- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Orang Tua Dan Yang Dituakan


TS
animfahmy
Orang Tua Dan Yang Dituakan
Selamat Datang di Thread Saya
Assalamu'alaykum Waroh Matullahi Wabarakatuh
Spoiler for doa:
تَقَبلَ اللهُ مِنا وَمِنْكُمْ
“Semoga Allah menerima (segala amal sholih) dari kami dan kalian”. [HR. Ibnu Asakir dalam Tarikh Dimasyqo (24/154) dan Abul Qosim Al-Ashbahaniy dalam At-Targhib wa At-Tarhib (no. 381)]
Sebaik-baik ucapan selamat adalah doa.
Semoga agan-agan semua dalam perlindungan Allah SWT. Aamiin...

Kali ini ane akan share tulisan tentang mengenang jasa pahlawan Indonesia kita tercinta.
Quote:
“Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa pahlawannya.”
― Sukarno
― Sukarno
Langsung mawon monggo disimak...
Quote:
Dalam banyak komunitas, orang tua diposisikan sedemikian terhormat. Kehadiran mereka itu dianggap penting, bukan karena kekuatan fisik atau kedalaman keilmuannya, melainkan karena kearifannya. Secara fisik, orang tua dan apalagi sudah terlalu tua tidak memiliki kekuatan apa-apa. Demikian pula buah pikiran mereka, dalam hal-hal tertentu sudah bisa dikalahkan oleh yang lebih muda.
Namun, orang tua dan juga yang dituakan biasanya dianggap memiliki kekuatan yang tidak selalu bisa tergantikan oleh mereka yang muda, sekalipun secara fisik dan pikirannya, orang muda jauh lebih kuat. Kekuatan di dalam kehidupan masyarakat tidak selalu dilihat dari aspek fisik ataupun juga ketajaman pemikirannya, tetapi oleh karena sejarah, kewibawaan, gezah, pengaruh, dan lain-lain. Hal-hal yang disebutkan terakhir ini tidak selalu bisa dipenuhi oleh orang-orang muda, sekalipun secara formal, mereka memiliki kekuasaan dan kewenangan.
Salah satu kekurangan bangsa ini adalah tidak terlalu banyak ditemukan orang tua dan yang dituakan. Bangsa ini adalah bangsa yang telah melewati sejarah panjang, baik sebelum dan sesudah merdeka. Dengan demikian, tentu memiliki sejarah orang-orang besar yang banyak dan besar pula jasanya. Setelah merdeka misalnya, telah beberapa kali beganti presiden, akan tetapi suka atau tidak suka menyebutkannya, pemimpin bangsa ini tatkala mengakhiri hidupnya ternyata tidak selalu menyenangkan. Bung Karno yang sedemikian hebat dan dibanggakan, di akhir kekuasaannya, -------siapapun tahu, kurang diposisikan sebagai orang tua, sekalipun begitu banyak dan besar jasanya bagi bangsa ini.
Begitu pula penggantiya, ialah Pak Harto. Lagi-lagi di akhir masa jabatannya, beliau harus menghadapi demo secara meluas, dan akhirnya mengundurkan diri sebagai presiden. Jasa-jasanya sebagai pemimpin bangsa sedemikian besar, namun ternyata dianggap hilang begitu saja. Memang banyak orang yang kurang menyukai Pak Harto, tetapi sebaliknya, sebenarnya juga tidak sedikit yang memberi apresiasi dan bahkan mencintainya. Banyaknya poster dengan tulisan sederhana, yakni “ Masih Enak Zamanku to” dan ditempel di berbagai temat, termasuk di kendaraan umum pada akhir-akhir ini, menggambarkan bahwa masih banyak rakyat yang merindukan Pak Harto.
Tidak berbeda dengan kedua pemimpin bangsa sebelumnya, adalah Prof. Dr. BJ Habibie dan selanjutnya KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur. Presiden yang ketiga, Prof. Dr. BJ Habibie dengan pemilu dipercepat, ternyata pertanggung jawabannya tidak diterima dan akhirnya tidak mencalonkan diri lagi pada pemilihan periode berikutnya. Juga Gus Dur baru beberapa tahun saja menjabat, dengan berbagai alasan, beliau dilengserkan, atau dituntut mundur. Akhirnya, Gus Dur memenuhi tuntutan itu, mundur dari jabatannya sebagai presiden di tengah jalan. Hingga Gus Dur mundur sebagai presiden, maka artinya bangsa ini belum memiliki pemimpin yang mengakhiri jabatannya dengan riang gembira.
Terkait dengan kepemimpinan, terasa sekali bahwa bangsa ini belum berhasil sepenuhnya menghargai pemimpinnya. Akibatnya, sekalipun sudah lama merdeka, ternyata belum berhasil memiliki orang yang benar-benar dituakan. Bangsa ini baru bisa mengucapkan selamat kepada seseorang tatkala menjadi atau diangkat sebagai pemimpin. Ucapan selamat itu kadang diekspresikan dengan bentuk beraneka rupa. Sebaliknya, belum banyak ucapan selamat kepada seseorang yang mengkahiri jabatannya, sekalipun yang bersangkutan telah banyak jasanya. Kita melihat misalnya pada pelantikan pejabat, sedemikian banyak ucapan selamat, hingga sebagian tidak kebagian tempat untuk meletakkannya. Sebaliknya, ucapan selamat sukses kepada seseorang yang mengakhiri jabatannya, ternyata belum terlalu banyak terpikirkan.
Beberapa contoh pemimpin bangsa sebagaimana disebutkan di muka, sebenarnya tidak menutup kemungkinan juga terjadi di berbagai level di bawahnya, misalnya di tingkat gubernur, bupati atau wali kota, camat, hingga lurah. Bahkan bisa juga terjadi di berbagai instansi lain. Memang, sering terdengar ada acara pisah kenal dalam pergantian jabatan. Akan tetapi, acara itu seringkali, perhatian justru tertuju kepada pejabat baru. Padahal, mereka itu belum berbuat apa-apa. Rupanya bangsa ini lebih tertarik dan menganggap lebih penting kepada sesuatu yang belum jelas, dibanding hal yang benar-benar sudah jelas. Mental demikian itu rupanya juga terjadi di dunia politik. Orang sudah memiliki segala-galanya, artinya sudah jelas menjadi orang kaya, akan tetapi, kekayaannya itu digunakan untuk mengejar sesuatu yang belum jelas, jabatan politik, misalnya. Usahanya itu ada yang berhasil, tetapi ada juga yang sebaliknya, gagal. Bagi mereka yang gagal, menjadi habis-habisan. Uangnya habis dan begitu juga jabatannya tidak diraih.
Sebagai akibat dari belum berhasilnya menghormati orang yang telah nyata-nyata berjasa, termasuk pemimpinnya sendiri, maka bangsa ini seakan-akan tidak memiliki orang tua dan yang dituakan. Hal itu sampai-sampai, ketika pejabat pengangkat para penasehat atau pemberi pertimbangan, maka orang yang diangkat pada posisi strategis tersebut diambilkan dari orang yang justru belum berpengalaman. Penasehat presiden atau pemberi pertimbangan presiden berasal dari orang yang belum pernah menjadi presiden. Akibatnya semuanya hanya bersifat kira-kira. Padahal, umpama tugas presiden yang sedemikian berat, lalu mengangkat beberapa penasehat atau pemberi pertimbangan dari orang yang berpengalaman, maka akan lebih tepat. Mereka bukan saja diharapkan ilmunya, tetapi yang lebih penting adalah ketuaan dan kearifannya. Sayangnya, bangsa ini hingga kini, belum memiliki banyak orang tua dan yang dituakan. Wallahu a’lam.
Namun, orang tua dan juga yang dituakan biasanya dianggap memiliki kekuatan yang tidak selalu bisa tergantikan oleh mereka yang muda, sekalipun secara fisik dan pikirannya, orang muda jauh lebih kuat. Kekuatan di dalam kehidupan masyarakat tidak selalu dilihat dari aspek fisik ataupun juga ketajaman pemikirannya, tetapi oleh karena sejarah, kewibawaan, gezah, pengaruh, dan lain-lain. Hal-hal yang disebutkan terakhir ini tidak selalu bisa dipenuhi oleh orang-orang muda, sekalipun secara formal, mereka memiliki kekuasaan dan kewenangan.
Salah satu kekurangan bangsa ini adalah tidak terlalu banyak ditemukan orang tua dan yang dituakan. Bangsa ini adalah bangsa yang telah melewati sejarah panjang, baik sebelum dan sesudah merdeka. Dengan demikian, tentu memiliki sejarah orang-orang besar yang banyak dan besar pula jasanya. Setelah merdeka misalnya, telah beberapa kali beganti presiden, akan tetapi suka atau tidak suka menyebutkannya, pemimpin bangsa ini tatkala mengakhiri hidupnya ternyata tidak selalu menyenangkan. Bung Karno yang sedemikian hebat dan dibanggakan, di akhir kekuasaannya, -------siapapun tahu, kurang diposisikan sebagai orang tua, sekalipun begitu banyak dan besar jasanya bagi bangsa ini.
Spoiler for Bung Krano:

Begitu pula penggantiya, ialah Pak Harto. Lagi-lagi di akhir masa jabatannya, beliau harus menghadapi demo secara meluas, dan akhirnya mengundurkan diri sebagai presiden. Jasa-jasanya sebagai pemimpin bangsa sedemikian besar, namun ternyata dianggap hilang begitu saja. Memang banyak orang yang kurang menyukai Pak Harto, tetapi sebaliknya, sebenarnya juga tidak sedikit yang memberi apresiasi dan bahkan mencintainya. Banyaknya poster dengan tulisan sederhana, yakni “ Masih Enak Zamanku to” dan ditempel di berbagai temat, termasuk di kendaraan umum pada akhir-akhir ini, menggambarkan bahwa masih banyak rakyat yang merindukan Pak Harto.
Spoiler for Pak Harto:

Tidak berbeda dengan kedua pemimpin bangsa sebelumnya, adalah Prof. Dr. BJ Habibie dan selanjutnya KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur. Presiden yang ketiga, Prof. Dr. BJ Habibie dengan pemilu dipercepat, ternyata pertanggung jawabannya tidak diterima dan akhirnya tidak mencalonkan diri lagi pada pemilihan periode berikutnya. Juga Gus Dur baru beberapa tahun saja menjabat, dengan berbagai alasan, beliau dilengserkan, atau dituntut mundur. Akhirnya, Gus Dur memenuhi tuntutan itu, mundur dari jabatannya sebagai presiden di tengah jalan. Hingga Gus Dur mundur sebagai presiden, maka artinya bangsa ini belum memiliki pemimpin yang mengakhiri jabatannya dengan riang gembira.
Spoiler for Prof. Dr. BJ Habibie:

Spoiler for Gus Dur:

Terkait dengan kepemimpinan, terasa sekali bahwa bangsa ini belum berhasil sepenuhnya menghargai pemimpinnya. Akibatnya, sekalipun sudah lama merdeka, ternyata belum berhasil memiliki orang yang benar-benar dituakan. Bangsa ini baru bisa mengucapkan selamat kepada seseorang tatkala menjadi atau diangkat sebagai pemimpin. Ucapan selamat itu kadang diekspresikan dengan bentuk beraneka rupa. Sebaliknya, belum banyak ucapan selamat kepada seseorang yang mengkahiri jabatannya, sekalipun yang bersangkutan telah banyak jasanya. Kita melihat misalnya pada pelantikan pejabat, sedemikian banyak ucapan selamat, hingga sebagian tidak kebagian tempat untuk meletakkannya. Sebaliknya, ucapan selamat sukses kepada seseorang yang mengakhiri jabatannya, ternyata belum terlalu banyak terpikirkan.
Beberapa contoh pemimpin bangsa sebagaimana disebutkan di muka, sebenarnya tidak menutup kemungkinan juga terjadi di berbagai level di bawahnya, misalnya di tingkat gubernur, bupati atau wali kota, camat, hingga lurah. Bahkan bisa juga terjadi di berbagai instansi lain. Memang, sering terdengar ada acara pisah kenal dalam pergantian jabatan. Akan tetapi, acara itu seringkali, perhatian justru tertuju kepada pejabat baru. Padahal, mereka itu belum berbuat apa-apa. Rupanya bangsa ini lebih tertarik dan menganggap lebih penting kepada sesuatu yang belum jelas, dibanding hal yang benar-benar sudah jelas. Mental demikian itu rupanya juga terjadi di dunia politik. Orang sudah memiliki segala-galanya, artinya sudah jelas menjadi orang kaya, akan tetapi, kekayaannya itu digunakan untuk mengejar sesuatu yang belum jelas, jabatan politik, misalnya. Usahanya itu ada yang berhasil, tetapi ada juga yang sebaliknya, gagal. Bagi mereka yang gagal, menjadi habis-habisan. Uangnya habis dan begitu juga jabatannya tidak diraih.
Sebagai akibat dari belum berhasilnya menghormati orang yang telah nyata-nyata berjasa, termasuk pemimpinnya sendiri, maka bangsa ini seakan-akan tidak memiliki orang tua dan yang dituakan. Hal itu sampai-sampai, ketika pejabat pengangkat para penasehat atau pemberi pertimbangan, maka orang yang diangkat pada posisi strategis tersebut diambilkan dari orang yang justru belum berpengalaman. Penasehat presiden atau pemberi pertimbangan presiden berasal dari orang yang belum pernah menjadi presiden. Akibatnya semuanya hanya bersifat kira-kira. Padahal, umpama tugas presiden yang sedemikian berat, lalu mengangkat beberapa penasehat atau pemberi pertimbangan dari orang yang berpengalaman, maka akan lebih tepat. Mereka bukan saja diharapkan ilmunya, tetapi yang lebih penting adalah ketuaan dan kearifannya. Sayangnya, bangsa ini hingga kini, belum memiliki banyak orang tua dan yang dituakan. Wallahu a’lam.
Ane harap tulisan ini bisa menjadi semangat agan-agan semua untuk menjadikan bangsa kita besar. Ane juga berharap agan bisa share baik dari kaskus atau fb beliau langsung.
Spoiler for Sekali lagi:

SumberSumber
Kritik dan Saran dalam layout sangat diharapkan
Terima kasih telah bersedia membaca dan membagikannya

Akhir kata
Wassalamu'alaykum Warohmatullohi Wabarokatuh
0
3K
Kutip
28
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan