Salah satu ikon Jakarta ini didirikan oleh Presiden Soekarno dalam rangka Asian Games Jakarta tahun 1962.

Meski telah dari dulu mendapatkan status sebagai jalan arteri, pencakar-pencakar langit di Jalan Sudirman dibangun setahap demi setahap. Sementara patung Jenderal Sudirman yang sekarang berdiri di salah satu ujung jalan baru diresmikan di tahun 2003.

Sama dengan Hotel Indonesia, Gelora Bung Karno didirikan untuk menyambut Asian Games 1962 di Jakarta. Pada jaman Orde Baru, namanya diubah menjadi Stadiun Utama Senayan sebelum kembali lagi ke ‘Bung Karno’.

Monumen yang sebenarnya bernama Tugu Dirgantara ini didesain oleh pematung asal Yogyakarta, Edhi Sunarso, dan dibuat untuk menghormati para pahlawan penerbangan Indonesia. Pembuatannya sempat menemui kendala karena kekurangan dana, hingga Presiden Soekarno sendiri harus ikut andil menyumbang dengan menjual mobil Buick-nya.

Gedung ini sempat beralihfungsi beberapa kali – dari sebuah bar ke markas Majelis Islam Alaa Indonesia (yang kemudian berkembang menjadi Partai Islam Masyumi). Di tahun 2013, gedung ini dibuka kembali sebagai kafe, restoran, dan galeri seni.

Sekarang, Sungai Ciliwung sudah tertutup sampah sedemikian rupa sehingga setiap tahunnya, diadakan Lomba Mulung Sampah Ciliwung antar-kelurahan.

Pasar Baru didirikan dengan nama ‘Passer Baroe’ di tahun 1820, waktu Jakarta masih dipanggil ‘Batavia’.

Daerah kelurahan yang sekarang menjadi bagian Tanah Abang ini dulunya adalah perkebunan karet milik seorang Cina-Betawi, Tan Tieng Shin.

Gedung yang sekarang digunakan sebagai gedung Kementerian Luar Negeri RI ini dulunya bernama Hertogs Park, kediaman untuk pejabat militer Belanda. Halaman yang ada di depannya? Biasa ditanami sayuran untuk makanan sehari-hari pejabat Belanda itu.

Salah satu pusat bisnis di Jakarta ini sekarang menjadi rumah bagi kantor-kantor penting seperti Bank Indonesia, Departemen Agama, hingga berbagai kedutaan.

Stasiun Gambir didirikan dengan nama Stasiun Koningsplein, dan dirancang dengan gaya art deco oleh seorang arsitek Belanda kelahiran Tulungagung.

SMA 1 Jakarta dulu bernama Prins Hendrik School, yang diambil dari nama anak ketiga Raja William II dari Belanda.

Siswa-siswa Hogere Burger School Koning Willem III (kiri) dan siswa-siswa SMA 1 Jakarta.

Sama dengan monumen-monumen lain yang didirikan secara instan di awal dekade 1960-an, pengerjaan Monas pun mengalami kendala dana. Rancangan yang aslinya konon jauh lebih megah pun harus dikompromikan. Emas di pucuk Monas, btw, adalah sumbangan masyarakat Aceh.

Di kiri: seorang gadis berjalan ke lapangan parkir, sekitar tahun 50-an. Di kanan: seorang sales promotion girl berpose di acara Indonesia International Motor Show, Kemayoran, 2013.

Ada sesuatu yang nggak pernah berubah dari Jakarta: banjir-nya.