- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
"Mental seperti apa yang mau direvolusi Jokowi secara radikal?"


TS
corocodile
"Mental seperti apa yang mau direvolusi Jokowi secara radikal?"
Merdeka.com - Ahli Pakar Hukum Tata Negara Margarito menilai Revolusi Mental yang diusung bakal capres PDI Joko Widodo 'Jokowi' di kolom opini salah satu media cetak belum jelas. Menurutnya, dalam tulisan itu tidak menjelaskan fokus mental apa yang ingin direvolusi.
"Apakah Jokowi ingin revolusi mental yang cari fee, mark up, lambat-lambatin kasus, pinjam uang, tunduk pada korporat asing? Mental seperti apa yang mau direvolusi secara radikal? Revolusi mental, iya. Tapi apa??" ujar Margarito dalam sebuah diskusi di Galeri Cafe, Taman Ismail Marzuki, Jakarta Pusat, Kamis (15/5).
Margarito mengatakan secara isi gagasan dalam tulisan Jokowi itu, dirinya setuju dan memuji bakal capres dari PDIP itu. Namun tak ada penjelasan konkret terkait mental seperti apa yang ingin direvolusi oleh Jokowi. Apakah itu struktur atau penyelenggaraan pemerintah.
Apabila Jokowi tak ingin disebut hanya sekedar retorika, maka yang perlu dilakukannya adalah membuat suatu tatanan. Karena meski esensi revolusi mental itu cukup hebat, namun Jokowi diminta perlu mencari cara untuk mewujudkan tulisannya itu agar tak hanya tinggal gagasan.
"Kalau blusukan sana sini enggak selesai, jangan-jangan ini cuma retorika. Maka, perlu Jokowi membeberkan, ini loh arah revolusi mental saya," tutur Margarito.
Sumber: http://www.merdeka.com/peristiwa/men...a-radikal.html
Jakarta - Pengamat politik yang juga Peneliti senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Prof Siti Zuhro menegaskan, konsep ‘revolusi mental’ yang dilontarkan oleh Calon Presiden (Capres) Joko Widodo (Jokowi) harus bisa dipertanggungjawabkan secara implementasi dalam mengubah/memperbaiki mental bangsa. Menurutnya, Jokowi harus lebih dulu memberi contoh langkah-langkah dia sekarang dalam melakukan revolusi mental. Hal ini akan segera terlihat dari langkah Jokowi memilih siapa calon wakil presiden (cawapres) pendampingnya.
“Langkah pertama (revolusi mental) Jokowi harus tunjukkan siapa cawapresnya yang tidak timbulkan kontroversi. Juga jangan sampai Pilpres gunakan politik uang. Jika hal itu terjadi, tidak ada revolusi mental. Kalau masih juga diback-up dengan dana besar, uang-uang receh, ya sudah, tak ada bedanya,” tegas Siti Zuhro dalam diskusi ‘Revolusi Mental Ala Joko Widodo’ yang digelar di Galeri Caffe, TIM, Cikini, Jakarta Pusat, Kamis (15/5/2014).
Hadir sebagai pembiacara lainnya dalam diskusi yang dimoderatori Arief Gunawan tersebut adalah pengamat psikologi politik Universitas Indonesia (UI) Prof Hamdi Muluk, pakar hukum tata negara UI Dr Margarito Kamis, dan Koordinator Gerakan Indonesia Bersih (GIB) Adhie M Massardi.
Siti Zuhro menilai, bangsa kita sedang mengalami satu kesalahan, sehingga tidak pernah beranjak maju dari tabiat yang jelek. “Kalau ada (orang) yang benar, malah dianggap aneh. Kalau ada yang salah malah (dianggap) biasa. Ini mindset yang salah atau distorsi permanen. Kita lakukan penyimpangan-penyimpangan mental,” tandasnya.
Menurut Siti, konsep revolusi mental yang ditawarkan Jokowi bukanlah hal baru dalam kehidupan berbangsa. Namun demikian gagasan ini perlu dikawal melalui satu kesepakatan antara masyarakat sipil dengan calon pemimpin tersebut. “Saya kira diperlukan kesepakatn antara civil society yang harus ditandatangani bersama para calon pemimpin termasuk Jokowi,” paparnya.
