- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Dinilai Handal, Pengemudi Asal Indonesia Jadi Incaran di Eropa


TS
Mr.Josh.Ganteng
Dinilai Handal, Pengemudi Asal Indonesia Jadi Incaran di Eropa
Quote:

Kemacetan dan kekacauan lalu lintas di berbagai kota besar di Indonesia, terutama di Jakarta, ternyata memberikan peluang baru bagi para pengemudi. Disadari atau tidak, keadaan lalu lintas di Indonesia melatih para pengemudi di jalanan menjadi lebih terampil, cerdas, dan sabar.
Kondisi tersebut disebutkan dalam analisis yang dikeluarkan oleh World Transportation and Infrastructure Institute (WTTI), sebuah lembaga penelitian yang berbasis di London, Inggris, melalui Developing Countries’ Driving Index (DCDI), peringkat tahunan dalam mengevaluasi keahlian para pengemudi di seluruh dunia dalam menghadapi lalu lintas.
Pada peringkat DCDI, para pengemudi di Jakarta menempati peringkat pertama dalam empat tahun terakhir secara berturut-turut. Untuk peringkat DCDI tahun 2013 yang diterbitkan pada awal Mei tahun ini, pengemudi Jakarta secara berurutan diikuti oleh para pengemudi di Mumbai (India), Bangkok (Thailand), Manila (Filipina), dan Nairobi (Kenya) pada posisi lima besar, dari total 50 kota besar di seluruh dunia.
Direktur WTTI, Eva McKenzie, menjelaskan bahwa DCDI diukur berdasarkan beberapa kriteria dasar yang sengaja dikhususkan bagi para pengemudi di negara-negara berkembang.
“Kriteria yang kami jadikan penilaian antara lain daya tahan tubuh, teknik berkendara, keahlian dalam mencari rute alternatif, kesabaran dan tingkah laku, serta kemampuan negosiasi dengan pihak birokrasi.” tulisnya dalam surat elektronik menjawab pertanyaan dari POS RONDA.
McKenzie menjelaskan bahwa dalam kriteria-kriteria tersebut para pengemudi Indonesia unggul di empat kategori kecuali daya tahan tubuh, yang dipuncaki oleh para pengemudi dari Mumbai, Dhaka, dan Beijing.
“Karena suatu hal yang tidak kami mengerti, pengemudi di Jakarta sedikit lemah akibat sindrom yang mereka sebut sebagai ‘masuk angin’. Namun dalam kriteria lainnya, terutama kesabaran dan tingkah laku, para pengemudi Jakarta memiliki nilai jauh melebihi yang lain. Dari hasil analisis kami, ini lebih disebabkan karena budaya dan tradisi di Indonesia yang sangat mengedepankan kesabaran dan sopan santun.” tambah McKenzie lebih lanjut.
Hasil penghitungan DCDI tersebut ternyata menjadi tolak ukur bagi para penyedia dan penyalurjasa pengemudi di seluruh dunia, terutama negara-negara Eropa. Lebih dikenal dengan sebutan chauffeur, para pengemudi yang menjadi subjek dari penyedia dan penyalur jasa tersebut tidak hanya sekedar mengemudikan kendaraan, tetapi juga memiliki keahlian-keahlian berkendara khusus demi keselamatan dan kenyamanan klien atau pengguna jasanya.

Chris Metcalfe, manajer komunikasi Ashton-Bray Limousine Services, penyedia jasa sewa kendaraan dan personal chauffeur di London, menjelaskan kepada POS RONDA melalui telepon siang ini (13/5) bahwa perusahaannya telah mulai merekrut chauffeur asal Indonesia sejak tiga tahun lalu.
“Skill para chauffeur dari Indonesia memang luar biasa. Mereka terbiasa berada di medan yang berat di tempat asal sehingga pada saat berada di London, kami hanya perlu melatih mereka sedikit saja. Bagi Ashton-Bray, mereka adalah indispensable asset.” papar Metcalfe.
Ashton-Bray saat ini mengaku mempekerjakan 23 orang chauffeur, dan delapan di antaranya berasal dari Indonesia. Metcalfe juga menjelaskan lebih lanjut, kesopanan dan keahlian dari para chauffeur Indonesia merupakan nilai tambah tersendiri yang mampu menghibur para klien.
“Hampir di seluruh Eropa, perusahaan-perusahaan penyedia jasa sewa kendaraan dan personal chauffeur mencari-cari orang Indonesia. Tapi jumlah yang tersedia tidak banyak. Setelah Indonesia, biasanya yang dicari adalah mereka yang berasal dari Mumbai, India. Menurut saya pribadi, para chauffeur asal Indonesia adalah yang terbaik yang pernah saya ketahui. Terutama saat menghafal peta dan mencari jalur alternatif. Mereka bahkan tidak perlu GPS!” ujar Metcalfe.
Salah satu chauffeur Indonesia yang bekerja di Ashton-Bray, Guslan Rabani (33), mengatakan bahwa dirinya sangat gembira bisa bekerja di London. Menurut Guslan, apa yang dikerjakan olehnya di London lebih nyaman dibandingkan saat bekerja sebagai pengemudi taksi di Jakarta tiga tahun lalu.
“Saya hampir sepuluh tahun jadi supir taksi, kemudian ada kenalan yang salurkan saya ke London. Saya diberi latihan enam bulan lebih, baru bisa jadi chauffeur. Jujur saja, di sini lebih enak untuk kerja. Gaji saya besar, bisa kirim lebih dari cukup untuk keluarga tiap bulan di Jakarta.” jelas Guslan.
Guslan kemudian menjelaskan kesehariannya di London. Pagi hari, biasanya Guslan sudah siap di tempat klien yang menyewa jasanya. Dari siang hingga malam hari, tugas Guslan adalah memastikan bahwa kliennya selamat dan puas atas pelayanan yang diberikannya sebagai chauffeur. Guslan mengaku pekerjaannya ini telah membawanya hampir ke seluruh Inggris, Wales, serta Belgia. Lalu bagaimana soal kesulitan yang sering muncul sehari-hari?

“Kalau soal macet, ada orang yang melanggar, itu hal biasa. Di kota manapun pasti ada” ujar Guslan. “Tapi dibandingkan dengan waktu di Jakarta, jauh sekali pastinya. Waktu di Jakarta, sudah macetnya luar biasa, jalanan grunjal-grunjel, tiap hujan banjir, dan banyak pelanggar lalu lintas tidak tahu diri. Bagi kami yang dari Jakarta, jadi pengemudi di London itu seperti surga.” tambahnya sambil tertawa.
Guslan juga mengamini bahwa permintaan akan pengemudi Indonesia di Eropa sangat banyak. Ia juga berharap pemerintah bisa memfasilitasi teman-temannya yang juga pengemudi di Jakarta agar bisa bekerja di Eropa.
“Biar mereka tidak stress di Jakarta. Lebih baik (kerja) di sini agar keahlian mereka bisa maksimal.” pungkas Guslan.
SUMBER
Boleh Dicoba Nih Gan



0
8.5K
Kutip
69
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan