Begitu Tidak Pentingkah Berbagai Mata Pelajaran yang Kita Pelajari Selama Ini ??
TS
iandharmawan
Begitu Tidak Pentingkah Berbagai Mata Pelajaran yang Kita Pelajari Selama Ini ??
Sederhana saja, sekarang kita tes guru Matematika dengan ujian Sejarah, kalau perlu Sejarah tingkat SMP atau bahkan SD. Tentu hasilnya akan kocar-kacir. Begitu pula bila guru Sejarah diberikan tes Biologi ataupun Matematika.
Kalau ternyata seorang guru hanya betul-betul menguasai satu bidang studi yang diampunya, lalu mengapa para siswa "dipaksa" untuk menguasai semua mata pelajaran yang dipelajarinya di sekolah?
Toh, tidak semuanya akan dipakai di masa mendatang. Hanya bidang-bidang tertentulah yang betul-betul dipakai nantinya.
Sekali lagi, mengapa para siswa dibebani tanggung jawab terhadap berbagai mata pelajaran?
Quote:
Rupanya, hal ini bisa ditepis dengan program penjurusan yang diadakan ketika siswa duduk di bangku SMA. Sejak naik ke kelas sebelas, para siswa sudah memilih sendiri jurusan yang menjadi peminatannya sesuai dengan kemampuan dan kapasitas yang dimiliki. Bahkan pada kurikulum terbaru, penjurusan telah dilakukan sejak siswa memasuki bangku SMA tanpa harus menunggu naik ke kelas sebelas terlebih dahulu.
Namun, pada masing-masing jurusan, tetap saja para siswa mempelajari 14 mata pelajaran atau bahkan lebih. Ini menjadi suatu pertanyaan, apakah metode penjurusan saat SMA yang selama ini dilakukan menjadi efektif, atau tidak.
Apalagi, pendidikan yang ditempuh siswa-siswi sebelum duduk di bangku SMA lebih lama daripada saat duduk di bangku SMA dan sebelumnya, mereka tidak mengalami penjurusan.
Begitu tidak pentingkah mempelajari kesemuanya itu?
Quote:
Satu, dengan mempelajari semua mata pelajaran, kita bisa mengetahui apa yang menjadi cakupan materi dan apa yang dibahas dalam masing-masing subyek tersebut. Dengan demikian, dalam waktu sembilan tahun, kita dapat mengetahui sejauh mana ketertarikan kita terhadap hal tersebut, sekaligus seberapa besar kemampuan kita dalam mempelajari bidang tersebut.
Timbul pertanyaan lagi, mengapa selama itu kita harus menanggung beban mata pelajaran yang mungkin saja bukan menjadi kemampuan kita, tidak kita sukai, atau tidak akan kita pakai di waktu yang akan datang.
Mengapa penjurusan tidak diberikan lebih awal saja, dengan demikian para siswa lebih terspesifikasi dan terarah ketika belajar, sehingga ilmu yang dipelajari betul-betul mendalam. Inilah yang sering dipikirkan dan ditanyakan oleh banyak orang.
Quote:
Tidak semudah itu. Cakupan mata pelajaran di tingkat SD dan SMP akan sangat berbeda, dan akan lebih berbeda lagi di tingkat SMA. Seorang anak SD bisa saja terus-menerus mendapatkan nilai 100 dalam ulangan matematikanya. Bahkan bisa dikatakan bahwa kalau tidak mendapatkan nilai 100, ia akan kecewa ('gela'). Mari kita telusuri perjalanan "matematika" dari anak ini.
Ternyata setelah duduk di bangku SMP, nilainya mengalami penurunan dan hanya berkisar antara 75-85 saja. Dan tidak timbul penyesalan sedikit pun dari anak tersebut seperti saat dirinya duduk di bangku SD.
Kita lanjutkan investigasi saat anak itu telah berubah menjadi remaja yang duduk di bangku SMA. Anak itu berkata, "Tuntas saja udahbersyukur banget".
Ini membuka suatu tabir bahwa kemampuan anak tersebut bukanlah matematika, walaupun saat di SD, ia menjadi jagoan matematika.
Coba saja kalau ia dijuruskan masuk ke kelas IPA atau ke kelas matematika sejak SMP, atau bahkan sejak SD, tentu ilmu matematika yang harus dipelajarinya akan semakin mendalam saja dan siswa ini akan tercecer di dalam perjalanannya, bahkan bisa menghambat kelancaran studinya. Pernahkah terpikirkan oleh kita bersama akan hal ini?
Ternyata risiko penjurusan dini tak ubahnya suatu pernikahan dini yang sama-sama bisa menghancurkan masa depan seorang anak.
Spoiler for Selebihnya:
Pertanyaan lebih dikembangkan lagi, mengapa saat dijuruskan, seorang anak tetap saja mempelajari mata pelajaran Pendidikan Agama, Bahasa Daerah, TIK, yangmana mata pelajaran ini seringkali "dianaktirikan" dan notabenya tidak sesuai dengan apa yang menjadi jurusan pilihannya.
Jelas perlu dan penting untuk memberikan mata pelajaran agama untuk pembentukan moral dan kesadaran beragama pada diri siswa. Bahasa Daerah dan bahasa-bahasa lain, termasuk bahas Indonesia, menjadi esensial untuk dipelajari, untuk melestarikan bahasa daerah sekaligus bahasa lah yang bisa membuat kita berkomunikasi sehari-hari, atau bahkan tulisan ini bisa dibaca oleh Saudara sekalian karena adanya bahasa. TIK, jelas mutlak dipelajari untuk beradaptasi dengan perkembangan zaman yang kental dengan perkembangan teknologi. Begitu pula dengan mapel lainnya.
Tidak dapat dipungkiri bahwa siswa jurusan IPA masih banyak yang memilih untuk meneruskan studi dengan mengambil jurusan ekonomi ataupun akutansi, yang notabene adalah mata pelajarannya anak IPS. Sebenarnya tidak hanya itu saja, namun juga ada siswa dari kalangan jurusan IPA yang mengambil HI ketika mereka meneruskan studi lanjut. Apa artinya? Bahwa anak IPA pun tidak selalu harus melulu meneruskan jalan hidupnya dengan berkutat pada ilmu pengetahuan alam yang dipelajarinya. Seperti yang kita ketahui bahwa keinginan seseorang bisa saja berubah sewaktu-waktu. Bisa saja hari ini ingin masuk ke fakultas kedokteran, tetapi saat dibukanya pendaftaran seleksi calon mahasiswa baru, ia berpaling menuju ke fakultas hukum. Who knows? Siapa yang bisa memprediksikan hal-hal semacam ini? Maka, tetaplah menjadi penting untuk mempelajari ilmu-ilmu lain di luar ilmu-ilmu pokok pada jurusan tersebut.
Quote:
Dua, kalau tadi saya mengatakan bahwa penting untuk mempelajari TIK, PKn, dan lain sebagainya oleh karena manfaat yang dapat kita peroleh, toh kenyataannya, walaupun penting dan bermanfaat para guru tetap tidak mungkin untuk menguasai kesemuanya itu, dan meskipun mereka tidak menguasai kesemuanya itu, hidup mereka juga tidak akan terganggu.
Tentu setelah mengetahui hal ini, kita kembali bertanya, “Untuk apa mempelajari kesemuanya itu? Sejarah, Geografi, PKn, apaklagi Matematika!! Untuk apa mempelajari susahnya rumus-rumus matematika beserta aplikasinya? Itu semua tidak penting di masa mendatang. Hidup kita JAUH LEBIH SULIT DARIPADA MATEMATIKA”.
Quote:
Ya, Saudara SANGAT TEPAT SEKALI. Sebagai contoh, saya menggunakan “matematika” dalam pembahasan kali ini, karena begitu nyata dan jelas “ketidakbermanfaatan matematika” di mata banyak orang.
Matematika memang tidak ada apa-apanya dengan hidup kita setelah kita menjadi dewasa, bekerja, dan bermasyarakat. Bagi kalian yang tidak memilih profesi-profesi yang menggunakan ilmu matematika, pernyataan tersebut menjadi seolah-olah beralasan kuat dan tak terbantahkan.
Bagi kalian para ekonom handal, bagi kalian yang telah menjadi direktur dan dokter, tentu bukanlah perjuangan yang mudah untuk mencapai ke titik setinggi itu. Selain tenaga yang terkuras, tentu akan dibutuhkan banyak berpikir. Di sinilah ilmu matematika yang dipelajari semasa menempuh bangku pendidikan menjadi berguna.
Quote:
“Berguna dari Manado?? Jelas-jelas saya tidak menggunakan sin, cos, dan tangenuntuk mengoperasi pasien saya ataupun dalam mengembangkan perusahaan ini.”
Sekali lagi Saudara TEPAT. Karena ilmu matematika yang Saudara pelajari tidak mengajarkan perhitungan trigonometrikal semacam itu. Namun, BENANG MERAH dari kesemuanya itu adalah bahwa Saudara diajak untuk berpikir logis, ilmiah, dan sistematis sesuai dengan urut-urutan yang ada. Dalam mengambil keputusan besar saat bekerja, tentu dibutuhkan suatu PEMIKIRAN yang LOGIS dan tentu saja harus diaplikasikan secara SISTEMATIS dengan strategi dan rancangan kerja yang TERTATA dan dilakukan secara URUT. Itulah mengapa kita mengenal meeting dan pembagian kerja.
Ini persis sekali dengan matematika. Pertama kita harus bisa menentukan persamaan apa yang sesuai dengan permasalahan yang ada secara URUT dan RUNTUT. Kedua, kita memisah-misahkan dan menyusun persamaan yang ada sedemikian rupa untuk dapat mencari variabelnya. Terakhir, kita menyubstitusikan kesemua yang ada.
Kiranya, seperti inilah analogi atau gambaran bahwa mempelajari ilmu matematika sama halnya bekerja itu sendiri. Semakin sering kita menyelesaikan persoalan matematika, kita akan mendapatkan LOGIKA BERPIKIR yang MANTAP untuk dapat kita pakai dan implementasikan saat telah BEKERJA. Begitu pula dengan mata pelajaran yang lainnya.
Spoiler for :
Sengaja tidak saya jabarkan satu persatu, karena sejatinya, salah satu tujuan pendidikan adalah agar kita bisa memetik sendiri nilai-nilai kehidupan yang bisa diperoleh di balik apa yang kita dapatkan selama ini.
Saya mengucapkan terima kasih atas kesediaan para pembaca sekalian dalam meluangkan waktu untuk membaca tulisan ini di tengah-tengah kesibukan yang ada. Saya sendiri juga menyadari bahwa diri saya masih terlalu amatir bila dibandingkan dengan penulis-penulis lainnya. Apalagi dengan ditambah panjangnya tulisan ini yang menyebabkan tulisan ini menjadi “longpost” dan memuakkan kedua mata. Oleh karena itu, penulis meminta maaf bila apa yang tertulis dalam tulisan ini tidak berkenan di hati para pembaca, baik bahasa dan bentuk penulisan, maupun konten atau isi daripada tulisan ini sendiri. Penulis akan dengan terbuka menerima kritik dan saran yang membangun dari siapa saja untuk dapat mengembangkan penulisan ini menjadi lebih baik lagi.
Tujuan penulis menuliskan opini ini bukanlah sebagai ajang debat, karena debat itu sendiri adalah suatu tindakan “musrik” dan lebih banyak mudaratnya daripada mufakatnya. Sebisa mungkin penulis menghindari perdebatan karena bila penulis berdebat, penulislah yang salah. Akan tetapi, bila Agan memiliki opini dan aspirasinya, tidak perlu sungkan-sungkan untuk disampaikan. Dengan kesemuanya itu, tentu akan memberikan manfaat atau sumbangan tersendiri bagi dunia pendidikan, khususnya di Indonesia.
Spoiler for UTAMAKAN KOMENG:
Utamakan Komeng
Spoiler for jangan lupa yang satu ini:
CENDOL
Yang jelas, ilmu pengetahuan bukanlah sekedar ciptaan manusia saja. Melainkan, Tuhan juga berperan melalui tangan-tangan manusia di dalam terciptanya ilmu–ilmu ini. Dan yang jelas, apa yang diciptakan Tuhan pasti ada manfaatnya bagi umat manusia.
"Kalau bisa mendapat ilmu yang berlebih, mengapa harus meminta ilmu yang sedikit. Tidak ada sesuatu yang sia-sia, semua itu ada artinya. Ingatlah bahwa masih banyak saudara kita yang kurang beruntung namun justru memiliki keinginan yang begitu besar untuk mendapatkan ilmu-ilmu. Tidak sepantasnya kita menyia-nyiakan ilmu yang bisa kita dapatkan, mengingat banyak orang yang masih belum bisa mendapatkannya. Seharusnya, kita menjadi malu apabila kita masih menganggap mata pelajaran yang kita peroleh selama ini tidak penting.
Menganggap bahwa apa yang diajarkan dalam pendidikan tidak penting hanyalah akan semakin memperburuk kualitas pendidikan di negeri kita."