Ia pun mendesak Jokowi agar merinci revolusi mental yang dia maksud menjadi hal yang bersifat konkret seperti dalam hal reformasi mental birokrasi. Menurutnya, kesepakatan untuk melakukan revolusi mental itu sangat diperlukan sebagai upaya untuk mengawal komitmen itu agar tidak menjadi sekedar slogan belaka. Sebab, tanpa revolusi mental, pembangunan ekonomi dan sosial menjadi tidak ada arti.
Adhie Massardi menyerukan, apabila benar Jokowi nanti menjadi presiden maka akan dituntut melakukan revolusi mental sesuai janjinya. “Revolusi mental harus kiita kawal terus, kita ingatkan. Tapi kalau wapres dan kabinetnya (Jokowi) orang-orang cacat mental, ini (Jokowi) berbohong,” tutur Mantan Jurubicara Presiden era Gus Dur.
Menurut Adhie, Pemilu legislatif 2014 ini banyak calon anggota legislatif (caleg) pembohong. “Mereka (pemilih) dengan sadar mjinta uang karena jelas sadar caleg-caleg itu kalau jadi akan berbohong. Dengan kebohongan-kebohongan ini, adakah revolusi mental,” ujarnya mempertanyakan.
Adhie menambahkan, kalau Jokowi nanti juga berbohoing, maka rusaklah sudah Indonesia dan negara ini akan jadi rumah sakit terbesar yang paling banyak orang sakitnya. “Kalau Jokowi jadi presiden dan tinggal di Istana, mari buat spanduk besar dipasang di Istana bahwa kamu (Jokowi- red) dulu pernah ngomong revolusi mental,” tegasnya.
Prof Hamdi Muluk mengingatkan makna revolusi mental sangat dalam dan harus dilakukan oleh Jokowi. “Revolusi mental tidak main-main, ini perubahana radikal. Memang kalau kita begini-begini terus, tidak akan maju. Jadi harus ada yang berani,” tuturnya.
Ia pun berharap, ide revolusi mental yang dicetuskan Jokowi tidak sebatas slogan. Ide itu harus dijadikan gerakan sosial agar benar-benar terwujud. “Setiap perubahan yang besar, pasti ada resistensi tinggi. Itu alamiah. Tapi, seorang pemimpin tak pernah menyerah. Revolusi mental harus jadi gerakan sosial agar bisa terwujud," tandasnya.
Hamdi menjelaskan dalam literatur psikologi, perubahan mindset atau moral merupakan modal utama dalam kemajuan suatu bangsa. Untuk mencapai maksud itu maka gerakan tersebut harus dikonkritkan. "Tak ada yang aneh. Sesuatu yang tak terlalu baru. Tapi, Jokowi mengingatkan kita lagi dan harus dilakukan bersama-sama," terangnya.
Sementara itu Margarito Kamis mempertanyakan revolusi mental yang digadang-gadang oleh Jokowi. Ia menilai, revolusi seperti apa yang akan dilakukan oleh Jokowi adalah belum jelas. "Revolusi mentalnya belum jelas. Tidak menjelaskan fokus mental apa yang ingin direvolusi," ungkapnya.
Menurutnya, masih belum terbaca apakah Jokowi ingin merevolusi mental yang cari fee, mark up, melambat-lambatkan kasus, atau tunduk pada korporat asing. "Hal-hal itu masih belum jelas. Termasuk pula mental seperti apa yang mau direvolusi secara radikal?" ujarnya mempertanyakan.
Secara isi gagasan dalam tulisan Jokowi itu, ia setuju dan memuji Jokowi. Namun, tidak ada penjelasan konkrit terkait mental seperti apa yang ingin direvolusi oleh Jokowi. Apakah itu meliputi struktur atau penyelenggaraan pemerintah. "Kalau Jokowi tidak ingin disebut hanya retorika belaka. Dia perlu buat suatu tatanan. Karena meski esensi revolusi mental itu cukup hebat, tapi dia perlu cari cara untuk mewujudkan tulisannya agar tidak hanya gagasan," tegas Margarito.
Ia pun mengajak masyarakat harus berani menghukum kalau nantinya Jokowi tidak bisa melaksanakan apa yang dia janjikan. Menurutnya, perubahan satu bangsa akan sangat tergantung dari pemimpinnya sehingga revolusi mental harus diawali oleh Jokowi sendiri. "Jokowi harus memberi komitmen, dia harus memberi contoh teladan bahwa pembangunan karakter dan mental yang ditulisnya itu dimulai dari dirinya sendiri," tuturnya.
Sumber: http://m.edisinews.com/berita-revolu...wapresnya.html
Spoiler for Revolusi Kadal :

Quote:
"Apakah Jokowi ingin revolusi mental yang cari fee, mark up, lambat-lambatin kasus, pinjam uang, tunduk pada korporat asing? Mental seperti apa yang mau direvolusi secara radikal? Revolusi mental, iya. Tapi apa??" ujar Margarito dalam sebuah diskusi di Galeri Cafe, Taman Ismail Marzuki, Jakarta Pusat, Kamis (15/5).
Margarito mengatakan secara isi gagasan dalam tulisan Jokowi itu, dirinya setuju dan memuji bakal capres dari PDIP itu. Namun tak ada penjelasan konkret terkait mental seperti apa yang ingin direvolusi oleh Jokowi. Apakah itu struktur atau penyelenggaraan pemerintah.
Apabila Jokowi tak ingin disebut hanya sekedar retorika, maka yang perlu dilakukannya adalah membuat suatu tatanan. Karena meski esensi revolusi mental itu cukup hebat, namun Jokowi diminta perlu mencari cara untuk mewujudkan tulisannya itu agar tak hanya tinggal gagasan.
"Kalau blusukan sana sini enggak selesai, jangan-jangan ini cuma retorika. Maka, perlu Jokowi membeberkan, ini loh arah revolusi mental saya," tutur Margarito.
Sumber: http://www.merdeka.com/peristiwa/men...a-radikal.html
Quote:
Revolusi Mental Jokowi Bisa Dilihat dari Pilihan Cawapresnya
Jakarta - Pengamat politik yang juga Peneliti senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Prof Siti Zuhro menegaskan, konsep ‘revolusi mental’ yang dilontarkan oleh Calon Presiden (Capres) Joko Widodo (Jokowi) harus bisa dipertanggungjawabkan secara implementasi dalam mengubah/memperbaiki mental bangsa. Menurutnya, Jokowi harus lebih dulu memberi contoh langkah-langkah dia sekarang dalam melakukan revolusi mental. Hal ini akan segera terlihat dari langkah Jokowi memilih siapa calon wakil presiden (cawapres) pendampingnya.
“Langkah pertama (revolusi mental) Jokowi harus tunjukkan siapa cawapresnya yang tidak timbulkan kontroversi. Juga jangan sampai Pilpres gunakan politik uang. Jika hal itu terjadi, tidak ada revolusi mental. Kalau masih juga diback-up dengan dana besar, uang-uang receh, ya sudah, tak ada bedanya,” tegas Siti Zuhro dalam diskusi ‘Revolusi Mental Ala Joko Widodo’ yang digelar di Galeri Caffe, TIM, Cikini, Jakarta Pusat, Kamis (15/5/2014).
Hadir sebagai pembiacara lainnya dalam diskusi yang dimoderatori Arief Gunawan tersebut adalah pengamat psikologi politik Universitas Indonesia (UI) Prof Hamdi Muluk, pakar hukum tata negara UI Dr Margarito Kamis, dan Koordinator Gerakan Indonesia Bersih (GIB) Adhie M Massardi.
Siti Zuhro menilai, bangsa kita sedang mengalami satu kesalahan, sehingga tidak pernah beranjak maju dari tabiat yang jelek. “Kalau ada (orang) yang benar, malah dianggap aneh. Kalau ada yang salah malah (dianggap) biasa. Ini mindset yang salah atau distorsi permanen. Kita lakukan penyimpangan-penyimpangan mental,” tandasnya.
Menurut Siti, konsep revolusi mental yang ditawarkan Jokowi bukanlah hal baru dalam kehidupan berbangsa. Namun demikian gagasan ini perlu dikawal melalui satu kesepakatan antara masyarakat sipil dengan calon pemimpin tersebut. “Saya kira diperlukan kesepakatn antara civil society yang harus ditandatangani bersama para calon pemimpin termasuk Jokowi,” paparnya.
Ia pun mendesak Jokowi agar merinci revolusi mental yang dia maksud menjadi hal yang bersifat konkret seperti dalam hal reformasi mental birokrasi. Menurutnya, kesepakatan untuk melakukan revolusi mental itu sangat diperlukan sebagai upaya untuk mengawal komitmen itu agar tidak menjadi sekedar slogan belaka. Sebab, tanpa revolusi mental, pembangunan ekonomi dan sosial menjadi tidak ada arti.
Adhie Massardi menyerukan, apabila benar Jokowi nanti menjadi presiden maka akan dituntut melakukan revolusi mental sesuai janjinya. “Revolusi mental harus kiita kawal terus, kita ingatkan. Tapi kalau wapres dan kabinetnya (Jokowi) orang-orang cacat mental, ini (Jokowi) berbohong,” tutur Mantan Jurubicara Presiden era Gus Dur.
Menurut Adhie, Pemilu legislatif 2014 ini banyak calon anggota legislatif (caleg) pembohong. “Mereka (pemilih) dengan sadar mjinta uang karena jelas sadar caleg-caleg itu kalau jadi akan berbohong. Dengan kebohongan-kebohongan ini, adakah revolusi mental,” ujarnya mempertanyakan.
Adhie menambahkan, kalau Jokowi nanti juga berbohoing, maka rusaklah sudah Indonesia dan negara ini akan jadi rumah sakit terbesar yang paling banyak orang sakitnya. “Kalau Jokowi jadi presiden dan tinggal di Istana, mari buat spanduk besar dipasang di Istana bahwa kamu (Jokowi- red) dulu pernah ngomong revolusi mental,” tegasnya.
Prof Hamdi Muluk mengingatkan makna revolusi mental sangat dalam dan harus dilakukan oleh Jokowi. “Revolusi mental tidak main-main, ini perubahana radikal. Memang kalau kita begini-begini terus, tidak akan maju. Jadi harus ada yang berani,” tuturnya.
Ia pun berharap, ide revolusi mental yang dicetuskan Jokowi tidak sebatas slogan. Ide itu harus dijadikan gerakan sosial agar benar-benar terwujud. “Setiap perubahan yang besar, pasti ada resistensi tinggi. Itu alamiah. Tapi, seorang pemimpin tak pernah menyerah. Revolusi mental harus jadi gerakan sosial agar bisa terwujud," tandasnya.
Hamdi menjelaskan dalam literatur psikologi, perubahan mindset atau moral merupakan modal utama dalam kemajuan suatu bangsa. Untuk mencapai maksud itu maka gerakan tersebut harus dikonkritkan. "Tak ada yang aneh. Sesuatu yang tak terlalu baru. Tapi, Jokowi mengingatkan kita lagi dan harus dilakukan bersama-sama," terangnya.
Sementara itu Margarito Kamis mempertanyakan revolusi mental yang digadang-gadang oleh Jokowi. Ia menilai, revolusi seperti apa yang akan dilakukan oleh Jokowi adalah belum jelas. "Revolusi mentalnya belum jelas. Tidak menjelaskan fokus mental apa yang ingin direvolusi," ungkapnya.
Menurutnya, masih belum terbaca apakah Jokowi ingin merevolusi mental yang cari fee, mark up, melambat-lambatkan kasus, atau tunduk pada korporat asing. "Hal-hal itu masih belum jelas. Termasuk pula mental seperti apa yang mau direvolusi secara radikal?" ujarnya mempertanyakan.
Secara isi gagasan dalam tulisan Jokowi itu, ia setuju dan memuji Jokowi. Namun, tidak ada penjelasan konkrit terkait mental seperti apa yang ingin direvolusi oleh Jokowi. Apakah itu meliputi struktur atau penyelenggaraan pemerintah. "Kalau Jokowi tidak ingin disebut hanya retorika belaka. Dia perlu buat suatu tatanan. Karena meski esensi revolusi mental itu cukup hebat, tapi dia perlu cari cara untuk mewujudkan tulisannya agar tidak hanya gagasan," tegas Margarito.
Ia pun mengajak masyarakat harus berani menghukum kalau nantinya Jokowi tidak bisa melaksanakan apa yang dia janjikan. Menurutnya, perubahan satu bangsa akan sangat tergantung dari pemimpinnya sehingga revolusi mental harus diawali oleh Jokowi sendiri. "Jokowi harus memberi komitmen, dia harus memberi contoh teladan bahwa pembangunan karakter dan mental yang ditulisnya itu dimulai dari dirinya sendiri," tuturnya.
Sumber: http://m.edisinews.com/berita-revolu...wapresnya.html
Diubah oleh corocodile 15-05-2014 23:34
0
2.2K
Kutip
24
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan