- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Lima Ribu Hektare Sawah Hilang untuk Jalan Tol


TS
bagaswara
Lima Ribu Hektare Sawah Hilang untuk Jalan Tol

Quote:
Pembangunan jalan tol yang menghubungkan dua kota terbesar di Indonesia, Jakarta dan Surabaya, berdampak menyusutnya lahan pertanian.
Menteri Pertanian Suswono mengatakan proyek Jalan Tol Trans-Jawa membuat 5 ribu hektare lahan pertanian hilang. Lahan pertanian tersebut diubah menjadi jalan tol. “Itu baru lahan yang dilewati proyek tol. Pasti ada dampak lanjutannya,” katanya di Surakarta, Kamis, 24 April 2014.
Dia mengatakan setiap ruas jalan tol pasti memacu perekonomian daerah sekitarnya. Akibatnya, makin banyak lahan pertanian bersalin jirim menjadi permukiman ataupun kawasan industri.
Dia memberi contoh jalan tol di Bandung. Di sekitar pintu keluar jalan tol di Cileunyi, kata dia, banyak berdiri kompleks perumahan. Dia memperkirakan di setiap gerbang jalan berbayar yang menghubungkan Jakarta dengan Surabaya itu juga akan ramai oleh perumahan. “Di tiap pintu keluar tol, sawah akan habis,” ucapnya.
Dia mengatakan, setiap tahun, laju konversi lahan pertanian mencapai 100 ribu hektare. Adapun pemerintah hanya bisa mencetak 40 ribu hektare sawah per tahun. “Masih defisit 60 ribu hektare sawah,” katanya.
Terbatasnya lahan membuat produksi beras Indonesia hanya 40 juta ton per tahun dengan tingkat konsumsi 34,5 juta ton per tahun. Menurut Suswono, stok beras memang masih surplus, tapi pas-pasan, “Sehingga kadang Bulog masih impor beras untuk menjaga ketahanan stok.”
Suswono meminta masyarakat yang punya lahan di pekarangannya ikut membantu ketahanan pangan. Misalnya, dengan menanam cabai, terung, tomat, atau pare. “Bisa juga ternak ikan atau kelinci,” katanya.
Dia memperkirakan, dengan adanya pemanfaatan lahan pekarangan tersebut, pengeluaran tiap rumah tangga berkurang Rp 150-750 ribu per bulan.
Menteri Pertanian Suswono mengatakan proyek Jalan Tol Trans-Jawa membuat 5 ribu hektare lahan pertanian hilang. Lahan pertanian tersebut diubah menjadi jalan tol. “Itu baru lahan yang dilewati proyek tol. Pasti ada dampak lanjutannya,” katanya di Surakarta, Kamis, 24 April 2014.
Dia mengatakan setiap ruas jalan tol pasti memacu perekonomian daerah sekitarnya. Akibatnya, makin banyak lahan pertanian bersalin jirim menjadi permukiman ataupun kawasan industri.
Dia memberi contoh jalan tol di Bandung. Di sekitar pintu keluar jalan tol di Cileunyi, kata dia, banyak berdiri kompleks perumahan. Dia memperkirakan di setiap gerbang jalan berbayar yang menghubungkan Jakarta dengan Surabaya itu juga akan ramai oleh perumahan. “Di tiap pintu keluar tol, sawah akan habis,” ucapnya.
Dia mengatakan, setiap tahun, laju konversi lahan pertanian mencapai 100 ribu hektare. Adapun pemerintah hanya bisa mencetak 40 ribu hektare sawah per tahun. “Masih defisit 60 ribu hektare sawah,” katanya.
Terbatasnya lahan membuat produksi beras Indonesia hanya 40 juta ton per tahun dengan tingkat konsumsi 34,5 juta ton per tahun. Menurut Suswono, stok beras memang masih surplus, tapi pas-pasan, “Sehingga kadang Bulog masih impor beras untuk menjaga ketahanan stok.”
Suswono meminta masyarakat yang punya lahan di pekarangannya ikut membantu ketahanan pangan. Misalnya, dengan menanam cabai, terung, tomat, atau pare. “Bisa juga ternak ikan atau kelinci,” katanya.
Dia memperkirakan, dengan adanya pemanfaatan lahan pekarangan tersebut, pengeluaran tiap rumah tangga berkurang Rp 150-750 ribu per bulan.
sumber: TEMPO
padahal Indonesia kan negara yang agraris, kaya akan pertaniannya dulu kan, lama2 kita jadi negara industri, lantas kalau semua negara beralih ke industri siapa yang akan memasok bahan pangan?

Spoiler for terima kasih untuk tambahannya:
Quote:
Bertani di Atap Rumah Wujudkan Berdikari Pangan?

NEFOSNEWS, Jakarta – Pemerintah menyarankan masyarakat agar menjadikan atap rumah sebagai lahan pertanian. Mungkinkah saran ini bisa membantu kita berdikari di bidang pangan?
Selama ini, faktor lahan memang menjadi tantangan berat bagi produktivitas pertanian. Berdasarkan data Badan Pertanahan Nasional (BPN), Indonesia saat ini hanya memiliki 8,1 juta ha lahan pertanian. Angka ini bahkan lebih kecil dari luas lahan perkebunan sawit (9,8 juta ha). Rata-rata petani kita memiliki lahan 0,3 ha, jauh lebih kecil dari petani Thailand yang rata-rata punya 3 ha.
Semakin sempitnya lahan pertanian membuat produksi pangan kita terus turun. Untuk itu Suswono, Menteri Pertanian, memberi saran “nyeleneh”. Yakni atap rumah warga sebaiknya dijadikan lahan pertanian.
“Pekarangan rumah optimalkan penggunaannya. Nanti kita usulkan agar rumah-rumah tak harus pakai genteng, tapi pakai dak saja di atas untuk pertanian. Sumber utama kita kan cuma butuh matahari,” ucap Suswono di kantornya, pada Senin (30/12/2013).
Dalam penilaian Suswono, untuk menanam bahan pangan tidak membutuhkan lahan pertanian khusus. Menanam padi saja, saat ini tidak memerlukan sawah jika masyarakat mau melakukannya. “Penanaman itu cuma butuh matahari. Semuanya bisa ditanam di pot. Padi saja bisa di pot. Ini bisa dilakukan ke depan. Kita harus ada inovasi,” tegasnya.
Saran mentan ini, mungkin terinspirasi dari kisah sukses Peng Qiugen, petani asal Shaoxing, di Provinsi Zhejiang, China. Peng Qiugen telah mengubah atap rumahnya yang berlantai empat menjadi lahan pertanian yang subur.
Selain menanam padi, ia juga menanam semangka, sayuran dan tanaman lainnya di lahan seluas 120 meter persegi di atap rumahnya yang memiiikike tinggian lebih dari 12 meter. Hasilnya mengejutkan, “sawah di atap” hasil panennya, 30 persen lebih banyak ketimbang di sawah sesungguhnya. Dia bahkan pernah memanen 400 kg semangka pada 2012. Dan tahun ini, produksi sawah “unik”nya dilaporkan cukup untuk memberi makan keluarganya selama satu tahun.
Kesuksesan Qiugen mendapat perhatian dari pakar pertanian setempat. Mereka mengingatkan bagi yang ingin mengikuti jejak keberhasilan Qiugen, harus lebih dulu berkonsultasi dengan dinas pertanian.
Romahurmuzy, Ketua Komisi IV DPR, juga meragukan kesiapan masyarakat kita jika mengikuti saran Mentan. Bahkan ia menilai, saran ini hanya sia-sia. Sebab, tidak semua warga mengerti masalah pertanian. “Bagaimana nanti jika dilakukan di rumah warga yang bukan petani?” tanyanya.
Memaksimalkan atap agaknya baru akan berjalan efektif, jika dibarengi dengan gencarnya sosialisasi dan pembekalan pengetahuan tentang pertanian. Saran Mentan ini, rasanya memang bisa menjadi salah satu solusi bagi bangsa Indonesia dalam mewujudkan berdikari pangan. Meski tantangan sangat tidak mudah. (anila)
Caption foto: Bertani di atap rumah. (npr.org)



Quote:
Original Posted By pengin.tau►
kata siapa indonesia negara agraris?
.. bukannya negara maritim? 

dan apakah pembangunan jalan tol otomatis mengkonversi jadi engara industri ... produk pertanian pun butuh infrastruktur untuk menyalurkannya ..
setuju pertanian indonesia bermasalah .. tp bukan berati bikin jalan tol itu salah .. dan menurut gw ga ada salahnya convert ke negara industri, kalo emang mampu

kata siapa indonesia negara agraris?




dan apakah pembangunan jalan tol otomatis mengkonversi jadi engara industri ... produk pertanian pun butuh infrastruktur untuk menyalurkannya ..
setuju pertanian indonesia bermasalah .. tp bukan berati bikin jalan tol itu salah .. dan menurut gw ga ada salahnya convert ke negara industri, kalo emang mampu


Quote:
Original Posted By taekwondofans►menarik.. Menteri pertanian menyalahkan jalan tol sebagai penyusutan lahan pertanian...?
Jujur dalam hati ane, mau ketawa sekaligus miris melihat pejabat negara sekelas menteri tdk mengerti substansi dari pentingnya Jalan tol sebagai penyambung antara daerah satu dan daerah lainnya, jalan tol mutlak diperlukan guna mempermudah distribusi barang dan jasa, tidak hanya itu, dengan adanya jalan tol (yang dalam ini kaitannya kewenangan pemerintah pusat yg tercantum dalam MP3EI dan Renstra Nasional), pemerataan ekonomi akan lebih mudah dirasakan, oleh tiap daerah yang dilewati oleh jalan tol tersebut.
Kalau menteri pertanian mengeluhkan jalan tol sebagai penyebab menurunnya lahan pertanian, beliau sangat salah besar, penyumbang utama penurunan dari lahan pertanian adalah permukiman, yang kita tahu, dimana pengembang"di daerah dengan enaknya, dengan izin yang sangat mudah, menyulap ribuan hektar sawah menjadi daerah permukiman...
Dalam hal ini ada beberapa pihak yg salah :
1. berkaca pada perundang"an permukiman tentu saja Kemenpera yang dalam hal ini, mempermudah perizinan untuk mendirikan perumahan, tetapi mereka juga memiliki target sendiri untuk mencapai target backlog perumahan sebagaimana yang diamanatkan dalam MDGS
2. Pemerintah daerah setempat, yang menjual dirinya... Tata Ruag wilayah, pertanian, permukiman, Industri dan RTH sudah diatur dalam RTRW kota... dan disahkan oleh presiden, zonasi pertanian tidak boleh dipakai permukiman maupun Industri,... namun karena alasan PAD, pemda merubah RTRW nya, dan melegalkan lahan pertanian untuk jadi permukiman, contoh Cianjur.. sentra beras nasional yg dari tahun ketahun semakin merosot, karena sawahnya dibuat rumah.
3. BPN yang terlalu mudah untuk menerbitkan sertifikat tanah rumah tinggal. tanpa mengecek lagi lahan yang ditempati permukiman tersebut masuk kedalam zonasi apa...
4. Kebodohan koordinasi antar instansi pemerintah dalam hal ini, Kementerian Pertanian, Kemenpera, Pemprov, dan BPN, serta Kementerian Koordinator yang harusnya berunding bersama duduk dlm satu meja untuk memecahkan masalah Tataruang Pertanahan untuk Pertanian dan permukiman , bukan mementingkan ego sektoral dan instansi masing"....
5. Terkait artikel diatas secara gk langsung beliau dgn polosnya menyalahkan kantor ane Kementerian PU, PU dalam membuat jalan tol atau jalan nasional sesuai dengan Renstra Nasional yang tertuang dalam RPJMN, dan RPIJM, jadiii... kalau beliau menyalahkan jalan tol sebagai berkurangnya lahan pertanian, harusnya beliau belajar dan mengkaji lagi mengenai kebijakan Tata ruang wilayah Nasional...
Thanx..
Cape Nulisnya...
Jujur dalam hati ane, mau ketawa sekaligus miris melihat pejabat negara sekelas menteri tdk mengerti substansi dari pentingnya Jalan tol sebagai penyambung antara daerah satu dan daerah lainnya, jalan tol mutlak diperlukan guna mempermudah distribusi barang dan jasa, tidak hanya itu, dengan adanya jalan tol (yang dalam ini kaitannya kewenangan pemerintah pusat yg tercantum dalam MP3EI dan Renstra Nasional), pemerataan ekonomi akan lebih mudah dirasakan, oleh tiap daerah yang dilewati oleh jalan tol tersebut.
Kalau menteri pertanian mengeluhkan jalan tol sebagai penyebab menurunnya lahan pertanian, beliau sangat salah besar, penyumbang utama penurunan dari lahan pertanian adalah permukiman, yang kita tahu, dimana pengembang"di daerah dengan enaknya, dengan izin yang sangat mudah, menyulap ribuan hektar sawah menjadi daerah permukiman...
Dalam hal ini ada beberapa pihak yg salah :
1. berkaca pada perundang"an permukiman tentu saja Kemenpera yang dalam hal ini, mempermudah perizinan untuk mendirikan perumahan, tetapi mereka juga memiliki target sendiri untuk mencapai target backlog perumahan sebagaimana yang diamanatkan dalam MDGS
2. Pemerintah daerah setempat, yang menjual dirinya... Tata Ruag wilayah, pertanian, permukiman, Industri dan RTH sudah diatur dalam RTRW kota... dan disahkan oleh presiden, zonasi pertanian tidak boleh dipakai permukiman maupun Industri,... namun karena alasan PAD, pemda merubah RTRW nya, dan melegalkan lahan pertanian untuk jadi permukiman, contoh Cianjur.. sentra beras nasional yg dari tahun ketahun semakin merosot, karena sawahnya dibuat rumah.
3. BPN yang terlalu mudah untuk menerbitkan sertifikat tanah rumah tinggal. tanpa mengecek lagi lahan yang ditempati permukiman tersebut masuk kedalam zonasi apa...
4. Kebodohan koordinasi antar instansi pemerintah dalam hal ini, Kementerian Pertanian, Kemenpera, Pemprov, dan BPN, serta Kementerian Koordinator yang harusnya berunding bersama duduk dlm satu meja untuk memecahkan masalah Tataruang Pertanahan untuk Pertanian dan permukiman , bukan mementingkan ego sektoral dan instansi masing"....
5. Terkait artikel diatas secara gk langsung beliau dgn polosnya menyalahkan kantor ane Kementerian PU, PU dalam membuat jalan tol atau jalan nasional sesuai dengan Renstra Nasional yang tertuang dalam RPJMN, dan RPIJM, jadiii... kalau beliau menyalahkan jalan tol sebagai berkurangnya lahan pertanian, harusnya beliau belajar dan mengkaji lagi mengenai kebijakan Tata ruang wilayah Nasional...
Thanx..
Cape Nulisnya...

Diubah oleh bagaswara 03-05-2014 21:52
0
4.3K
Kutip
42
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan