Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

amarul.pradanaAvatar border
TS
amarul.pradana
Miris, Rahasia Jusuf Kalla Di Balik Perdamaian Aceh


Seperti yang kita ketahui bahwa Mantan Wakil Presiden RI, Jusuf Kalla disebut-sebut sebagai orang yang berhasil mendamaikan konflik di Aceh dan Poso. Tetapi ternyata ada cerita di balik itu usaha Jusuf Kalla melakukan perdamaian di dua daerah tersebut.

Setelah membaca sebuah tulisan yang berjudulPetualangan Jusuf Kalla : Dari Aceh, Poso Hingga Jokowi, mata saya menjadi lebih terbuka terkait dengan perdamaian yang dilakukan oleh Jusuf Kalla pada konflik Aceh dan Poso. Saya akan menjabarkan sedikit salah satunya yaitu tentang Perdamainan Aceh.

Konflik di provinsi tersebut terjadi karena adanya sebuah pemberontakan dari Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang menuntut kemerdekaan Aceh dari Indonesia. Ternyata ada cerita di balik pemberontakan tersebut yang dituliskan di dalam artikel yang saya baca, yaitu ada kepentingan perebutan gas Lhokseumawe. Hal yang sama juga dituliskan di dalam buku yang berjudul Understanding Civil War karya Paul Collier dan Nicholas Sambanis terbitan World Bank.

Tokoh di balik penggalang organisasi GAM adalah Hasan Di Tiro yang merupakan cucu dari Teuku Cik Di Tiro. Sebelum mendirikan GAM, Hasan Di Tiro tinggal di New York dan bekerja untuk PBB. Pada tahun 1953, ia bergabung bersama Daud Beureuh untuk menggalang pemberontakan Aceh yang akhirnya digagalkan oleh Soekarno.

Pada tahun 1976, Hasan Di Tito kembali ke Aceh dan mendirikan GAM dengan kemasan mengembalikan perjuangan Darul Islam Aceh. Ternyata hal tersebut merupakan sebuah rencana Hasan untuk mensukseskan misinya merebut gas Lhokseumawe. Lima tahun sebelumnya, yaitu 1971, Mobil Oil milik Rockefeller Group menemukan cadangan gas raksasa di Aceh yang bernilai Rp 20 – 30 triliun dan menggandeng Pertamina dan Jilco (konsorsium migas Jepang) untuk mengelola gas Lhokseumawe.

Hasan melihat bahwa ada peluang untuk merebut gas Lhokseumawe dengan kemasan perjuangan Aceh Merdeka dan oleh karena itu ia segera mendirikan GAM pada tahun 1976 dengan serangan perdana ke pengolahan gas milik Mobil Oil. Bersamaan dengan hal tersebut, Hasan Di Tiro bersama relasi migasnya mengajukan penawaran pengelolaan pipa gas Aceh ke pemerintah RI, tetapi gagal dan dimenangkan oleh Betchel, perusahaan pipa gas asal AS. Hal ini mengakibatkan GAM kehilangan sumber dana dan pada tahun 1979 sudah tidak terlihat lagi pergerakannya.

Pada tahun 1989, Hasan Di Tiro kembali menggalang GAM dengan sokongan dari Khadafi, Libya. Khadafi sendiri juga ingin merebut gas Lhokseumawe dengan dua alasan yaitu ingin menguasai pasar gas Asia Tenggara dan ingin merebut pasar gas Eropa dari Rusia. Kedua alasan itu yang membuat Khadafi menyokong Hasan Di Tiro dengan GAM-nya melakukan pergerakan. Tetapi hal tersebut bisa diantisipasi pemerintahan Soeharto dengan memberlakukan DOM (Daerah Operasi Militer) dan membuat GAM menghilang kembali.

Pada tahun 1999 – 2002, untuk kesekian kalinya GAM bangkit lagi dengan mendapatkan sokongan dari Norwegia, melalui Swedia dan Finlandia. Akan tetapi, Norwegia tidak mengincar cadangan gas Lhokseumawe, melainkan cadangan gas Natuna Alpha D. Sedangkan Swedia dan Finlandia mengincar investasi energy bio massa ke Indonesia. Seperti yang disebutkan di dalam artikel, sokongan ketiga negara tersebut kepada GAM hanya sebagai bargaining positition untuk merebut proyek dan investasi raksasa di Indonesia. Norwegia berperan sebagai sumber pendana utama, Swedia berperan sebagai pemberi suaka pada Hasan Di Tiro, dan Finlandia sebagai juru lobi ke Indoneisa

Hal-hal tersebutlah yang menjadi alasan kenapa setelah tahun 2002 GAM berhasil diredam, tetapi konflik di Aceh masih terus berlangsung sampai tahun 2005 baru berhasil didamaikan. Tidak lain adalah karena motifnyas sudah berbeda, bukan untuk memerdekakan Aceh dan sumber dayanya, melainkan memerdekan Aceh jika tidak diberikan proyek raksasa di Indonesia.

Selanjutnya, apa peran Jusuf Kalla dalam perdamaian Aceh? Jusuf Kalla yang pada saat itu merupakan Wakil Presiden, memiliki tugas untuk menengahi atau bisa dibilang mengurus barter proyek raksasa karena pasca lima tahun perdamaian Aceh, sekitar tahun 2011 ramai diberitakan bahwa Finlandia dan Swedia akan melakukan investasi besar-besaran ke Indonesia.

Terkait dengan Natuna Alpha-D, Jusuf Kalla menolak AS dengan Exxon Mobil-nya untuk mengelola cadangan gas tersebut. Alasannya adalah karena Exxon Mobil belum memiliki teknologi untuk memisahkan gas karbon dari blok Natuna Alpha-D yang bisa memicu peningkatan Efek Rumah Kaca. Bersamaan dengan itu juga, Jusuf Kalla mengumandangkan bahwa menolak AS mengelola blok tersebut.

Masuklah Stait Oil dari Norwegia setelah didepaknya Exxon Mobil dari Natuna Alpha-D dan diterima oleh pemerintah Indonesia. Stait Oil merupakan perusahaan migas raksasa milik Rothschild Norway Group di Norwegia yang mengelola banyak migas di negara-negara Skandinavia. Selain itu, pemerintah Norwegia pun berkomitmen akan mengucurkan dana sebesar EUR 1 miliar kepada REDD+ untuk melawan deforestasi. Orang di balik penggagas REDD+ adalah Kuntoro Mangkusubroto yang mulai menjalin relasi dengan Jusuf Kalla di Aceh.

Seperti yang dituliskan di dalam artikel yang saya baca, di balik dari Perdamaian Aceh yang dilakukan oleh Jusuf Kalla adalah tentang migas, bukan tentang rakyat Aceh. Selain perdamain Aceh, di dalam artikel tersebut juga dijelaskan tentang rencana Jusuf Kalla di balik perdamaian Poso.
Diubah oleh amarul.pradana 02-05-2014 10:37
0
11.6K
90
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan