- Beranda
- Komunitas
- Pilih Capres & Caleg
Ramalan Sederhana Jika Jokowi Terpilih Sebagai Presiden RI 2014 - 2015


TS
siujangkasep
Ramalan Sederhana Jika Jokowi Terpilih Sebagai Presiden RI 2014 - 2015
Jika telah menjadi presiden, Jokowi hanya akan menjadi boneka yang kekuasaannya bisa dikendalikan oleh kelompok tertentu saja. Atau secara kasarnya, Jokowi ketika menjadi presiden diyakini hanya akan sebagai “budak” yang selalu siap memenuhi segala keinginan dari pihak
-pihak tertentu saja.
Selain penolakan dan penyerangan, juga tidak sedikit kalangan yang mengaku sangat kuatir dengan tingkat kemampuan atau kapabelitas serta kompetensi Jokowi jika terpilih menjadi presiden. Secara objektif, kekuatiran dari banyak pihak itu memang sangat beralasan.
Alasan tersebut, di antaranya adalah:
1. Semasa menjabat Walikota Solo hingga sebagai Gubernur DKI Jakarta, prestasi Jokowi boleh dikata masih dalam tingkat yang wajar-wajar saja. Artinya, belum ada yang bisa ditunjuk sebagai sesuatu yang hebat atau dahsyat dari hasil kepemimpinan Jokowi selama ini.
2. Jokowi belum membuktikan bisa keluar dari situasi yang sangat sulit dan rumit, sehingga belum bisa diukur kemampuannya dalam mengatasi berbagai kesulitan tingkat tinggi. Ini patut menjadi perhatian serius, sebab kelak yang akan dihadapi adalah masalah-masalah negara yang “super-sulit”.
3. Satu-satunya yang membuat Jokowi bisa cepat menonjol saat ini adalah karena “rekayasa” dari berbagai media secara berlebih-lebihan, sehingga Jokowi kini sebetulnya hanya punya popularitas yang tinggi melalui pencitraan dalam bentuk “blusukan” yang sesungguhnya juga biasa dilakukan oleh semua kepala daerah di tanah air, dan nyaris tidak memiliki kapabelitas, kapasitas, apalagi integritas.
4. Jokowi bukanlah pemimpin ideal sebagaimana yang dibutuhkan oleh bangsa apabila kelak langkah serta kebijakannya ternyata dibatasi dan dipengaruhi lebih banyak secara politis oleh Ketum PDIP.
5. Penunjukan Jokowi sebagai Capres tidak berdasar pada hal-hal yang rasional. Salah satunya adalah, Jokowi belum memiliki visi-misi yang jelas, selain hanya berdasar pada tingkat popularitas belaka dari hasil survei. Lalu kemudian hanya pertimbangan tingkat popularitas itu, Jokowi pun secara terburu-buru ditunjuk sebagai capres.
Dari semua perspektif maupun pandangan tersebut di atas, boleh dikata memang cukup aktual dan kini menjadi sorotan banyak pihak. Tetapi kekuatiran apakah Jokowi nantinya hanya sebagai “boneka” atau bukan, itu akan bisa terjawab ketika sudah mengetahui siapa yang menjadi Cawapresnya.
Menurut berbagai analisa, nampaknya Jokowi memang bisa dipastikan sebagai boneka yang akan “melemah” jika cawapresnya adalah berasal dari: 1). kalangan pengusaha papan atas; 2). militer; 3). tokoh yang muncul secara instan; dan 4). politisi dari barisan sakit hati.
Joko Widodo yang bakal calon presiden dari PDI Perjuangan, sampai saat ini belum juga memberitahukan visi dan misinya. Hal ini telah memunculkan kesan bahwa dia sangat bergantung pada partai.
Untuk komunikasi politik dari Universitas Pelita Harapan (UPH), Emrus Sihombing telah mengatakan bahwa, sekarang seharusnya Jokowi untuk memberitahukan program dan visi misi ke depan. Jangan selalu menunggu perintah oleh partai dan Megawati.
PDIP atau partai hanya bisa membantu, bukan mencampuri untuk bikin rumusan. Jokowi itu seharusnya menjadi penentu dalam rumusan pembangunan ke depan, kalau ia terpilih dia presiden Indonesia, bukan PDIP. Sebenarnya saat ini sudah terlambat bagi mantan Wali Kota Solo tersebut menyampaikan visi misi kepada masyarakat. Seharusnya, dia merilis visi misi sewaktu pengumuman pengusungan namanya dan pemilu legislatif kemarin. Dan sekarang ini perdebatan calon presiden dari partai politik manapun seharusnya sudah masuk dalam tataran konten dan visi-misi bukan lagi pola komunikasi politik. Artinya Gaya komunikasi ala Jokowi yang menyambangi rakyat, jabat tangan kemudian foto-foto bukan lagi saatnya, tapi penyampaian visi-misi, jika terus-terusan seperti itu maka benar bahwa jika Jokowi menjadi presiden maka tak ubahnya presidennya itu seorang boneka yang tidak akan bisa tegas.
Dan jika ingin meyakinkan semua pihak bahwa Jokowi bukan sebagai boneka, maka Jokowi (PDIP) harus sebisa mungkin mempertimbangkan dan menunjuk seorang cawapres yang kriterianya, yakni di antaranya:
1. adalah sosok yang benar-benar memahami dan punya kapabelitas yang dinilai mampu mengatasi masalah-masalah negara yang sedang bertumpuk seperti saat ini (terutama masalah perbaikan ekonomi bangsa dan negara);
2. adalah seseorang yang betul-betul dinilai telah menjiwai ajaran Trisakti;
3. adalah sosok yang memiliki rekam jejak yang jelas, bukan sebagai kader dari salah satu parpol, serta diyakini sebagai tokoh yang tegas dan konsisten memperjuangkan ekonomi konstitusi dan model ekonomi yang berlandaskan pada Pasal 33 UUD 45 yang ASLI (bukan hasil amandemen).
Namun jika Jokowi hanya dipasangkan dengan cawapres yang tidak memenuhi kriteria di atas, maka Jokowi memang patut diduga kuat hanya sebagai boneka yang siap dikendalikan oleh pihak-pihak tertentu untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya dari kekuasaan Jokowi. Semoga tidak demikian adanya..!!







Selain penolakan dan penyerangan, juga tidak sedikit kalangan yang mengaku sangat kuatir dengan tingkat kemampuan atau kapabelitas serta kompetensi Jokowi jika terpilih menjadi presiden. Secara objektif, kekuatiran dari banyak pihak itu memang sangat beralasan.
Alasan tersebut, di antaranya adalah:
1. Semasa menjabat Walikota Solo hingga sebagai Gubernur DKI Jakarta, prestasi Jokowi boleh dikata masih dalam tingkat yang wajar-wajar saja. Artinya, belum ada yang bisa ditunjuk sebagai sesuatu yang hebat atau dahsyat dari hasil kepemimpinan Jokowi selama ini.
2. Jokowi belum membuktikan bisa keluar dari situasi yang sangat sulit dan rumit, sehingga belum bisa diukur kemampuannya dalam mengatasi berbagai kesulitan tingkat tinggi. Ini patut menjadi perhatian serius, sebab kelak yang akan dihadapi adalah masalah-masalah negara yang “super-sulit”.
3. Satu-satunya yang membuat Jokowi bisa cepat menonjol saat ini adalah karena “rekayasa” dari berbagai media secara berlebih-lebihan, sehingga Jokowi kini sebetulnya hanya punya popularitas yang tinggi melalui pencitraan dalam bentuk “blusukan” yang sesungguhnya juga biasa dilakukan oleh semua kepala daerah di tanah air, dan nyaris tidak memiliki kapabelitas, kapasitas, apalagi integritas.
4. Jokowi bukanlah pemimpin ideal sebagaimana yang dibutuhkan oleh bangsa apabila kelak langkah serta kebijakannya ternyata dibatasi dan dipengaruhi lebih banyak secara politis oleh Ketum PDIP.
5. Penunjukan Jokowi sebagai Capres tidak berdasar pada hal-hal yang rasional. Salah satunya adalah, Jokowi belum memiliki visi-misi yang jelas, selain hanya berdasar pada tingkat popularitas belaka dari hasil survei. Lalu kemudian hanya pertimbangan tingkat popularitas itu, Jokowi pun secara terburu-buru ditunjuk sebagai capres.
Dari semua perspektif maupun pandangan tersebut di atas, boleh dikata memang cukup aktual dan kini menjadi sorotan banyak pihak. Tetapi kekuatiran apakah Jokowi nantinya hanya sebagai “boneka” atau bukan, itu akan bisa terjawab ketika sudah mengetahui siapa yang menjadi Cawapresnya.
Menurut berbagai analisa, nampaknya Jokowi memang bisa dipastikan sebagai boneka yang akan “melemah” jika cawapresnya adalah berasal dari: 1). kalangan pengusaha papan atas; 2). militer; 3). tokoh yang muncul secara instan; dan 4). politisi dari barisan sakit hati.
Joko Widodo yang bakal calon presiden dari PDI Perjuangan, sampai saat ini belum juga memberitahukan visi dan misinya. Hal ini telah memunculkan kesan bahwa dia sangat bergantung pada partai.
Untuk komunikasi politik dari Universitas Pelita Harapan (UPH), Emrus Sihombing telah mengatakan bahwa, sekarang seharusnya Jokowi untuk memberitahukan program dan visi misi ke depan. Jangan selalu menunggu perintah oleh partai dan Megawati.
PDIP atau partai hanya bisa membantu, bukan mencampuri untuk bikin rumusan. Jokowi itu seharusnya menjadi penentu dalam rumusan pembangunan ke depan, kalau ia terpilih dia presiden Indonesia, bukan PDIP. Sebenarnya saat ini sudah terlambat bagi mantan Wali Kota Solo tersebut menyampaikan visi misi kepada masyarakat. Seharusnya, dia merilis visi misi sewaktu pengumuman pengusungan namanya dan pemilu legislatif kemarin. Dan sekarang ini perdebatan calon presiden dari partai politik manapun seharusnya sudah masuk dalam tataran konten dan visi-misi bukan lagi pola komunikasi politik. Artinya Gaya komunikasi ala Jokowi yang menyambangi rakyat, jabat tangan kemudian foto-foto bukan lagi saatnya, tapi penyampaian visi-misi, jika terus-terusan seperti itu maka benar bahwa jika Jokowi menjadi presiden maka tak ubahnya presidennya itu seorang boneka yang tidak akan bisa tegas.
Dan jika ingin meyakinkan semua pihak bahwa Jokowi bukan sebagai boneka, maka Jokowi (PDIP) harus sebisa mungkin mempertimbangkan dan menunjuk seorang cawapres yang kriterianya, yakni di antaranya:
1. adalah sosok yang benar-benar memahami dan punya kapabelitas yang dinilai mampu mengatasi masalah-masalah negara yang sedang bertumpuk seperti saat ini (terutama masalah perbaikan ekonomi bangsa dan negara);
2. adalah seseorang yang betul-betul dinilai telah menjiwai ajaran Trisakti;
3. adalah sosok yang memiliki rekam jejak yang jelas, bukan sebagai kader dari salah satu parpol, serta diyakini sebagai tokoh yang tegas dan konsisten memperjuangkan ekonomi konstitusi dan model ekonomi yang berlandaskan pada Pasal 33 UUD 45 yang ASLI (bukan hasil amandemen).
Namun jika Jokowi hanya dipasangkan dengan cawapres yang tidak memenuhi kriteria di atas, maka Jokowi memang patut diduga kuat hanya sebagai boneka yang siap dikendalikan oleh pihak-pihak tertentu untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya dari kekuasaan Jokowi. Semoga tidak demikian adanya..!!







SUMBER REFERENSI


anasabila memberi reputasi
1
2.6K
10
Thread Digembok
Urutan
Terbaru
Terlama
Thread Digembok
Komunitas Pilihan