:
Akupun tertegun saat pertama kali melihat wajahnya, hingga tak tahu kenapa tiba-tiba akupun tersenyum manis padanya seolah penanda bahwa aku ingin dekat dengannya dan berkenalan dengannya. Mungkinkah ini namanya jatuh cinta?

Melihatku menyenyuminya ia pun membalas dengan senyuman

Bagaimana tidak, ia bertampang indo, usianya kurang lebih 20 tahun, mengenakakn gaun yang sangat indah, menyenyumiku dengan sangat manis dan ini yang aku suka ternyata ia adalah gadis pemalu, sungguh belum pernah kujumpai ada gadis yang pemalu seperti ini....

Akupun lalu memberanikan diri mendekatinya dan menyapannya: "Hai namamu siapa, aku Migi."
Ia tidak menjawab, hanya menggerakkan bibirnya ke kiri dan ke kanan. Sepertinya ia masih sangat malu-malu padaku.

"Tidak apa-apa, ngga usah malu, aku anak sini, aku sering duduk di sana di bawah pohon mangga sambil menatap rumah ini sambil membaca buku, karena tadi aku mendengar ada suara musik maka aku tertarik datang ke sini." tuturku
Ia masih belum melepas senyumnya padaku...
"Apa kamu bisu?" tanyaku
Ia menjawab sambil geleng-geleng penanda bahwa ia tidak bisu.
"Kalo gitu kenapa kamu ngga bicara dan menjawab pertanyaanku?" lanjutku
Tiba-tiba ia berdiri dari tempat duduknya dan menutup pianonya lalu menghadap ke arahku dan di sinilah bibirnya mulai bergerak hingga keluarlah suara dari mulutnya:
"Mmmmm... Apa kamu senang mendengarku suara nyanyianku dan nada-nada yang kumainkan, Migi?"
"Tentu saja, kalau tidak, untuk apa aku ke sini?" jawabku.
"Eh kamu fasih juga ya berbahasa Indonesia?" tanyaku
"Aku khan memang lahir di sini, jadi wajar kalo aku fasih berbahasa Indonesia" jawabnya.
"Mmm namamu siapa? tadi aku tanya kenapa ngga dijawab?"
"Oh, Aku Marissa, lengkapnya Marissa Van Houten"
"Namamu mirip nama Belanda", ujarku
"Iya, papa mamaku memang asli Belanda, namun sudah menetap lama di sini"
Sekarang ortumu mana, kok kamu sendirian di sini? tanyaku penasaran.
"Oh mereka sudah pergi..."
Pergi? tanyaku heran
"Iya pergi"
Pergi kemana? tanyaku.
"Ke rumah Bapa....
"O... ke rumah ayahmu, maksudmu." tanyaku
"bukan tapi ke rumah Bapa", jawabnya
Lho memang Bapakmu tinggal dimana? tanyaku.
di surga", jawabnya.
Kedua orang tuaku tinggal di rumah Bapa di Surga, jawabnya.
O..... jawabku, ((sepertinya ortunya sudah meninggal))
Apa kamu mau berteman denganku? tanya Marissa
"Tentu saja aku mau, aku 'kan merasa tersanjung seandainya bisa berteman denganmu." jawabku.
Tiba-tiba Marissa mengangkat tangan kirinya di hadapanku sambil tersenyum...
"Apaan nih?" tanyaku dalam hati.
Tiba-tiba aku teringat film-film Eropa, rupanya ia meminta aku untuk menciumi tangannya sebagai tanda respek terhadapnya. Aku pun lalu mendekatinya dan menciumi tangannya...
"wangiiii," gumamku. "sebentar... sebentar, tapi kok bau melati, mana ada sih cewek cakep mau pake parfum melati di zaman ini?" tanyaku heran. "Ah persetan cewek yang anti mainstream khan banyak, Marissa bisa jadi salah satunya!" jawabku meyakinkan.
Eh rumahmu dimana? tanya Marissa
"Itu diseberang jalan sana." jawabku sambil menunjuk ke arah luar jendela sana.
O... kata Marissa.
"Kamu bisa main Piano?" tanyanya
"Ngga, aku ngga bisa!" jawabku.
"Kamu mau ngga aku ajarin?"
"Boleh", kataku.
Marissa lalu menghadap ke arah pianonya dan membuka kembali tirai yang menutupi tombol-tombol nadanya.
"Sini duduk di sebelahku, kamu suka lagu apa?" tanyanya.
Akupun lalu duduk di sampingnya.
Aku, aku suka lagu Michael Learn to Rock "Broken My Heart" jawabku.
"Apa kamu pernah putus cinta?" tanya Marissa
"Pernah sih? kataku, tapi udah jadi masa lalu. Ah udah lah untuk apa terus diingat."
Marissa hanya tersungging senyuman membalas ucapanku.
"Baik sekarang ikuti gerak tanganku ya..."
Aku pun lalu mengikuti tutorial nada dan gerakan jari yang diajarkan oleh Marissa... sepanjang kursus yang diberikan olehnya ketika kami sama-sama merasa lupa lirik lagu tersebut kami terkadang tertawa bersama, inilah yang menjadikan moment kebersamaanku bersama Marissa sangat hidup hidup dan hidup.
Di saat kami lagi asyik-asyiknya bernyanyi dan bermain nada tiba-tiba Hp ku berdering, yup bunyi sms masuk lalu kubaca:
Spoiler for :
S E N S O R1****9090
Mama: cepat pulang, cucian piring sangat banyak.
Mama: cepat pulang, cucian piring sangat banyak.

Jleb, yang bener aja masa lagi asyik-asyiknya begini....
Karena ini adalah perintah ibuku maka aku tentu tak berdaya menolaknya sebab ia adalah ibuku, orang nomor satu yang harus kumuliakan lebih dari siapapun di dunia ini.
"Siapa?" tanya Marissa
"O, ibuku?" jawabku.
"Kenaaapa?"
"Gimana nih, masa harus gue jawab cuci piring, ngga lucu banget!" tuturku dalam hati.
"Ini ada urusan penting... aku harus pulang sekarang, maaf ya", kataku!"
"Ya sudah, terima kasih sudah mengunjungiku hari ini!" kata Marissa.
"Maaf ya Marissa, nanti aku ke sini lagi kok, tenang aja"
Marissa kembali tersungging senyuman.

Akhirnya aku pamit dan pergi meninggalkan Marissa dan rumah itu.
Sesampaiku di rumah, aku langsung diomeli habis-habisaan oleh ibuku, bagaimana tidak piring yang kotor dari tadi pagi belum ada satupun yang kucuci.
Sebenarnya bukan tidak mau kucuci, piring-piring itu akan kucuci dan biasanya selalu kucuci selesai aku bersantai-santai di bawah rerindangannya pohon Mangga namun karena tadi aku mampir ke Rumah Marissa maka cucian piringpun terbengkelai dan ibukupun marah-marah.

Akhirnya akupun menyelesaikan cucian piringku. Selesai itu akupun berbaring di atas tempat tidur sambil menghayalkan tentang Marissa, Marissa oh Marissa siapaku kamu sebenarnya? Andai saja kamu mau jadi pacar aku...hhhhhmmm hmmmm di saat aku sedang beranjak ke alam tidur tiba-tiba suara ibuku menggangguku lagi....
Migi-Migi, Ibuku memanggil sambil menggedor pintu.
"Kenapa Ma? Migi capek nih, mau istirahat dulu!"
"Ini ada tamu"
"Siapa Ma?"
"Namanya Marissa,
"Marisssssaaaa, baru aja gue ngayalin tiba-tiba elo udah datang ke sini, syiipp petanda baik nih." batinku berujar.
"kapan kamu punya teman secantik ini kenapa ngga cerita sama mama"
"Ah Mama"
Gue lalu lalu bangkit dari tempat tidur, gue lalu ke kamar mandi, gosok gigi, cuci muka, pakai baju yang cakep, dandan yang keren. Kemudian gue keluar menghadap Marissa.
"Lho Marissa, kok kamu bisa tahu ini rumahku?" tanyaku
"Iya aku tanya-tanya..." jawabnya.
Eh kamu mau minum apa? tanyaku.
"Teh melati ada?" tanyanya
"Teh melaaaa ttiiii", tanya ku heran dalam batin, kok melati sih?.
Gue lalu bangkit mau ke dapur, "sebentar ya Marissa, pintaku sambil pamit meninggalkannya sejenak untuk bertemu ibu gue yang lagi masak di dapur.
"Mma emang kita punya teh melati?"
"aaaada, nanti mama bawa ke sana!"
Kami pun ngobrol banyak hal, kadang tentang novel, puisi, musik, dll, tapi yang paling Marissa senangi adalah mengobrol tentang bunga dan itu adalah bunga melati, ia sangat suka dengan filosofi bunga melati...
"Lagi-lagi melati, aneh masa cewek keren senang melati sich?" tanyaku heran.
akhirnya ibukupun datang membawakan dua cangkir teh...
"Yang ada melatinya, ini buat Marissa", tutur ibuku sambil meletakkan cangkir tehnya di hadapan Marissa
"Terima kasih, nyonya sangat baik senang bisa berjumpa dengan Anda."
"Ah biasa aja, namanya tamu tentu harus dihormati", jawab ibuku.
"Sebentar sepertinya wajah Anda ini tak asing bagi saya", tutur ibuku.
"Ah nyonya bisa aja, wanita cantik memang takan bisa terlupakan meski ditelan zaman." jawab Marissa.
O begitu ya... kata ibu gue.
Akhirnya ibuku kembali ke dapur.
Marissa lalu mengambil teh tersebut dalam keadaan panas,,,
"Lho...lho... Marrrisssa jjangan" teriakku dalam hati, saat itu aku ingin mengatakan: "Eh Marissa jangan diminum tehnya masih panas nanti bibir dan lidahmu bisa melepuh"
Eh ngga taunya dia malah mengangkat cangkir teh tsb dan meletakkannya di bawah kedua lubang hidungnya sambil menghirup aroma wanginya.
Ia terus melalukan itu berkali-kali sampai ia puas, akupun diam saja, karena saat itu aku berpikir mungkin itu adalah kebiasaan mereka sebelum minum teh.
Setelah ia puas ia lalu meletakkan kembali teh tersebut di atas meja, kamipun melanjutkan obrolan kami tentang topik-topik yang terputus tadi, seru juga kalo mengobrol dengan Marissa, tak kusangka kalo ia berwawasan sangat luas sekali...
"Besok kamu ada waktu ngga?" tanya Marissa
"Ada", emang kenapa? tanyaku.
"Aku ingin jalan-jalan, kamu bisa ngga menemaniku?"
"Bisa bisa", jawabku senang.
Kemana? tanyaku
"Ah ngga usah taulah, besok aja taunya, ngga seru kalo taunya sekarang!"
"O, ya udah ngga apa-apa, kita janjian dimana?"
"Ngga aku yang ke sini boleh ngga?" tanya Marissa
"O boleh", jawabku senang. "Ya iyalah kapan lagi bisa ngedapatin cewek keren seperti Marissa yang rendah hati begini, ngga manja lagi! Mudah-mudahan gue bisa ngedapatin hatinya, hehehe"
"Ya udah besok tunggu ya, jam 8 aku sudah di sini", kata Marissa
"Iya pintu rumahku terbuka lebar untukmu..." jawabku
Eh ngomong-ngomong tehnya kok ngga diminum? tanyaku
Udah, tadi aku udah minum kok! jawabnya.
"Udah dimi...num.... perasaan tehnya utuh-utuh aja, kapan Marissa minumnya, ah udahlah ngga enak maksa-maksain orang", kata gue dalam hati.
Akhirnya Marisaa pamit dan meninggalkan guS E N S O R.
Gue pun kembali ke dapur membawa sisa minuman tadi.
"Ma",
"Kenapa?" tanya ibuku
"Masa Marissa bilang udah diminum tehnya, padahal dari tadi aku ngga liatin dia minum dan tehnya ini masih utuh banget!"
Tiba-tiba ibuku mendekatkan cangkir teh tadi ke hidunya dan menciumnya kemudian beliau memasukkan jari telunjukknya ke dalam teh melati tadi lalu mencicipinya.
"Iya sepertinya dia sudah meminumnya", jawab ibuku
Mama gimana sih teh utuh gini dibilang udah diminum? protesku.
Akhirnya akupun melakukan seperti apa yang dilakukan ibuku tadi: aneh bau melatinya hilang dan rasanya sekarang sudah seperti air tawar...
"Bagaimana Migi, sudah diminum khan?" tanya Ibuku.
Aku diam saja sambil menggaruk2 kepala karena ngga ngerti.
karena masih ada pekerjaan yang belum beres akhirnya aku pamit ke kamar.
Tiba-tiba ibuku berteriak memanggilku sebelum aku menghilang dari pandangannya.
"Migi..."
"Kenapa ma?" tanya ku.
"Sejak kapan kamu berteman dengan Marissa?"
"baru tadi pagi!" jawabku
"O... " kata ibu ku
"Memangnya kenapa ma?" tanyaku heran.
"Ngga kenapa-kenapa sih cuma sepertinya ibu pernah melihat Marissa sebelum sekarang ini..."
"Ah yang bener ma, kapan?" tanyaku.
"Dulu... dulu sekali, saat mama berusia 7 tahun, kalo ngga salah waktu mama jatuh saat berlari-lari di depan rumah seberang sana tiba-tiba ada perempuan yang baik hati dan mengangkat mama dan memberikan mama permen agar mama tidak menangis lagi dan pas mama liat mukanya ternyata ia adalah Marissa."
"Ah mirip kali ma!" kata guS E N S O R.
"Kemudian tiba-tiba ada suara yang memanggilnya dari belakang, sepertinya kedua orang tuanya.... dan memang benar, ternyata kedua orang tuanya, apa kamu tahu dengan nama apa mereka memanggil perempuan yang sedang menggendong mama waktu umur 7 tahun itu?
aku terdiammm terpaku menatap serius mimik muka ibuku dan terus menahan diri sambil bersabar menantikan jawaban yang meluncur dari mulut ibuku....
lanjutannya bisa dilihat di sini:
chapter 2
Diubah oleh nepokjidat 09-02-2016 08:37
0
12K
Kutip
58
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan