Tanggal 20 Maret 1998 Prabowo dilantik menjadi Pangkostrad. Dua bulan dua hari kemudian, tanggal 22 Mei 1998 dia DIPECAT dari jabatan pangkostrad secara lisan oleh BJ Habibie, Presiden Republik Indonesia dan Panglima Tertinggi ABRI. Alasan pemecatannya adalah KUDETA. Prabowo mengabaikan Keputusan Mabes ABRI lalu menggerakkan pasukan di luar jalur komando dengan biaya sendiri.

Beberapa saat sebelum diumumkan susunan Kabinet Reformasi Pembangunan, Panglima ABRI Jenderal Wiranto melaporkan pada Habibie ada pergerakan yang mengkhawatirkan dari pasukan Kostrad yang dikomando oleh Prabowo Subianto masuk ke Jakarta, pesawat sudah masuk ke bandara.

Prabowo melakukan insubordinasi dan berupaya menggerakkan tentara ke Jakarta dan sekitar kediaman Habibie untuk kudeta. Karena insubordinasi tersebut ia diberhentikan dari posisinya sebagai Kostrad oleh Wiranto atas instruksi Habibie.

BJ Habibie memerintahkan semua pasukan kembali ke pangkalan dan memerintahkan Wiranto untuk mencopot Pangkostrad Prabowo. Kemudian Habibie kepada Wiranto meminta waktu untuk mengangkat Pangkostrad baru sebelum matahari terbenam. Kejadian 22 Mei 1998 meyakini adanya percobaan kudeta oleh Prabowo.

Surat pemecatan Prabowo bertanggal 25 Mei 1998. Percobaan kudeta oleh Prabowo tersebut gagal. Prabowo dipecat dari jabatan Pangkostrad.

Pada tanggal 24 Agustus 1998, atas rekomendasi Dewan Kehormatan Perwira (DKP), Prabowo pun DIPECAT dari TNI, sehubungan dengan tuduhan MAKAR dan Penculikan aktivis.

Pada bulan April 1999, Pengadilan Mahmilti II menyeret 11 anggota Tim Mawar dan memvonis mereka bersalah atas kasus penculikan aktivis. Sebagian dipenjara dan dipecat dari kesatuan TNI.

“Menjatuhkan hukuman terhadap Danjen Kopassus Letjen TNI (Purn) Prabowo Subianto berupa pengakhiran masa dinas TNI.”(Pemberhentian secara tidak hormat)

Tim Mawar sebuah tim kecil dari kesatuan Komando Pasukan Khusus Grup IV, Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat. Tim yang diketuai oleh Prabowo Subianto ini adalah dalang dalam operasi penculikan para aktivis politik pro-demokrasi.

Selama periode 1997/1998, tercatat 23 orang telah dihilangkan oleh alat-alat negara. Dari angka itu, 1 orang ditemukan meninggal (Leonardus Gilang), 9 orang dilepaskan penculiknya, dan 13 lainnya masih hilang hingga hari ini.

Sembilan aktivis yang dilepaskan adalah Desmond Junaidi Mahesa, Haryanto Taslam, Pius Lustrilanang, Faisol Reza, Rahardjo Walujo Djati, Nezar Patria, Aan Rusdianto, Mugianto dan Andi Arief.

Ke-13 aktivis yang masih hilang dan belum kembali adalah Petrus Bima Anugrah, Herman Hendrawan, Suyat, Wiji Thukul, Yani Afri, Sonny, Dedi Hamdun, Noval Al Katiri, Ismail, Ucok Siahaan, Hendra Hambali, Yadin Muhidin, dan Abdun Nasser. Mereka berasal dari berbagai organisasi, seperti Partai Rakyat Demokratik, PDI Pro Mega, Mega Bintang, dan mahasiswa.



Untuk menghindari pengusutan hukum terkait kerusuhan Mei dan penculikan para aktivis, Prabowo melarikan diri ke Yordania untuk menghindari proses hukum. Dengan harapan dapat menghindari jangkauan hukum, Prabowo Subianto mendapat suaka dan status kewarganegaraan dari Raja Yordania.

“Sebuah dekrit raja (Hussein) dikeluarkan untuk menganugerahkan status kewarganegaraan Yordania kepada seorang warga negara Indonesia, Prabowo Subianto Kusumo”

Kemudian Prabowo kembali ke Indonesia untuk menjadi presiden Republik Indonesia. Apa kata dunia?


SUMBER