- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Mendalami Sejarah Papua


TS
semangatgaruda
Mendalami Sejarah Papua
Separatisme atau disintegrasi nasional merupakan problematika yang telah ada sejak lama dan menjadi perbincangan yang ramai dibicarakan di beberapa negara. Pemahaman yang sempit tentang sejarah bangsa merupakan salah satu akar penyebab munculnya aksi dan tindakan separatisme. Kurang lebih 50 tahun silam, Papua Barat secara resmi bergabung ke dalam NKRI setelah lama berada di bawah kekuasaan kolonial Belanda. Sayangnya masih ada banyak orang Papua yang memermasalahkan integrasi Papua ke dalam NKRI dan menuntut pemisahan Papua dari NKRI. Belum lagi ditambah dengan provokasi-provokasi OPM yang terkadang memutarbalikkan fakta. Integrasi
Papua ke wilayah Indonesia adalah sah karena telah disetujui oleh rakyat Papua sendiri dan juga oleh PBB.
Papua dalam Kongres Pemuda Kongres Pemuda II diadakan pada tanggal 28 Oktober 1928, yang pertama diadakan pada tahun 1926. Kongres Pemuda adalah kongres yang diadakan para pemuda dan dihadiri oleh para pemuda dari berbagai penjuru Hindia Belanda. Kongres tersebut bertujuan agar seluruh pemuda Indonesia bersatu padu mewujudkan Indonesia merdeka, maka dihasilkanlah Sumpah Pemuda.
Banyak orang, terutama dari masyarakat asli Papua sendiri, tidak mengetahui bahwa ada beberapa pemuda Papua ikut hadir dan menjadi saksi peristiwa bersejarah tersebut. Hal ini disebabkan oleh kurangnya penelusuran sejarah yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia. Akibatnya banyak orang Indonesia tidak dapat mengetahui secara rinci siapa saja yang hadir dalam kongres yang melahirkan Sumpah Pemuda tersebut. Maka dari itu, hal ini dipakai OPM untuk menyebarkan kebohongan bahwa tidak ada wakil dari Papua dalam peristiwa Sumpah Pemuda.
Setelah sekian lama berjuang, Indonesia berhasil membebaskan Papua Barat dari tangan kolonial Belanda. AS sebagai negara pendonor bantuan ekonomi negara-negara Eropa setelah Perang Dunia II termasuk Belanda kini berbalik mendorong Belanda untuk segera melepaskan Papua Barat. Untuk dapat disetujui PBB, harus diadakan PEPERA (penentuan pendapat rakyat) untuk mengetahui keinginan masyarakat di sana apakah ingin bergabung dengan Indonesia atau berdiri sendiri. OPM juga menuduh penyelenggaraan PEPERA tidak demokratis dan tidak sah. Berikut adalah yang sebenarnya terjadi : Pada tahun 1969, diadakanlah PEPERA yang dilakukan oleh Pantia 9 yang telah dilantik oleh DPRD setempat. Panitia ini segera menghubungi para tokoh masyarakat Papua untuk segera bergabung dalam DMP (Dewan Musyawarah PEPERA). PEPERA diikuti oleh 1.026 anggota DMP yang menjadi wakil dari rakyat Papua Barat dari 8 kabupaten.
PEPERA dimulai dari Merauke, ujung timur Indonesia, tanggal 14 Juli 1969 hingga terakhir diadakan di Jayapura pada tanggal 4 Agustus 1969. Sebagian besar wakil yang hadir memilih bersatu dengan NKRI. Pelaksanaan PEPERA turut disaksikan utusan dari PBB, utusan dari Australia, serta utusan dari Belanda. Pemerintah Indonesia dengan PBB telah sepakat untuk menggunakan sistem perwakilan bukan sistem one man one vote saat PEPERA mengingat adanya kendala secara geografis dan demografis. Sistem perwakilan itu sendiri juga merupakan wujud dari demokrasi. Dalam budaya Papua sendiri, apabila tokoh adat setempat memilih pilihannya maka pilihan ketua adat akan diikuti oleh masyarakatnya.
Hasil PEPERA kemudian diserahkan kepada Dr. Fernando Ortiz Sanz (wakil PBB untuk mengawasi PEPERA) untuk dilaporkan pada saat Sidang PBB ke-24 pada tanggal 19 November 1969. Sebanyak 84 negara anggota PBB menyetujui penggabungan Papua Barat ke wilayah Indonesia, hanya 30 negara yang abstain dan tidak ada satu negara pun yang tidak setuju. Pihak Belanda sendiri menunjukkan sikap menghormati keputusan rakyat Papua Barat. Sudah bukan waktunya lagi untuk memermasalahkan integrasi Papua ke Indonesia. Sudah seharusnya orang-orang Papua yang tergabung dalam OPM menurunkan senjata dan kembali bersama-sama mengerahkan segala potensi untuk membangun Tanah Papua menuju masa depan yang lebih cerah. Integrasi Papua sudah final biarlah sebutan “Tanah Surga” tetap terus melekat dengan Tanah Papua di mana setiap orang dari berbagai suku bangsa dan agama hidup dalam damai dan hidup berdampingan bukan saling menumpahkan darah untuk hal yang tidak ada gunanya yang bahkan justru menjadi hiburan bagi bangsa lainnya.
Marilah kita minimalisir gerakan separatisme di Indonesia. Tingkatkan kesejahteraan rakyat secara adil karena hal tersebut merupakan kunci pokok dalam membungkam gerakan separatis. Reorientasi pembangunan kebangsaan dan nasionalisme Indonesia merupakan hal penting dalam penjagaan keutuhan nasional sebagai upaya meredupkan separatisme.

Papua ke wilayah Indonesia adalah sah karena telah disetujui oleh rakyat Papua sendiri dan juga oleh PBB.
Papua dalam Kongres Pemuda Kongres Pemuda II diadakan pada tanggal 28 Oktober 1928, yang pertama diadakan pada tahun 1926. Kongres Pemuda adalah kongres yang diadakan para pemuda dan dihadiri oleh para pemuda dari berbagai penjuru Hindia Belanda. Kongres tersebut bertujuan agar seluruh pemuda Indonesia bersatu padu mewujudkan Indonesia merdeka, maka dihasilkanlah Sumpah Pemuda.
Banyak orang, terutama dari masyarakat asli Papua sendiri, tidak mengetahui bahwa ada beberapa pemuda Papua ikut hadir dan menjadi saksi peristiwa bersejarah tersebut. Hal ini disebabkan oleh kurangnya penelusuran sejarah yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia. Akibatnya banyak orang Indonesia tidak dapat mengetahui secara rinci siapa saja yang hadir dalam kongres yang melahirkan Sumpah Pemuda tersebut. Maka dari itu, hal ini dipakai OPM untuk menyebarkan kebohongan bahwa tidak ada wakil dari Papua dalam peristiwa Sumpah Pemuda.
Setelah sekian lama berjuang, Indonesia berhasil membebaskan Papua Barat dari tangan kolonial Belanda. AS sebagai negara pendonor bantuan ekonomi negara-negara Eropa setelah Perang Dunia II termasuk Belanda kini berbalik mendorong Belanda untuk segera melepaskan Papua Barat. Untuk dapat disetujui PBB, harus diadakan PEPERA (penentuan pendapat rakyat) untuk mengetahui keinginan masyarakat di sana apakah ingin bergabung dengan Indonesia atau berdiri sendiri. OPM juga menuduh penyelenggaraan PEPERA tidak demokratis dan tidak sah. Berikut adalah yang sebenarnya terjadi : Pada tahun 1969, diadakanlah PEPERA yang dilakukan oleh Pantia 9 yang telah dilantik oleh DPRD setempat. Panitia ini segera menghubungi para tokoh masyarakat Papua untuk segera bergabung dalam DMP (Dewan Musyawarah PEPERA). PEPERA diikuti oleh 1.026 anggota DMP yang menjadi wakil dari rakyat Papua Barat dari 8 kabupaten.
PEPERA dimulai dari Merauke, ujung timur Indonesia, tanggal 14 Juli 1969 hingga terakhir diadakan di Jayapura pada tanggal 4 Agustus 1969. Sebagian besar wakil yang hadir memilih bersatu dengan NKRI. Pelaksanaan PEPERA turut disaksikan utusan dari PBB, utusan dari Australia, serta utusan dari Belanda. Pemerintah Indonesia dengan PBB telah sepakat untuk menggunakan sistem perwakilan bukan sistem one man one vote saat PEPERA mengingat adanya kendala secara geografis dan demografis. Sistem perwakilan itu sendiri juga merupakan wujud dari demokrasi. Dalam budaya Papua sendiri, apabila tokoh adat setempat memilih pilihannya maka pilihan ketua adat akan diikuti oleh masyarakatnya.
Hasil PEPERA kemudian diserahkan kepada Dr. Fernando Ortiz Sanz (wakil PBB untuk mengawasi PEPERA) untuk dilaporkan pada saat Sidang PBB ke-24 pada tanggal 19 November 1969. Sebanyak 84 negara anggota PBB menyetujui penggabungan Papua Barat ke wilayah Indonesia, hanya 30 negara yang abstain dan tidak ada satu negara pun yang tidak setuju. Pihak Belanda sendiri menunjukkan sikap menghormati keputusan rakyat Papua Barat. Sudah bukan waktunya lagi untuk memermasalahkan integrasi Papua ke Indonesia. Sudah seharusnya orang-orang Papua yang tergabung dalam OPM menurunkan senjata dan kembali bersama-sama mengerahkan segala potensi untuk membangun Tanah Papua menuju masa depan yang lebih cerah. Integrasi Papua sudah final biarlah sebutan “Tanah Surga” tetap terus melekat dengan Tanah Papua di mana setiap orang dari berbagai suku bangsa dan agama hidup dalam damai dan hidup berdampingan bukan saling menumpahkan darah untuk hal yang tidak ada gunanya yang bahkan justru menjadi hiburan bagi bangsa lainnya.
Marilah kita minimalisir gerakan separatisme di Indonesia. Tingkatkan kesejahteraan rakyat secara adil karena hal tersebut merupakan kunci pokok dalam membungkam gerakan separatis. Reorientasi pembangunan kebangsaan dan nasionalisme Indonesia merupakan hal penting dalam penjagaan keutuhan nasional sebagai upaya meredupkan separatisme.

0
1.1K
2


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan