- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Kalo Ada Bencana, Trus Salah Siapa?
TS
noklas
Kalo Ada Bencana, Trus Salah Siapa?
buat yg abis pencerahan tadi siang, semoga gak melulu kita cuek sama hal2 yg gak kita mau tau banget sebelumnya semacam artikel dari forum sebelah ini. cekidot
Saya termasuk orang yang gemar membaca berita online, juga gemar berselancar di dunia maya untuk mendapatkan update informasi di social media. Sampainya Indonesia di ‘musim’ politik ini menjadi kian semarak karena munculnya pendapat masyarakat mengenai para calon pemimpin negeri di social media. Ada hal yang menarik, yaitu mengenai Aburizal Bakrie. Sebagai bakal calon presiden dari Partai Golkar, justru elektabilitasnya lebih rendah dibanding partai Golkar itu sendiri. Kemungkinan besar ini merupakan dampak pandangan negatif orang-orang terhadap dirinya soal bencana Lumpur panas Lapindo di Sidoarjo.
Agar lebih fair, saya mencoba riset dan mendapatkan beberapa data dari PT Lapindo Brantas dan sumber lainnya. Seperti kita ketahui, apa yang menyebar di social media biasanya hanya sepotong-sepotong saja, dan dipengaruhi oleh influencer yang belum tentu 100 persen benar dan valid.
Singkatnya, pada tanggal 29 Mei 2006, terjadi semburan lumpur Sidoarjo di sebuah lapangan dekat kota Sidoarjo yang terletak di Provinsi Jawa Timur, Indonesia. Pada saat itu, tiba-tiba terdapat semburan lumpur panas, air, dan gas yang berasal dari kedalaman 200m. Pengeboran gas yang dilakukan di Banjarpanji ini dimiliki oleh PT Lapindo Brantas, seperti sudah disebutkan sebelumnya sebagai sebuah perusahaan yang berafiliasi dengan Grup Bakrie. Pada saat itu Lapindo dimiliki oleh PT. Energi Mega Persada Tbk. (50%), PT. Medco Energi Tbk. (32%), dan Santos Australia (18%), dan Bakrie Grup yang memiliki 30% dari PT Energi Mega Persada.
Setelah itu, saya menemukan fakta bahwa ternyata perusahaan tidak bersalah sesuai dengan keputusan kasasi Mahkamah Agung Indonesia pada 14 Desember 2007, karena semburan lumpur Sidoarjo merupakan fenomena bencana alam. Dan pada putusan terakhir MK, PAT atau Peta Area Terdampak merupakan tanggung jawab Lapindo, sedangankan luar PAT merupakan tanggung jawab pemerintah. Sejak bencana ini terjadi, ada sekitar 40.000 orang mengungsi. 12 desa, 33 sekolah, 15 pusat islam, 65 masjid, 30 pabrik, 4 kantor desa, perkebunan tebu, sawah dan perkebunan lainnya terkubur di lumpur. Menurut PT Lapindo Brantas, gempa bumi pada Mei 2006 memicu letusan semburan lumpur, dan saat itu sedang tidak ada kegiatan pengeboran. Dua hari sebelum letusan lumpur, gempa bumi berkekuatan 6,3 menghantam pantai selatan Jawa Tengah dan Yogyakarta sehingga menewaskan 6.234 orang dan menyebabkan 1,5 juta orang kehilangan tempat tinggal.
Kita semua tahu ada sisi positif dibalik kejadian tersebut. Tentu terdapat sisi positif dibalik bencana Lumpur Lapindo yang kini menjadi bencana nasional ini. Diantaranya adalah terdapatnya bakteri antikanker dalam lumpur panas. Lumpur panas yang merupakan material dari gunung api purba ini mengandung beragam manfaat, di antaranya sebagai bahan urukan dan bahan bangunan. Selain itu, diketahui pula terdapat kandungan unsur selenium (Se) dalam lumpur. Keberadaan unsur ini menjadi perhatian mengingat khasiatnya sebagai bahan antikanker. Selanjutnya, batu bata untuk bahan bangunan. Seorang arsitek dan juga peneliti dari Institut Teknologi Sepuluh November, Vincentius Totok Noerwasito melakukan penelitian soal lumpur tersebut. Lalu, setelah tuga tahun melakukan penelitian, Totok menemukan bahwa limbah lumpur Sidoarjo dapat diolah menjadi batu bata yang aman untuk bahan bangunan.
Perlu kita ketahui bahwa untuk melakukan eksplorasi Migas, sebuah perusahaan memerlukan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi dan studi kelayakan. IUP dimohonkan kepada Menteri, Gubernur atau Bupati. Berarti, selain Lapindo itu sendiri, pemberi izin eksplorasi juga harusnya ikut bertanggung jawab atas bencana lumpur ini. Sejak bencana, keluarga Bakrie sudah melakukan upaya-upaya untuk pemulihan seperti membeli tanah, bangunan, ladang-ladang padi dan perkebunan dari penduduk di daerah yang terkena bencana. Hingga sekarang, jumlah yang telah keluarga Bakrie keluarkan untuk upaya pemulihan bencana lumpur sidoarjo ini telah mencapai 7,96 Triliun rupiah yang diperkirakan telah mencapai 90% dari total kerugian. Dan hingga saat ini, korban yang telah menerima dana ganti rugi diperkirakan mencapai 75%.
Jadi, saya rasa pandangan negatif orang-orang terkait lumpur lapindo terhadap Aburizal Bakrie perlu diimbangi lagi. Dibalik semua itu, saya juga menilai bahwa keluarga Bakrie berikut Aburizal Bakrie juga telah bertanggung jawab atas kejadian ini. Selama ini saya berpikiran negatif juga terhadap bencana Lapindo jika dikaitkan dengan Aburizal Bakrie, tapi melihat semua fakta diatas, saya rasa tidak fair jika menyalahkan apa yang terjadi pada bencana tersebut hanya semata-mata kesalahan Aburizal Bakrie.sumur
Quote:
Bencana Lumpur Lapindo, Apakah Benar Salah Bakrie?
Saya termasuk orang yang gemar membaca berita online, juga gemar berselancar di dunia maya untuk mendapatkan update informasi di social media. Sampainya Indonesia di ‘musim’ politik ini menjadi kian semarak karena munculnya pendapat masyarakat mengenai para calon pemimpin negeri di social media. Ada hal yang menarik, yaitu mengenai Aburizal Bakrie. Sebagai bakal calon presiden dari Partai Golkar, justru elektabilitasnya lebih rendah dibanding partai Golkar itu sendiri. Kemungkinan besar ini merupakan dampak pandangan negatif orang-orang terhadap dirinya soal bencana Lumpur panas Lapindo di Sidoarjo.
Agar lebih fair, saya mencoba riset dan mendapatkan beberapa data dari PT Lapindo Brantas dan sumber lainnya. Seperti kita ketahui, apa yang menyebar di social media biasanya hanya sepotong-sepotong saja, dan dipengaruhi oleh influencer yang belum tentu 100 persen benar dan valid.
Singkatnya, pada tanggal 29 Mei 2006, terjadi semburan lumpur Sidoarjo di sebuah lapangan dekat kota Sidoarjo yang terletak di Provinsi Jawa Timur, Indonesia. Pada saat itu, tiba-tiba terdapat semburan lumpur panas, air, dan gas yang berasal dari kedalaman 200m. Pengeboran gas yang dilakukan di Banjarpanji ini dimiliki oleh PT Lapindo Brantas, seperti sudah disebutkan sebelumnya sebagai sebuah perusahaan yang berafiliasi dengan Grup Bakrie. Pada saat itu Lapindo dimiliki oleh PT. Energi Mega Persada Tbk. (50%), PT. Medco Energi Tbk. (32%), dan Santos Australia (18%), dan Bakrie Grup yang memiliki 30% dari PT Energi Mega Persada.
Setelah itu, saya menemukan fakta bahwa ternyata perusahaan tidak bersalah sesuai dengan keputusan kasasi Mahkamah Agung Indonesia pada 14 Desember 2007, karena semburan lumpur Sidoarjo merupakan fenomena bencana alam. Dan pada putusan terakhir MK, PAT atau Peta Area Terdampak merupakan tanggung jawab Lapindo, sedangankan luar PAT merupakan tanggung jawab pemerintah. Sejak bencana ini terjadi, ada sekitar 40.000 orang mengungsi. 12 desa, 33 sekolah, 15 pusat islam, 65 masjid, 30 pabrik, 4 kantor desa, perkebunan tebu, sawah dan perkebunan lainnya terkubur di lumpur. Menurut PT Lapindo Brantas, gempa bumi pada Mei 2006 memicu letusan semburan lumpur, dan saat itu sedang tidak ada kegiatan pengeboran. Dua hari sebelum letusan lumpur, gempa bumi berkekuatan 6,3 menghantam pantai selatan Jawa Tengah dan Yogyakarta sehingga menewaskan 6.234 orang dan menyebabkan 1,5 juta orang kehilangan tempat tinggal.
Kita semua tahu ada sisi positif dibalik kejadian tersebut. Tentu terdapat sisi positif dibalik bencana Lumpur Lapindo yang kini menjadi bencana nasional ini. Diantaranya adalah terdapatnya bakteri antikanker dalam lumpur panas. Lumpur panas yang merupakan material dari gunung api purba ini mengandung beragam manfaat, di antaranya sebagai bahan urukan dan bahan bangunan. Selain itu, diketahui pula terdapat kandungan unsur selenium (Se) dalam lumpur. Keberadaan unsur ini menjadi perhatian mengingat khasiatnya sebagai bahan antikanker. Selanjutnya, batu bata untuk bahan bangunan. Seorang arsitek dan juga peneliti dari Institut Teknologi Sepuluh November, Vincentius Totok Noerwasito melakukan penelitian soal lumpur tersebut. Lalu, setelah tuga tahun melakukan penelitian, Totok menemukan bahwa limbah lumpur Sidoarjo dapat diolah menjadi batu bata yang aman untuk bahan bangunan.
Perlu kita ketahui bahwa untuk melakukan eksplorasi Migas, sebuah perusahaan memerlukan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi dan studi kelayakan. IUP dimohonkan kepada Menteri, Gubernur atau Bupati. Berarti, selain Lapindo itu sendiri, pemberi izin eksplorasi juga harusnya ikut bertanggung jawab atas bencana lumpur ini. Sejak bencana, keluarga Bakrie sudah melakukan upaya-upaya untuk pemulihan seperti membeli tanah, bangunan, ladang-ladang padi dan perkebunan dari penduduk di daerah yang terkena bencana. Hingga sekarang, jumlah yang telah keluarga Bakrie keluarkan untuk upaya pemulihan bencana lumpur sidoarjo ini telah mencapai 7,96 Triliun rupiah yang diperkirakan telah mencapai 90% dari total kerugian. Dan hingga saat ini, korban yang telah menerima dana ganti rugi diperkirakan mencapai 75%.
Jadi, saya rasa pandangan negatif orang-orang terkait lumpur lapindo terhadap Aburizal Bakrie perlu diimbangi lagi. Dibalik semua itu, saya juga menilai bahwa keluarga Bakrie berikut Aburizal Bakrie juga telah bertanggung jawab atas kejadian ini. Selama ini saya berpikiran negatif juga terhadap bencana Lapindo jika dikaitkan dengan Aburizal Bakrie, tapi melihat semua fakta diatas, saya rasa tidak fair jika menyalahkan apa yang terjadi pada bencana tersebut hanya semata-mata kesalahan Aburizal Bakrie.
0
1.4K
Kutip
15
Balasan
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan