- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Bakul Celengan Lemah Warisan Tempoe Doeloe yang Tak Lekang


TS
siagaindonesia
Bakul Celengan Lemah Warisan Tempoe Doeloe yang Tak Lekang
cekidot

SICOM-Meski uang yang dihasilkan dari penjualanya tak seberapa besar, namun jasanya dalam menghargai warisan serta peran sertanya terus melestarikan warisan kerajinan masa lalu, membuat jasa para pedagang ini tak lagi bisa di hargai dengan besarnya untung yang dia dapatkan. Meski tak jarang setiap kali mengangkut barang dagangan, para pedagang ini sudah rugi terlebih dahulu karena pecah atau retak, itupun masih ditambah lagi dengan sepinya para pembeli pada saat mereka mulai berjualan.
“ Rugi niku sampun biasa, mangke yen mboten rugi ndak mboten maju. ( rugi itu sudah biasa, nanti kalau tidak rugi tidak akan maju ) ‘ kata Yatin ( 60th) pedagang celengan lemah yang terbuat dari tanah liat .
Setiap ada perayaan pasar malam atau sekaten, Yatin ( 60th) bersama dengan suaminya Ramadi ( 65th) rutin menggelar dagangan berupa mainan yang terbuat dari lemah ( tanah liat ). Mainan yang menyerupai perangkat pralenan untuk makan dan minum serta alat memasak ini memiliki ciri khas khusus kerajinan tradisional, mereka ada setiap kali perayaan sekaten berlangsung di alun alun utara Karaton Surakarta Hadiningrat.
Menurut Ramadi, seperangkat pralenan mainan lemah lemahan yang terdiri dari satu set gelas, baki dan tutup gelas, teko serta sendok teh ini dibuat para pengrajin mainan tradisional yang berasal dari desa Mayong, Jepara. Di desa ini hampir seluruh penduduknya menggantungkan hidup dengan cara berjualan mainan yang telah mereka buat secara turun temurun semenjak ratusan tahun yang silam, bahkan semasa masih berdirinya kejayaan kerajaan di masa lalu.
Selain perangkat alat alat dapur, terdapat juga celengan atau tempat menyimpan uang pada jaman kuno. Celengan yang juga terbuat dari tanah liat ini biasa di sebut dengan nama celengan lemah dan memiliki banyak bentuk yang bermacam macam. Selain berbentuk hewan sapi dan harimau, celengan lemah di buat juga menyerupai bentuk binatang gajah, kendi air, dan masih banyak tiruan lain yang kesemuanya menyerupai benda di masa lalu.
Namun seiring dengan perkembangan jaman saat ini, celengan dan mainan lemah sudah di bentuk hingga menyerupai mainan masa kini atupun menyerupai buah buah di jaman modern. Diantaranya seperti angri bird, buah melon, semangka dan masih banyak tiruan modern lainnya. Tetapi yang paling pasti bahan baku pembuatannya masih mengunakan dasar dari tanah liat yang dibakar kemudian di cat hingga menyerupai bentuk aslinya.jelas pasangan suami istri yang telah dikaruniai 5 orang putra ini.
Setiap kali pasar malam sekaten yang digelar Karaton Surakarta di adakan, setiap kali pula para pedagang celengan mengisi tempat tempat yang telah disediakan bagi para pedagang celengan dan mainan lemah di alun alun utara Karaton Solo. Para pedagang ini memiliki tempat tersendiri di hati masyarakat, sekaligus juga menjadi salah satu ikon tradisional setiap kali maleman Sekaten berlangsung.
Para pedagang celengan lemah pada jaman dahulu di kenal paling banyak pada saat Sekaten, mereka sudah ada sejak pada masa pemerintahan Paku Buwono di Kasunanan Surakarta. Berawal dari adanya pekan tradisi Sekaten yang berlangsung tiap bulan Mulud dalam penanggalan Jawa, atau yang lebih di kenal dengan nama grebeg mulud pada masa kasultanan Pajang hingga Mataram Islam di Surakarta dalam rangka untuk melakukan penyebaran siar Islam pada waktu itu.
Para pedangan mainan tradisional yang terbuat dari lemah inipun ikut mengisi keramaian sekaten pada masa itu. Para pedagang yang sebelumnya hanya menjual kendi air minum dan beberapa peralatan dapur yang terbuat dari tanah liat, lambat laun membuat ide kreativitas mereka muncul dan membuat mainan yang menyerupai bentuk asli peralatan dapur namun dalam bentuk yang lebih kecil.
Minimnya mainan tradisional pada waktu itu membuat celengan lemah dan mainan lemah lemahan sangat dimintai anak anak, meski mainan ini tidak awet karena mudah pecah, tetapi minat besar para pembeli pada masa itu menjadikan para pedagang celengan lemah memiliki masa masa kejayaan. Bahkan sampai sekarang para pedagang celengan lemah masih menjadi tujuan utama para ibu- ibu yang mengunjungi maleman sekaten. Tak jarang mereka juga membeli mainan tradisional itu untuk anak-anaknya.
Tak hanya menggelar dagangan celengan lemah dan mainan lemah lemahan pada saat malemam sekaten saja, para pedagang celengan yang berasal dari desa Mayong Jepara ini berpindah pindah tempat dari satu tempat maleman ke tempat maleman tradisional lainya yang ada di desa desa. Tak jarang berbulan bulan mereka tidak pulang ke rumah, bahkan bertemu dengan anaknya pun jarang sekali.
“Anak anak di rumah sama simbah “ jelas Yatin.
Tak jarang kerinduan hatinya kepada anak anak seringkali menghinggapi pasangan Ramadi dan Yatin, tetapi perjalanan hidup sebagai pedagang keliling celengan lemah yang telah dijalani sejak keduanya masih kecil membuat Yatin mampu menahan rasa rindu. Meski terkadang mereka ( anak –anak ) juga di ajak berdagang keliling dari satu tempat ke tempat lainnya untuk menghilangkan rasa rindu.
Usaha yang di gelutinya secara turun temurun ini demi menghidupi kelima orang anaknya yang masih membutuhkan biaya sekolah, meski tak jarang dalam berjualan Ramadi dan Yatin mengalami kerugian. Selain tak dapat untung karena minimnya para pembeli, kerugianya masih harus ditambah lagi dengan mengeluarkan uang untuk membayar sewa stand ( tempat) maleman. Belum lagi resiko pecah pada saat barang dagangannya di angkut dengan menggunakan truck.
Meskipun angkutan truck yang digunakan Ramadi sudah biasa mengangkut mainan dan celengan lemah, tetapi tetap juga masih ada beberapa diantaranya yang pecah pada saat diangkut dalam perjalanan. Truck yang biasa di gunakan Ramadi pun merupakan angkutan khusus yang biasa di pergunakan para pedagang celengan lemah yang berasal dari Desa Mayong. Secara bergantian satu persatu truck angkutan ini mengirim celengan lemah milik para pedagang yang kesemuanaya berasal dari Jepara.
‘ Para padagang takut apabila ganti angkutan yang jarang memuat celengan lemah serta barang mainan lainnya yang mudah pacah. Kerugianya akan bertambah besar dengan semakin banyaknya dangangan yang pecah di karenakan tak biasanya sang sopir mengangkut celengan lemah. Untuk itulah para pedagang rela ngantri satu persatu sopir angkutan yang biasa mengangkut celengan lemah.’ Jelas Ramadi
“ Para pedagang kini tak lagi sebatas menjual celengan lemah, beberapa mainan tiruan lainya yang lebih awet kini juga di gelar. Namun mainan baru ini tetap memiliki ciri khas tradisional.” Tambahnya
Lebih lanjut Ramadi mengatakan, beberapa mainan lainnya yang kini ikut mengisi daganganya adalah seperangkat tiruan alat dapur yang terbuat dari seng besi. Berbagai macam jenis tiruan seperti dandang, kompor, wajan, erok dan masih banyak perlengkapan lainnya yang terkumpul dalam satu set, yang di buat secara tradisional. dan di jual dengan harga Rp.25.000 per set.
Berbeda dengan celengan atau mainan lemah lemahan para pengrajin dari Desa Mayong Jepara, seperangkat mainan lemah lemahan pralenan yang terdiri atas teko, gelas, baki, tutup gelas dan kelengkapan lainnya di jual per biji dengan harga Rp.1000 atau Rp.10.000 per set. Mainan lemah lemahan lebih murah di bandingkan dengan kerajinan tiruan yang di buat para pengrajin tiruan perangkat alat dapur yang berasal dari Surabaya.
Selain itu, Ramadi juga menambahkan lagi beberapa macam barang dagangan jenis guci gerabah yang dihasilkan dari para perajin tradisional yang berasal dari Jogjakarta , juga beberapa jenis bus dan truck tiruan yang berasal dari Semarang. Kesemuanya ini dilakukan untuk mengikuti perkembangan jaman, namun yang paling pasti apa yang di jualnya merupakan produksi kerajinan tradisional masyarakat kita, Jelasnya
“ Meski kini tiap maleman di penuhi dengan mainan import dari luar negeri, tetapi mainan ini masih memiliki tempat tersendiri di hati masyarakat kita” lanjut Ramadi.
Untuk itulah sampai sekarang Ramadi masih terus menjual mainan tradisional yang telah diwariskan sejak dulu dari nenek moyangnya, meski hasil uang yang di dapat tak seberapa namun nilai keluhuran melestarikan peninggalan tradisi masa lalu membuat dirinya patut diacungi jempol. Tak sedikit para pedagang tradisional celengan lemah gulung tikar karena sulitnya bersaing dengan para pedagang mainan import, yang juga banyak sekali di jual di pasar malam tradisional. Untuk itulah para pedagang celengan lemah seringkali meminta kepada para pengatur stand agar di berikan tempat khusus satu lahan di pasar malam tradisional bagi para pedagang celengan atau mainan lemah.
Para panitia pelaksana pasar malam tradisional seringkali memberikan lahan atau stand khusus dengan sewa harga sangat murah, agar para pedangan tradisional ini mampu terus mengisi tiap kali ada event pagelaran maleman. Karena para pedagang tradisional menjadi salah satu ciri khas pasar tradisional yang sudah ada sejak jaman dulu. Jud
sumber
Spoiler for cekidot:

SICOM-Meski uang yang dihasilkan dari penjualanya tak seberapa besar, namun jasanya dalam menghargai warisan serta peran sertanya terus melestarikan warisan kerajinan masa lalu, membuat jasa para pedagang ini tak lagi bisa di hargai dengan besarnya untung yang dia dapatkan. Meski tak jarang setiap kali mengangkut barang dagangan, para pedagang ini sudah rugi terlebih dahulu karena pecah atau retak, itupun masih ditambah lagi dengan sepinya para pembeli pada saat mereka mulai berjualan.
“ Rugi niku sampun biasa, mangke yen mboten rugi ndak mboten maju. ( rugi itu sudah biasa, nanti kalau tidak rugi tidak akan maju ) ‘ kata Yatin ( 60th) pedagang celengan lemah yang terbuat dari tanah liat .
Setiap ada perayaan pasar malam atau sekaten, Yatin ( 60th) bersama dengan suaminya Ramadi ( 65th) rutin menggelar dagangan berupa mainan yang terbuat dari lemah ( tanah liat ). Mainan yang menyerupai perangkat pralenan untuk makan dan minum serta alat memasak ini memiliki ciri khas khusus kerajinan tradisional, mereka ada setiap kali perayaan sekaten berlangsung di alun alun utara Karaton Surakarta Hadiningrat.
Menurut Ramadi, seperangkat pralenan mainan lemah lemahan yang terdiri dari satu set gelas, baki dan tutup gelas, teko serta sendok teh ini dibuat para pengrajin mainan tradisional yang berasal dari desa Mayong, Jepara. Di desa ini hampir seluruh penduduknya menggantungkan hidup dengan cara berjualan mainan yang telah mereka buat secara turun temurun semenjak ratusan tahun yang silam, bahkan semasa masih berdirinya kejayaan kerajaan di masa lalu.
Selain perangkat alat alat dapur, terdapat juga celengan atau tempat menyimpan uang pada jaman kuno. Celengan yang juga terbuat dari tanah liat ini biasa di sebut dengan nama celengan lemah dan memiliki banyak bentuk yang bermacam macam. Selain berbentuk hewan sapi dan harimau, celengan lemah di buat juga menyerupai bentuk binatang gajah, kendi air, dan masih banyak tiruan lain yang kesemuanya menyerupai benda di masa lalu.
Namun seiring dengan perkembangan jaman saat ini, celengan dan mainan lemah sudah di bentuk hingga menyerupai mainan masa kini atupun menyerupai buah buah di jaman modern. Diantaranya seperti angri bird, buah melon, semangka dan masih banyak tiruan modern lainnya. Tetapi yang paling pasti bahan baku pembuatannya masih mengunakan dasar dari tanah liat yang dibakar kemudian di cat hingga menyerupai bentuk aslinya.jelas pasangan suami istri yang telah dikaruniai 5 orang putra ini.
Setiap kali pasar malam sekaten yang digelar Karaton Surakarta di adakan, setiap kali pula para pedagang celengan mengisi tempat tempat yang telah disediakan bagi para pedagang celengan dan mainan lemah di alun alun utara Karaton Solo. Para pedagang ini memiliki tempat tersendiri di hati masyarakat, sekaligus juga menjadi salah satu ikon tradisional setiap kali maleman Sekaten berlangsung.
Para pedagang celengan lemah pada jaman dahulu di kenal paling banyak pada saat Sekaten, mereka sudah ada sejak pada masa pemerintahan Paku Buwono di Kasunanan Surakarta. Berawal dari adanya pekan tradisi Sekaten yang berlangsung tiap bulan Mulud dalam penanggalan Jawa, atau yang lebih di kenal dengan nama grebeg mulud pada masa kasultanan Pajang hingga Mataram Islam di Surakarta dalam rangka untuk melakukan penyebaran siar Islam pada waktu itu.
Para pedangan mainan tradisional yang terbuat dari lemah inipun ikut mengisi keramaian sekaten pada masa itu. Para pedagang yang sebelumnya hanya menjual kendi air minum dan beberapa peralatan dapur yang terbuat dari tanah liat, lambat laun membuat ide kreativitas mereka muncul dan membuat mainan yang menyerupai bentuk asli peralatan dapur namun dalam bentuk yang lebih kecil.
Minimnya mainan tradisional pada waktu itu membuat celengan lemah dan mainan lemah lemahan sangat dimintai anak anak, meski mainan ini tidak awet karena mudah pecah, tetapi minat besar para pembeli pada masa itu menjadikan para pedagang celengan lemah memiliki masa masa kejayaan. Bahkan sampai sekarang para pedagang celengan lemah masih menjadi tujuan utama para ibu- ibu yang mengunjungi maleman sekaten. Tak jarang mereka juga membeli mainan tradisional itu untuk anak-anaknya.
Tak hanya menggelar dagangan celengan lemah dan mainan lemah lemahan pada saat malemam sekaten saja, para pedagang celengan yang berasal dari desa Mayong Jepara ini berpindah pindah tempat dari satu tempat maleman ke tempat maleman tradisional lainya yang ada di desa desa. Tak jarang berbulan bulan mereka tidak pulang ke rumah, bahkan bertemu dengan anaknya pun jarang sekali.
“Anak anak di rumah sama simbah “ jelas Yatin.
Tak jarang kerinduan hatinya kepada anak anak seringkali menghinggapi pasangan Ramadi dan Yatin, tetapi perjalanan hidup sebagai pedagang keliling celengan lemah yang telah dijalani sejak keduanya masih kecil membuat Yatin mampu menahan rasa rindu. Meski terkadang mereka ( anak –anak ) juga di ajak berdagang keliling dari satu tempat ke tempat lainnya untuk menghilangkan rasa rindu.
Usaha yang di gelutinya secara turun temurun ini demi menghidupi kelima orang anaknya yang masih membutuhkan biaya sekolah, meski tak jarang dalam berjualan Ramadi dan Yatin mengalami kerugian. Selain tak dapat untung karena minimnya para pembeli, kerugianya masih harus ditambah lagi dengan mengeluarkan uang untuk membayar sewa stand ( tempat) maleman. Belum lagi resiko pecah pada saat barang dagangannya di angkut dengan menggunakan truck.
Meskipun angkutan truck yang digunakan Ramadi sudah biasa mengangkut mainan dan celengan lemah, tetapi tetap juga masih ada beberapa diantaranya yang pecah pada saat diangkut dalam perjalanan. Truck yang biasa di gunakan Ramadi pun merupakan angkutan khusus yang biasa di pergunakan para pedagang celengan lemah yang berasal dari Desa Mayong. Secara bergantian satu persatu truck angkutan ini mengirim celengan lemah milik para pedagang yang kesemuanaya berasal dari Jepara.
‘ Para padagang takut apabila ganti angkutan yang jarang memuat celengan lemah serta barang mainan lainnya yang mudah pacah. Kerugianya akan bertambah besar dengan semakin banyaknya dangangan yang pecah di karenakan tak biasanya sang sopir mengangkut celengan lemah. Untuk itulah para pedagang rela ngantri satu persatu sopir angkutan yang biasa mengangkut celengan lemah.’ Jelas Ramadi
“ Para pedagang kini tak lagi sebatas menjual celengan lemah, beberapa mainan tiruan lainya yang lebih awet kini juga di gelar. Namun mainan baru ini tetap memiliki ciri khas tradisional.” Tambahnya
Lebih lanjut Ramadi mengatakan, beberapa mainan lainnya yang kini ikut mengisi daganganya adalah seperangkat tiruan alat dapur yang terbuat dari seng besi. Berbagai macam jenis tiruan seperti dandang, kompor, wajan, erok dan masih banyak perlengkapan lainnya yang terkumpul dalam satu set, yang di buat secara tradisional. dan di jual dengan harga Rp.25.000 per set.
Berbeda dengan celengan atau mainan lemah lemahan para pengrajin dari Desa Mayong Jepara, seperangkat mainan lemah lemahan pralenan yang terdiri atas teko, gelas, baki, tutup gelas dan kelengkapan lainnya di jual per biji dengan harga Rp.1000 atau Rp.10.000 per set. Mainan lemah lemahan lebih murah di bandingkan dengan kerajinan tiruan yang di buat para pengrajin tiruan perangkat alat dapur yang berasal dari Surabaya.
Selain itu, Ramadi juga menambahkan lagi beberapa macam barang dagangan jenis guci gerabah yang dihasilkan dari para perajin tradisional yang berasal dari Jogjakarta , juga beberapa jenis bus dan truck tiruan yang berasal dari Semarang. Kesemuanya ini dilakukan untuk mengikuti perkembangan jaman, namun yang paling pasti apa yang di jualnya merupakan produksi kerajinan tradisional masyarakat kita, Jelasnya
“ Meski kini tiap maleman di penuhi dengan mainan import dari luar negeri, tetapi mainan ini masih memiliki tempat tersendiri di hati masyarakat kita” lanjut Ramadi.
Untuk itulah sampai sekarang Ramadi masih terus menjual mainan tradisional yang telah diwariskan sejak dulu dari nenek moyangnya, meski hasil uang yang di dapat tak seberapa namun nilai keluhuran melestarikan peninggalan tradisi masa lalu membuat dirinya patut diacungi jempol. Tak sedikit para pedagang tradisional celengan lemah gulung tikar karena sulitnya bersaing dengan para pedagang mainan import, yang juga banyak sekali di jual di pasar malam tradisional. Untuk itulah para pedagang celengan lemah seringkali meminta kepada para pengatur stand agar di berikan tempat khusus satu lahan di pasar malam tradisional bagi para pedagang celengan atau mainan lemah.
Para panitia pelaksana pasar malam tradisional seringkali memberikan lahan atau stand khusus dengan sewa harga sangat murah, agar para pedangan tradisional ini mampu terus mengisi tiap kali ada event pagelaran maleman. Karena para pedagang tradisional menjadi salah satu ciri khas pasar tradisional yang sudah ada sejak jaman dulu. Jud
sumber
0
3.1K
Kutip
23
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan