Tingkat pendidikan di Indonesia paling rendah ada di Jawa Barat.
TS
male62arch
Tingkat pendidikan di Indonesia paling rendah ada di Jawa Barat.
Ada yang aneh, ane membandingkan kehidupan di Jabar dan Yogjakarta. Ane tinggal di salah satu kota besar di pinggir Jakarta dan pernah kuliah di Jogja. Ada yang aneh, sampe akhirnya ane search dan menemukan jawaban. Emang kelakuan penduduk Jogja lebih terlihat "berpendidikan" dibanding sama di sini. Ini ngomongin fakta loh. Di sana orang orang lebih tertib, dan sebagainya. Di sini? Lihat aja anak anak alay, preman, orang yang buang sampah sembarangan, orang yang bawa motor lawan arah, dll. Di Jogja lebih rapih dan orang orangnya tau aturan.
Apalagi cikarang. Ane bukan penduduk cikarang tapi punya banyak teman di sana dan sering ke sana juga. Kota ini aneh, pemilu kemarin banyak banget money politik. Berapa banyak jalanan rusak yang ga diperbaiki. Bandingkan sama Jogja yang jalanannya halus semua. Makassar yang diluar pulau Jawa juga banyak jalanan halus. Udah money politik, terus pemerintahnya ke mana? Ga kerja ya? Itu dari jalanan rusak aja. Belum ke tata kota, dll.
Ini artikel tentang rendahnya pendidikan di Jawa Barat:
Spoiler for :
Adalah Gubernur Jawa Barat, Ahmad
Heryawan (dalam Kompas, 27 Juli
2013), kepada Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan, Mohammad Nuh,saat
meresmikan Kampus ITB di Jatinangor,
meminta supaya pemerintah
memperbanyak jumlah perguruan
tinggi negeri di Jawa Barat untuk
meningkatkan angka partisipasi kasar
(APK) jenjang pendidikan tinggi.
Selanjutnya diungkapkan Heryawan,
bahwa APK pendidikan tinggi di Jawa
Barat tahun 2012 mencapai 15,5 persen.
Ahmad menilai angka ini masih jauh di
bawah rata-rata nasional yang
mencapai 28 persen. Menurutnya
mahasiswa asli Jawa Barat yang bisa
masuk ke PTN hanya 15 persen dan
yang masuk PTS hanya 5 persen.
Lantas, apakah yang dimaksud dengan
APK, mari kita telusuri lebih lanjut.
Partisipasi Kuliah
Menurut situs Badan Pusat Statistik
(BPS), APK merupakan istilah statistik
yang merupakan angka perbandingan
antara banyaknya murid dari jenjang
pendidikan tertentu dengan banyaknya
penduduk usia sekolah pada jenjang
yang sama dinyatakan dalam persen.
Misalnya, GER Sekolah Dasar (SD),
Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama
(SLTP), dan Sekolah Lanjutan Tingkat
Atas (SLTA). Berdasarkan laporan BPS-
APK antara tahun 2003 – 2012, ternyata
tidak ditemukan APK untuk jenjang
pendidikan tinggi, yang ditampilkan
hanya sebatas SD/MI/Paket A; SMP/MTs/
Paket B; dan SMA/SMK/MA/Paket C.
Selain itu ditemukan istilah statistik
angka partisipasi murni, yang juga
tidak mencantumkan jenjang
pendidikan tinggi.
Dalam laporan BPS - APS memang ada
kelompok data propinsi yang
diklasifikasikan berdasarkan kelompok
usia, salah satu di antaranya 19 – 24.
Data inilah yang sesuai dengan rentang
usia seorang mahasiswa pada
umumnya, yaitu saat masuk rata-rata
19 tahun, dan ketika lulus rata-rata
berusia 24 tahun. Tampaknya inilah
yang dimaksud dengan angka
partisipasi sekolah untuk jenjang
pendidikan tinggi atau angka
partisipasi kuliah (APKul). Dalam hal
ini Angka partisipasi kuliah bisa
diartikan sebagai angka perbandingan
antara banyaknya mahasiswa dengan
banyaknya penduduk usia kuliah yang
dinyatakan dalam persen.
Lantas, bagaimana kondisi data untuk
angka partisipasi kuliah di Jawa Barat
sesuai data yang paling mutakhir, yaitu
tahun 2012 ? Ternyata penduduk dalam
rentang usia 19 – 24 tahun yang sedang
mengikuti pendidikan hanya 12,37
persen, berada pada peringkat 29 dari
33 provinsi yang ada. Sedangkan rata-
rata nasional mencapai 16,13 persen.
Pencapaian angka partisipasi kuliah di
Jawa Barat tersebut jauh di bawah
provinsi dengan peringkat lima besar
seperti DI Yogyakarta (44,18 persen);
Maluku (29,39 persen); NAD (28,79
persen); Sumatera Barat (27,80 persen);
dan Sulawesi Tenggara (23,95 persen).
Sedangkan daerah lain yang angka
partisipasi kuliahnya lebih rendah dari
Jawa Barat ialah Jawa Tengah (11,98
persen); Lampung (11,85 persen);
Kepulauan Riau (9,84 persen); dan
Kepulauah Bangka Belitung (9,01
persen).
Jumlah Mahasiswa
Berdasarkan data tahun 2011 jumlah
penduduk Jawa Barat mencapai 43,8
juta jiwa, sedangkan yang tergolong
usia kuliah sekitar 3,6 juta jiwa, dengan
angka partisipasi kuliah yang hanya
12,37 persen, berarti pemuda Jawa
Barat yang menempuh jenjang
pendidikan tinggi kurang dari setengah
juta orang. Data pendidikan tinggi
tahun 2009 – 2010 untuk katagori
gambaran umum perguruan tinggi tiap
provinsi menunjukkan, ternyata jumlah
mahasiswa di Jawa Barat mencapai
462.149 orang, 139.665 (30,22 persen)
kuliah di PTN, dan 69,78 persen kuliah
di PTS. Ternyata berbeda dengan apa
yang dikemukakan Heryawan, yang
menyebutkan bahwa mahasiswa asli
Jawa Barat yang bisa masuk ke PTN
hanya 15 persen dan yang masuk PTS
hanya 5 persen, dalam hal ini justru
daya serap PTS di Jawa Barat jauh lebih
besar dibanding PTN, yaitu dengan
komposisi 7 : 3.
Adapun mengenai mahasiswa asal SMA
di Jawa Barat yang diterima di PTN
Jawa Barat, sebagai contoh di Unpad
tahun 2012 mencapai 49,7 persen,
tahun sebelumnya 52 persen. Dari
persentasi mahasiswa asal Jawa Barat
tersebut, 51 persen berasal dari SMA
yang ada di Bandung, selebihnya dari
25 kota dan kabupaten lainnya.
Demikian menurut Rektor Unpad,
Ganjar Kurnia, sebagaimana dikutip
dari antarajawabarat.com . Sedangkan
kondisi di ITB tahun 2013, menurut
Rektor ITB, Akhmaloka (dalam
inilahkoran.com ), bahwa 40 persen dari
3.500 mahasiswa baru ITB berasal dari
Jawa Barat, selebihnya berasal dari
berbagai daerah di Indonesia.
Jadi secara substansi apa yang
dikemukakan oleh Gubernur Jawa Barat
itu benar, meskipun secara data kurang
akurat. Lantas, bagaimana solusi untuk
meningkatkan angka partisipasi kuliah
tersebut ?
PTN Baru ?
Dalam kesempatan yang sama
Heryawan juga menjelaskan, bahwa
kebutuhan akan PTN baru mendesak,
terutama di Tasikmalaya, Cirebon,
Bekasi, Karawang, Purwakarta dan
Subang. Lantas apa alasan keenam
daerah tersebut lebih diprioritaskan
dibanding daerah lainnya ?
Sebagai catatan PTN di Jawa Barat
tersebar di daerah-daerah Kota
Bandung dan Kabupaten Sumedang
(ITB); Kota Bandung dan Kabupaten
Sumedang (ITB); Kota Depok (UI); Kota
dan Kabupaten Bogor (IPB); Kota
Bandung, Kota Tasikmalaya, Kabupaten
Sumedang dan Kabupaten Purwakarta
(UPI); serta UIN Sunan Gunung Jati
(Kota Bandung). Dengan demikian dari
26 kota dan kabupaten yang ada di
Jawa Barat, sudah ada tujuh daerah
yang menjadi tempat
beroperasionalnya PTN. Dengan
sendirinya tinggal 19 daerah yang
belum memiliki PTN atau minimal
dijadikan lokasi tempat
beroperasionalnya PTN.
Kalau mengacu pada jumlah penduduk
setiap daerah (BPS Jabar 2011 ) yang
identik dengan jumlah penduduk usia
kuliah, maka daerah yang paling
membutuhkan kehadiran PTN ialah :
Kabupaten Bandung (3,24 juta jiwa);
Kabupaten Bekasi (2,68 juta jiwa); Kota
Bekasi (2,38 juta jiwa); Kabupaten
Garut (2,45 juta jiwa); Kabupaten
Sukabumi (2,38 juta jiwa); Kabupaten
Cianjur (2,21 juta jiwa); Kabupaten
Karawang (2,17 juta jiwa); dan
Kabupaten Cirebon (2,10 juta jiwa).
Dalam hal ini kondisi Kabupaten
Bandung dibidang pendidikan tinggi
tertinggal oleh tetangganya Kabupaten
Sumedang yang menjadi lokasi
beroperasionalnya beberapa PTN (ITB,
Unpad, dan UPI). Dalam hal ini jumlah
penduduk Kabupaten Bandung sekitar
3,75 kali jumlah penduduk Kabupaten
Purwakarta dan 2,19 kali jumlah
penduduk Kabupaten Subang, dua
daerah yang masuk dalam usulan
Heryawan untuk segera memiliki PTN.