TEMPO.CO, Jakarta -
Ibu kota Republik Indonesia, Jakarta, menempati urutan pertama sebagai kota dengan pertumbuhan terpesat di dunia dalam indeks Emerging Cities Outlook versi A.T. Kearney, sebuah firma konsultan bisnis asal Chicago, Amerika Serikat.(Baca: Jokowi Bikin 'Jakarta Smart City' Bareng ITB)
Di dalam hasil penelitian yang dirilis pada 15 April 2014 itu, Jakarta mengalahkan sejumlah kota besar di antara negara-negara dengan pendapatan rendah lainnya, seperti ibu kota Filipina, Manila yang berada di urutan ke-2; Adis Ababa, Ehtiopia di urutan ke-3; Sau Paulo, Brazil di urutan ke-4; New Delhi, India di urutan ke-5; Rio de Janeiro, Brazil di urutan ke-6; Bogota, Kolombia di urutan ke-7; Mumbai, India di urutan ke-8; Nairobi, Kenya di urutan ke-9; dan Kuala Lumpur, Malaysia di urutan ke-10.
Jika dibandingkan dengan seluruh kota besar dari semua negara di dunia, Jakarta masih berada di peringkat 51, dengan skor 17,2. Jauh di bawah New York, sebagai kota yang menempati urutan pertama indeks kota global dengan skor 61,7. (Baca: Tata Kota Jakarta Kalahkan Manila dan Addis Adaba)
Meski begitu, posisi Jakarta ini jauh lebih baik. Alasannya,
selama 6 tahun, sejak 2008, Jakarta berhasil naik 6 peringkat. Adapun peringkat ibu kota Thailand, Bangkok melorot dari posisi 15 ke tingkat 42, akibat ketidakstabilan politik di negara itu. (Baca: Jakarta Raih Peringkat Pertama Kota di Negara Berkembang)
Dari siaran pers yang dikutip situs prnewswire.com, Ahad 27 April 2014, salah satu peneliti A.T. Kearney, Andres Mendoza Pena mengatakan, Jakarta menempati urutan pertama karena
menunjukkan peningkatan kualitas terutama dalam hal keamanan, perlindungan lingkungan, dan tingkat pendapatan perkapita.
"Jakarta punya potensi untuk menjadi kota kelas dunia dan menjadi pusat bisnis masa depan dalam waktu satu hingga dua dekade mendatang," kata Pena. Jakarta, kata dia, memiliki banyak keungulan seperti jumlah tenaga kerja muda yang melimpah, serta dianggap punya daya tarik tinggi oleh banyak perusahaan dunia untuk berinvestasi.
Sementara itu, Kepala A.T. Kearney Asia-Pasifik, John Kurtz kepada Bloomberg mengatakan Jakarta punya keuntungan demografis yang signifikan dibandingkan kota lainnya. "Secara umum, Indonesia memang telah diperhitungkan dan punya posisi yang baik di mata pemerintah negara lain ataupun perusahaan-perusahaan dunia." Faktor yang membuat pamor Jakarta dan Indonesia naik, dia menjelaskan, ialah pengaruh Indonesia yang besar dalam percaturan politik dunia dan bisnis internasional.
Kurtz mengatakan, skema
Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) yang akan berlaku pada 2015, membuat potensi Indonesia, terutama Jakarta untuk berkembang semakin tinggi. Soalnya, Masyarakat Ekonomi Asean akan membuat perpidahan barang, jasa, modal, investasi, serta tenaga kerja semakin mudah, seperti yang sdauh berlaku di kawasan Uni Eropa. "Jakarta dan Manila akan mendapat keuntungan besar dari skema MEA," ujarnya.
Adapun, terkait tantangan yang harus dihadapi Jakarta dan Indonesia, menurut Kurtz ialah soal pemberantasan korupsi dalam jangka panjang. "Gubernur Joko Widodo harus punya rencana jangka panjang yang koheren terkait korupsi." Saat ini, Indonesia masih menduduki peringka ke 114 dalam daftar 177 negara paling bersih di dunia versi Transparency International.
TEMPO
Ternyata pertumbuhan Kota Jakarta sudah dimulai dari tahun 2008. Berarti dari zaman Foke, Jakarta juga sudah mulai menunjukkan peningkatan kualitas keamanan, lingkungan dan pendapatan perkapita.
Jadi, siapa yang lebih berperan atas prestasi yang diterima DKI Jakarta, Fauzi Bowo atau Joko Widodo?