- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
- Survei Menunjukkan Elektabilitas Jokowi terus merosot, Prabowo naik, Ical melempem 


TS
yantique
Survei Menunjukkan Elektabilitas Jokowi terus merosot, Prabowo naik, Ical melempem
Elektabilitas Jokowi terus merosot, Prabowo naik, Ical melempem
Minggu, 4 Mei 2014 16:30
Merdeka.com - Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) mengamati elektabilitas dua kandidat kuat capres Prabowo Subianto dan Joko Widodo (Jokowi). Dalam hasil temuannya, Jokowi terus merosot lima bulan terakhir, sementara Prabowo terus naik jelang pilpres.
Peneliti Senior SMRC Sirajuddin Abbas mengatakan, apabila koalisi nanti dibangun hanya berdasarkan tiga poros, PDIP, Golkar dan Gerindra, maka kandidat yang bersaing kompetitif hanya Prabowo dan Jokowi. Menurut dia, perolehan suara Capres Golkar Aburizal Bakrie tidak pernah di atas perolehan partai yakni 15 persen.
Lebih jauh Abbas mengungkapkan, pada bulan Maret 2013, elektabilitas Jokowi naik dari 41 persen dan mencapai 51 persen di bulan Desember. Namun merosot tajam di bulan Februari menjadi 39 persen dan naik lagi di bulan maret menjadi 52 persen, kemudian turun jadi 47 persen di April 2014.
"Kenaikan Jokowi lebih rendah ketimbang Pak Prabowo, kalau dilanjutkan bisa naik terus dan bertemu mungkin di bulan Juli," ujar Abbas saat memaparkan hasil survei di Jakarta, Minggu (4/5).
Untuk Prabowo, kata dia, bulan Juni 2013 tingkat elektabilitas hanya 20 persen, namun di bulan April 2014 mencapai 32 persen. Sementara Ical, stagnan dikisaran 14 sampai 9 persen.
"Dalam lima bulan terakhir, dalam simulasi tiga calon, Prabowo cenderung menguat, Jokowi fluktuatif, cenderung stagnan atau sedikit melemah," tegas dia.
Apabila SMRC melakukan riset hanya dengan dua nama calon yakni Prabowo dan Jokowi. Jarak elektabilitas keduanya hanya 16 persen di bulan April 2014.
Dia melanjutkan, pada Desember Jokowi 62 persen, Maret turun menjadi 56 persen dan April diposisi 52 persen. Untuk Prabowo, di bulan Desember hanya 23 persen, Maret 27 persen dan di bulan April meningkat menjadi 36 persen.
"Jokowi belum aman kalau melihat trendnya sepanjang 2014. Jokowi cenderung turun, Prabowo cenderung naik," ungkap dia.
http://www.merdeka.com/politik/elekt...-melempem.html
Survei: Prabowo Bisa Kalahkan Jokowi, Jika....
Minggu, 4 Mei 2014 | 17:59 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com - Elektabilitas bakal calon presiden Partai Gerindra Prabowo Subianto diprediksi bisa menyalip bakal calon presiden PDI-Perjuangan Joko Widodo (Jokowi) dalam dua bulan ke depan. Menurut hasil survei Saiful Mujani Reseach and Consulting (SMRC), Prabowo bisa mengalahkan Jokowi jika Gubernur DKI Jakarta itu salah dalam memilih pasangan dan salah strategi kampanye.
"Kalau dilihat trennya, Jokowi cenderung melemah dan Prabowo menguat. Dua bulan ke depan Jokowi bisa dikalahkan Prabowo bila salah dalam memilih pasangan dan bila kalah dalam strategi kampanye," kata peneliti SMRC Sirojudin Abbas saat memaparkan hasil survei di Jakarta, Minggu (4/5/2014).
Survei ini dilakukan SMRC pada 20-24 April 2014 dengan metodologi random sampling. Jumlah sampel awal 2040n namun yang valid dianalisis hanya 2015. Berdasarkan jumlah sampel tersebut, diperkirakan margin of error sebesar 2,2 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.
Survei ini didanai pihak ketiga, namun SMRC enggan menyebutkan namanya.
Menurut hasil survei, bila capres yang maju nanti hanya Jokowi dan Prabowo, untuk sementara elektabilitas Jokowi lebih tinggi sekitar 16 persen lebih tinggi dibandingkan dengan Prabowo. Namun, menurut Sirojudin, posisi Jokowi belum aman jika melihat tren elektabilitasnya yang cenderung turun sepanjang 2014.
Dari hasil survei, elektabilitas Jokowi cenderung turun sejak Desember 2013, Maret 2014, dan April 2014. Sementara elektabilitas Prabowo, menurut survei, terus meningkat dalam periode yang sama.
Sirojudin juga memaparkan sejumlah faktor yang menyebabkan turunnya elektabilitas Jokowi. "Dalam lima bulan terakhir memang menurun, salah satu kemungkinan yang menjelaskan penurunan Jokowi karena popularitas Jokowi sudah habis di 62 persen," katanya.
Setelah popularitas Jokowi menyentuh puncaknya di angka 62 persen, lanjutnya, calon presaiden lainnya mulai bekerja dan menawarkan diri sehingga membuat pilihan masyarakat akan capres lebih banyak.
"Orang mulai kenal Jokowi dari kualitas personalnya, skill ekonomi dan lain-lain mulai terlihat, itu memberikan pendidikan yang baik kepada masyarakat bahwa Jokowi bukan satria piningit, dan semakin kenal, orang semakin biasa memandang kepemimpinan Jokowi," tuturnya.
Faktor lain yang mempengaruhi turunnya elektabilitas Jokowi menurut Sirojudin adalah kurang bulatnya dukungan PDIP terhadap gubernur DKI Jakarta itu. Dia menyebut PDIP tidak membuat acara yang luar biasa ketika mengumumkan Jokowi sebagai calon presiden yang bakal diusung partai berlambang banteng tersebut.
"Ditambah iklan menjelang pemilu yang keluar hanya Puan dan Mega. Jokowi enggak dikasih porsi. Itu juga salah satu yang membuat masyarakat realistis melihat Jokowi yang membuat elektabilitas menurun," kata Sirojudin.
Selain itu, dia menilai dominasi peran Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri cukup membuat simpati masyarakat menurun. Apalagi dengan wacana yang muncul belakangan ini yang menyebutkan pemilihan bakal calon wakil presiden Jokowi harus melalui restu Megawati.
"Kini suara disini mulai dibeli masyarakat, ditambah serangan Gerindra, Jokowi boneka Bu Mega, itu tergantung Jokowi dengan tim kemudian mulai memoles Jokowi sebagai figur sentral," ucapnya.
Mengenai bakal cawapres, hasil survei SMRC menunjukkan bahwa mantan Ketua Mahkamah
Konstitusi Mahfud MD, mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla, dan Menteri BUMN Dahlan Iskan bisa membuka peluang lebih baik bagi Jokowi untuk mengalahkan Prabowo.
Sementara tokoh lainnya yang disebut-sebut sebagai bakal calon wakil presiden, yakni Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama disebut kurang kuat efeknya dalam meningkatkan elektabilitas Jokowi. Tokoh lainnya, mantan KSAD Ryamizard Ryacudu malah dinilai menurunkan elektabilitas Jokowi.
http://nasional.kompas.com/read/2014...n.Jokowi.Jika.
Ini Plus Minus 3 Capres, Jokowi, Prabowo, dan Ical
Minggu, 4 Mei 2014 13:13 WIB
 
Solopos.com, JAKARTA—Pilpres 2014 kian dekat. Sudah ada tiga capres yang siap bertarung yakni Jokowi Capres dari PDI, Prabowo Capres dari Gerindra dan Aburizal Bakrie alias Ical Capres dari Golkar.
Emrus Corner mengadakan riset kualitatif soal dinamika menjelang Pilpres 2014. Hasilnya dapat dilihat nilai plus dan minus 3 capres terkuat saat ini yakni Jokowi, Prabowo, dan Aburizal Bakrie. Riset ini juga memantau kelebihan serta kekurangan sejumlah kandidat cawapres di pasaran
 
Riset dilakukan terhadap 3 capres yakni Joko Widodo (PDIP), Prabowo Subianto (Gerindra), dan Aburizal Bakrie (Golkar), berdasarkan tren pemberitaan di 15 media massa nasional sejak Februari-pertengahan April 2014.
Tiga kandidat capres ini diamati lantaran masing-masing memiliki gaya kepemimpinan berbeda dan dianggap berpengaruh pada siapa cawapres yang akan mendampinginya. Ketiganya juga sampai ini belum punya kandidat cawapres definitif.
Hasil riset ini dipublikasikan Direktur Emrus Corner, Dr Emrus Sihombing, di Hotel Grand Alia Cikini Menteng Jakarta Pusat, Minggu (27/4/2014) dua pekan lalu sebagaimana dikutip Detik.
Kekuatan-Kelemahan Jokowi
Hasil riset ini menunjukkan Jokowi sebagai capres dengan frekuensi pemberitaan terbanyak di media massa dengan 47 persen. Prabowo Subianto ada di urutan kedua dengan 31 persen pemberitaan dan Aburizal Bakrie dengan 22 persen pemberitaan berada di urutan ketiga.
Kekuatan Jokowi adalah yang paling populer diantara capres lain. Selain itu dianggap relatif bersih dari kolusi, korupsi, dan nepotisme. Juga memiliki pengamalaman sebagai Gubernur DKI yang terhitung bekerja keras. Jokowi juga punya kelebihan pernah menata Solo, juga dianggap sebagai pemimpin yang administratif dan humanis, tak memiliki masalah masa lalu dan memiliki citra positif dari sisi komunikasi politik.
Kelemahan Jokowi antara lain dinilai belum punya visi misi sebagai capres, belum memiliki konsep pembangunan yang komprehensif, dan belum memiliki pengalaman memimpin partai politik.
Kekuatan-Kelemahan Prabowo
Sementara itu Prabowo Subianto dinilai sebagai pemimpin yang tegas dan berani. Prabowo juga dianggap bersih dari KKN, mantan petinggi militer dan memiliki komunikasi publik yang baik. Kelemahan Prabowo dianggap bertipikal keras dan kerap dikaitkan dengan polemik masa lalu.
Kekuatan-Kelemahan Ical
Sementara Aburizal Bakrie dinilai sebagai capres dengan pengalaman sebagai pengusaha dan birokrat. ARB dinilai punya visi ekonomi yang jelas, memiliki jaringan luas dan berpengalaman memimpin partai. Kelemahannya perolehan suara golkar yang kecil, dan sejumlah pemberitaan negatif soal lumpur Lapindo, dan bukan berasal dari Jawa.
Cawapres
Survei ini juga menganalisis frekuensi pemberitaan cawapres di media massa. Hasilnua Jusuf Kalla paling banyak diberitakan sebagai cawapres dengan 34 persen, disusul Priyo Budi Santoso (26 persen), Mahfud MD (18 persen), Akbar Tandjung (12 persen), Ryamizard Ryacudu (6 persen),dan Luhut B Panjaitan (4 persen).
Jusuf Kalla memiliki banyak pengalaman sebagai pengusaha, pernah menjadi wapres, dan jadi agen perdamaian di Aambon, Poso, dan Aceh. JK juga dinilai sebagai pemimpin yang tegas dan berani namun memiliki kelemahan yakni usainya sudah 70 tahun dan memiliki jaringan bisnis yang luas.
Sementara itu Priyo Budi Santoso dinilai memiliki pengalaman sebagai politisi dan aktivis, menjadi Ketua Presidium ICMI, pemimpin muda yang tegas dan memiliki komunikasi politik yang baik. Kelemahannya adalah masih dianggap tokoh muda di Golkar dan dianggap belum pantas maju.
Sementara itu Mahfud MD dinilai memiliki pengalaman luas di politik dan birokrat. Juga punya visi dalam penegakan hukum berintegritas dan bersih. Mahfud dipandang masih muda dan dikenal sebagai loyalis Gus Dur. Mahfud yang memiliki cara komunikasi politik yang baik ini memiliki kelemahan antara lain hanya menguasai bidang penegakan hukm, tidak memiliki visi pembangunan ekonomi, dan dukungan PKB belum jelas.
Akbar Tandjung dinilai memiliki kekuatan sarat pengalaman sebagai politisi dan birokrat, tokoh senior, mantan ketua DPR dan Ketum Golkar. Namun usia Akbar dinilai sudah tua. Sementara Ryamizard Ryacudu yang masuk kandidat cawapres Jokowi punya kelebihan pernah menjadi petinggi TNI, didukung PDIP, dekat dengan Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri, namun kelemahannya tidak ada partai lain yang mendukung dan belum ada pengalaman di politik dan pemerintahan.
Sementara Luhut B Panjaitan yang bersama Akbar Tandjung dan Jusuf Kalla diberi izin menjadi cawapres dari Golkar memiliki kelenbihan mantan militer, pernah di pemerintahan, memiliki jaringan bisnis dan paham soal ekonomi. Namun kelemahannya tidak memiliki dukungan politik riil di Golkar.
http://www.solopos.com/2014/05/04/pi...an-ical-505909
Sabtu, 29/03/2014 11:03 WIB
Serangan Prabowo ke Jokowi Terlalu Sadis
Jakarta - Serangan 'capres boneka' Prabowo pada Jokowi menuai kritik. Pernyataan ini dinilai berlebihan bahkan terlalu sadis.
"Tuduhan Prabowo ke Jokowi bahwa dia boneka itu sadis. Ya memang ada konflik dengan pencapresan tapi tetap harus santun," kata pengamat komunikasi politik dari Universitas Pelita Harapan, Tjipta Lesmana dalam diskusi 'Siapa Dalang dan Wayang Capres 2014' di Warung Daun, Jalan Cikini, Jakpus, Sabtu (29/3/2014).
Ia menilai seharusnya kesempatan kampanye adalah ajang pemaparan ide. Bukan menunjukkan kebencian dan sakit hati pada partai lain.
Ia menganjurkan sebaiknya Prabowo menghentikan serangannya pada PDIP dan Jokowi. Menurutnya hal ini akan mengurangi simpati masyarakat pada Gerindra.
"Saran saya untuk Pak Prabowo, stop complaining. Apa artinya kampanye dengan menanamkan sikap ke rakyat. Mestinya tidak bgitu. Harusnya menyampaikan visi misinya. Bukan hantam sana sini. Itu tidak efektif," sambungnya.
Hal senada juga dikatakan oleh pengamat psikologi politik Hamdi Muluk yang mengatakan dalam politik selalu ada usaha untuk medelegitimasi rivalnya. Ia menilai hal tersebut biasa saja selama dalam koridor yang jelas.
"Kalau ada kemarahan dalam politik itu wajar. Setiap aktor yang berpolitik itu rumusnya sederhana. Kalau bisa dia akan melakukan delegitmasi, bagaimana dia melegitimasikan posisinya dan medelegitimasi lawannya," ujar Hamdi Muluk.
http://news.detik.com/pemilu2014/rea...?992204topnews
-----------------------------
Padahal Prabowo belum 'blusukan' di luar Jakarta, terutama di Jawa Tengah dan Jawa Timur, sementara untuk Indonesia Timur, boleh dikatakan itu adalah daerah panenan suara untuk Prabowo (bercermin dari Pemilu Pileg 9 April lalu). Tapi bila JK jadi menjadi cawapres Jokowi, lumbung suara Prabowo di wilayah timur Indonesia itu, bisa terancam, apalagi kalau JK melakukan blusukan di wilayah habitat aslinya itu
Minggu, 4 Mei 2014 16:30
Merdeka.com - Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) mengamati elektabilitas dua kandidat kuat capres Prabowo Subianto dan Joko Widodo (Jokowi). Dalam hasil temuannya, Jokowi terus merosot lima bulan terakhir, sementara Prabowo terus naik jelang pilpres.
Peneliti Senior SMRC Sirajuddin Abbas mengatakan, apabila koalisi nanti dibangun hanya berdasarkan tiga poros, PDIP, Golkar dan Gerindra, maka kandidat yang bersaing kompetitif hanya Prabowo dan Jokowi. Menurut dia, perolehan suara Capres Golkar Aburizal Bakrie tidak pernah di atas perolehan partai yakni 15 persen.
Lebih jauh Abbas mengungkapkan, pada bulan Maret 2013, elektabilitas Jokowi naik dari 41 persen dan mencapai 51 persen di bulan Desember. Namun merosot tajam di bulan Februari menjadi 39 persen dan naik lagi di bulan maret menjadi 52 persen, kemudian turun jadi 47 persen di April 2014.
"Kenaikan Jokowi lebih rendah ketimbang Pak Prabowo, kalau dilanjutkan bisa naik terus dan bertemu mungkin di bulan Juli," ujar Abbas saat memaparkan hasil survei di Jakarta, Minggu (4/5).
Untuk Prabowo, kata dia, bulan Juni 2013 tingkat elektabilitas hanya 20 persen, namun di bulan April 2014 mencapai 32 persen. Sementara Ical, stagnan dikisaran 14 sampai 9 persen.
"Dalam lima bulan terakhir, dalam simulasi tiga calon, Prabowo cenderung menguat, Jokowi fluktuatif, cenderung stagnan atau sedikit melemah," tegas dia.
Apabila SMRC melakukan riset hanya dengan dua nama calon yakni Prabowo dan Jokowi. Jarak elektabilitas keduanya hanya 16 persen di bulan April 2014.
Dia melanjutkan, pada Desember Jokowi 62 persen, Maret turun menjadi 56 persen dan April diposisi 52 persen. Untuk Prabowo, di bulan Desember hanya 23 persen, Maret 27 persen dan di bulan April meningkat menjadi 36 persen.
"Jokowi belum aman kalau melihat trendnya sepanjang 2014. Jokowi cenderung turun, Prabowo cenderung naik," ungkap dia.
http://www.merdeka.com/politik/elekt...-melempem.html
Survei: Prabowo Bisa Kalahkan Jokowi, Jika....
Minggu, 4 Mei 2014 | 17:59 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com - Elektabilitas bakal calon presiden Partai Gerindra Prabowo Subianto diprediksi bisa menyalip bakal calon presiden PDI-Perjuangan Joko Widodo (Jokowi) dalam dua bulan ke depan. Menurut hasil survei Saiful Mujani Reseach and Consulting (SMRC), Prabowo bisa mengalahkan Jokowi jika Gubernur DKI Jakarta itu salah dalam memilih pasangan dan salah strategi kampanye.
"Kalau dilihat trennya, Jokowi cenderung melemah dan Prabowo menguat. Dua bulan ke depan Jokowi bisa dikalahkan Prabowo bila salah dalam memilih pasangan dan bila kalah dalam strategi kampanye," kata peneliti SMRC Sirojudin Abbas saat memaparkan hasil survei di Jakarta, Minggu (4/5/2014).
Survei ini dilakukan SMRC pada 20-24 April 2014 dengan metodologi random sampling. Jumlah sampel awal 2040n namun yang valid dianalisis hanya 2015. Berdasarkan jumlah sampel tersebut, diperkirakan margin of error sebesar 2,2 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.
Survei ini didanai pihak ketiga, namun SMRC enggan menyebutkan namanya.
Menurut hasil survei, bila capres yang maju nanti hanya Jokowi dan Prabowo, untuk sementara elektabilitas Jokowi lebih tinggi sekitar 16 persen lebih tinggi dibandingkan dengan Prabowo. Namun, menurut Sirojudin, posisi Jokowi belum aman jika melihat tren elektabilitasnya yang cenderung turun sepanjang 2014.
Dari hasil survei, elektabilitas Jokowi cenderung turun sejak Desember 2013, Maret 2014, dan April 2014. Sementara elektabilitas Prabowo, menurut survei, terus meningkat dalam periode yang sama.
Sirojudin juga memaparkan sejumlah faktor yang menyebabkan turunnya elektabilitas Jokowi. "Dalam lima bulan terakhir memang menurun, salah satu kemungkinan yang menjelaskan penurunan Jokowi karena popularitas Jokowi sudah habis di 62 persen," katanya.
Setelah popularitas Jokowi menyentuh puncaknya di angka 62 persen, lanjutnya, calon presaiden lainnya mulai bekerja dan menawarkan diri sehingga membuat pilihan masyarakat akan capres lebih banyak.
"Orang mulai kenal Jokowi dari kualitas personalnya, skill ekonomi dan lain-lain mulai terlihat, itu memberikan pendidikan yang baik kepada masyarakat bahwa Jokowi bukan satria piningit, dan semakin kenal, orang semakin biasa memandang kepemimpinan Jokowi," tuturnya.
Faktor lain yang mempengaruhi turunnya elektabilitas Jokowi menurut Sirojudin adalah kurang bulatnya dukungan PDIP terhadap gubernur DKI Jakarta itu. Dia menyebut PDIP tidak membuat acara yang luar biasa ketika mengumumkan Jokowi sebagai calon presiden yang bakal diusung partai berlambang banteng tersebut.
"Ditambah iklan menjelang pemilu yang keluar hanya Puan dan Mega. Jokowi enggak dikasih porsi. Itu juga salah satu yang membuat masyarakat realistis melihat Jokowi yang membuat elektabilitas menurun," kata Sirojudin.
Selain itu, dia menilai dominasi peran Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri cukup membuat simpati masyarakat menurun. Apalagi dengan wacana yang muncul belakangan ini yang menyebutkan pemilihan bakal calon wakil presiden Jokowi harus melalui restu Megawati.
"Kini suara disini mulai dibeli masyarakat, ditambah serangan Gerindra, Jokowi boneka Bu Mega, itu tergantung Jokowi dengan tim kemudian mulai memoles Jokowi sebagai figur sentral," ucapnya.
Mengenai bakal cawapres, hasil survei SMRC menunjukkan bahwa mantan Ketua Mahkamah
Konstitusi Mahfud MD, mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla, dan Menteri BUMN Dahlan Iskan bisa membuka peluang lebih baik bagi Jokowi untuk mengalahkan Prabowo.
Sementara tokoh lainnya yang disebut-sebut sebagai bakal calon wakil presiden, yakni Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama disebut kurang kuat efeknya dalam meningkatkan elektabilitas Jokowi. Tokoh lainnya, mantan KSAD Ryamizard Ryacudu malah dinilai menurunkan elektabilitas Jokowi.
http://nasional.kompas.com/read/2014...n.Jokowi.Jika.
Ini Plus Minus 3 Capres, Jokowi, Prabowo, dan Ical
Minggu, 4 Mei 2014 13:13 WIB
Solopos.com, JAKARTA—Pilpres 2014 kian dekat. Sudah ada tiga capres yang siap bertarung yakni Jokowi Capres dari PDI, Prabowo Capres dari Gerindra dan Aburizal Bakrie alias Ical Capres dari Golkar.
Emrus Corner mengadakan riset kualitatif soal dinamika menjelang Pilpres 2014. Hasilnya dapat dilihat nilai plus dan minus 3 capres terkuat saat ini yakni Jokowi, Prabowo, dan Aburizal Bakrie. Riset ini juga memantau kelebihan serta kekurangan sejumlah kandidat cawapres di pasaran
Riset dilakukan terhadap 3 capres yakni Joko Widodo (PDIP), Prabowo Subianto (Gerindra), dan Aburizal Bakrie (Golkar), berdasarkan tren pemberitaan di 15 media massa nasional sejak Februari-pertengahan April 2014.
Tiga kandidat capres ini diamati lantaran masing-masing memiliki gaya kepemimpinan berbeda dan dianggap berpengaruh pada siapa cawapres yang akan mendampinginya. Ketiganya juga sampai ini belum punya kandidat cawapres definitif.
Hasil riset ini dipublikasikan Direktur Emrus Corner, Dr Emrus Sihombing, di Hotel Grand Alia Cikini Menteng Jakarta Pusat, Minggu (27/4/2014) dua pekan lalu sebagaimana dikutip Detik.
Kekuatan-Kelemahan Jokowi
Hasil riset ini menunjukkan Jokowi sebagai capres dengan frekuensi pemberitaan terbanyak di media massa dengan 47 persen. Prabowo Subianto ada di urutan kedua dengan 31 persen pemberitaan dan Aburizal Bakrie dengan 22 persen pemberitaan berada di urutan ketiga.
Kekuatan Jokowi adalah yang paling populer diantara capres lain. Selain itu dianggap relatif bersih dari kolusi, korupsi, dan nepotisme. Juga memiliki pengamalaman sebagai Gubernur DKI yang terhitung bekerja keras. Jokowi juga punya kelebihan pernah menata Solo, juga dianggap sebagai pemimpin yang administratif dan humanis, tak memiliki masalah masa lalu dan memiliki citra positif dari sisi komunikasi politik.
Kelemahan Jokowi antara lain dinilai belum punya visi misi sebagai capres, belum memiliki konsep pembangunan yang komprehensif, dan belum memiliki pengalaman memimpin partai politik.
Kekuatan-Kelemahan Prabowo
Sementara itu Prabowo Subianto dinilai sebagai pemimpin yang tegas dan berani. Prabowo juga dianggap bersih dari KKN, mantan petinggi militer dan memiliki komunikasi publik yang baik. Kelemahan Prabowo dianggap bertipikal keras dan kerap dikaitkan dengan polemik masa lalu.
Kekuatan-Kelemahan Ical
Sementara Aburizal Bakrie dinilai sebagai capres dengan pengalaman sebagai pengusaha dan birokrat. ARB dinilai punya visi ekonomi yang jelas, memiliki jaringan luas dan berpengalaman memimpin partai. Kelemahannya perolehan suara golkar yang kecil, dan sejumlah pemberitaan negatif soal lumpur Lapindo, dan bukan berasal dari Jawa.
Cawapres
Survei ini juga menganalisis frekuensi pemberitaan cawapres di media massa. Hasilnua Jusuf Kalla paling banyak diberitakan sebagai cawapres dengan 34 persen, disusul Priyo Budi Santoso (26 persen), Mahfud MD (18 persen), Akbar Tandjung (12 persen), Ryamizard Ryacudu (6 persen),dan Luhut B Panjaitan (4 persen).
Jusuf Kalla memiliki banyak pengalaman sebagai pengusaha, pernah menjadi wapres, dan jadi agen perdamaian di Aambon, Poso, dan Aceh. JK juga dinilai sebagai pemimpin yang tegas dan berani namun memiliki kelemahan yakni usainya sudah 70 tahun dan memiliki jaringan bisnis yang luas.
Sementara itu Priyo Budi Santoso dinilai memiliki pengalaman sebagai politisi dan aktivis, menjadi Ketua Presidium ICMI, pemimpin muda yang tegas dan memiliki komunikasi politik yang baik. Kelemahannya adalah masih dianggap tokoh muda di Golkar dan dianggap belum pantas maju.
Sementara itu Mahfud MD dinilai memiliki pengalaman luas di politik dan birokrat. Juga punya visi dalam penegakan hukum berintegritas dan bersih. Mahfud dipandang masih muda dan dikenal sebagai loyalis Gus Dur. Mahfud yang memiliki cara komunikasi politik yang baik ini memiliki kelemahan antara lain hanya menguasai bidang penegakan hukm, tidak memiliki visi pembangunan ekonomi, dan dukungan PKB belum jelas.
Akbar Tandjung dinilai memiliki kekuatan sarat pengalaman sebagai politisi dan birokrat, tokoh senior, mantan ketua DPR dan Ketum Golkar. Namun usia Akbar dinilai sudah tua. Sementara Ryamizard Ryacudu yang masuk kandidat cawapres Jokowi punya kelebihan pernah menjadi petinggi TNI, didukung PDIP, dekat dengan Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri, namun kelemahannya tidak ada partai lain yang mendukung dan belum ada pengalaman di politik dan pemerintahan.
Sementara Luhut B Panjaitan yang bersama Akbar Tandjung dan Jusuf Kalla diberi izin menjadi cawapres dari Golkar memiliki kelenbihan mantan militer, pernah di pemerintahan, memiliki jaringan bisnis dan paham soal ekonomi. Namun kelemahannya tidak memiliki dukungan politik riil di Golkar.
http://www.solopos.com/2014/05/04/pi...an-ical-505909
Sabtu, 29/03/2014 11:03 WIB
Serangan Prabowo ke Jokowi Terlalu Sadis
Jakarta - Serangan 'capres boneka' Prabowo pada Jokowi menuai kritik. Pernyataan ini dinilai berlebihan bahkan terlalu sadis.
"Tuduhan Prabowo ke Jokowi bahwa dia boneka itu sadis. Ya memang ada konflik dengan pencapresan tapi tetap harus santun," kata pengamat komunikasi politik dari Universitas Pelita Harapan, Tjipta Lesmana dalam diskusi 'Siapa Dalang dan Wayang Capres 2014' di Warung Daun, Jalan Cikini, Jakpus, Sabtu (29/3/2014).
Ia menilai seharusnya kesempatan kampanye adalah ajang pemaparan ide. Bukan menunjukkan kebencian dan sakit hati pada partai lain.
Ia menganjurkan sebaiknya Prabowo menghentikan serangannya pada PDIP dan Jokowi. Menurutnya hal ini akan mengurangi simpati masyarakat pada Gerindra.
"Saran saya untuk Pak Prabowo, stop complaining. Apa artinya kampanye dengan menanamkan sikap ke rakyat. Mestinya tidak bgitu. Harusnya menyampaikan visi misinya. Bukan hantam sana sini. Itu tidak efektif," sambungnya.
Hal senada juga dikatakan oleh pengamat psikologi politik Hamdi Muluk yang mengatakan dalam politik selalu ada usaha untuk medelegitimasi rivalnya. Ia menilai hal tersebut biasa saja selama dalam koridor yang jelas.
"Kalau ada kemarahan dalam politik itu wajar. Setiap aktor yang berpolitik itu rumusnya sederhana. Kalau bisa dia akan melakukan delegitmasi, bagaimana dia melegitimasikan posisinya dan medelegitimasi lawannya," ujar Hamdi Muluk.
http://news.detik.com/pemilu2014/rea...?992204topnews
-----------------------------
Padahal Prabowo belum 'blusukan' di luar Jakarta, terutama di Jawa Tengah dan Jawa Timur, sementara untuk Indonesia Timur, boleh dikatakan itu adalah daerah panenan suara untuk Prabowo (bercermin dari Pemilu Pileg 9 April lalu). Tapi bila JK jadi menjadi cawapres Jokowi, lumbung suara Prabowo di wilayah timur Indonesia itu, bisa terancam, apalagi kalau JK melakukan blusukan di wilayah habitat aslinya itu
0
2.9K
23


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan