- Beranda
- Komunitas
- Pilih Capres & Caleg
Antara Penangkapan Ketua BPK dan kisruh Penjualan BCA
TS
tukang.ngocok
Antara Penangkapan Ketua BPK dan kisruh Penjualan BCA
Quote:
Liputan6, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan mantan Direktur Jenderal Pajak Hadi Purnomo sebagai tersangka.Hadi yang kini mantan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) itu ditetapkan tersangka pada kasus dugaan korupsi dalam permohonan keberatan wajib pajak yang diajukan Bank Central Asia (BCA).
Ketua KPK Abraham Samad menjelaskan, Hadi dijadikan tersangka terkait posisinya sebagai Dirjen Pajak.
Abraham menjelaskan kronologis kasus permohonan pajak BCA yang menimpa mantan Dirjen Pajak itu. Pada 12 Juli 2003, PT BCA TBK mengajukan surat keterangan pajak transaksi non-performance loan Rp 5,7 T kepada Direktorat Pajak Pengasilan (PPh).
"Setelah surat itu diterima PPh, dilakukan kajian lebih dalam untuk bisa ambil 1 kesimpulan dan hasil pendalaman," kata Abraham dalam jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta, Senin (21/4/2014).
Kurang lebih 1 tahun kemudian, tepatnya pada 13 Maret 2004, Direktur PPh memberikan surat pengantar risalah keberatan ke Direktorat Jenderal Pajak yang berisi hasil telaah pengajuan keberatan pajak BCA itu.
Adapun hasil telaah itu berupa kesimpulan bahwa permohonan wajib pajak BCA ditolak. Sehari sebelum jatuh tempo kepada BCA pada 15 Juli 2004, Hadi selaku Dirjen Pajak memerintahkan kepada Direktur PPh dalam nota dinas untuk mengubah kesimpulan, yakni agar menerima seluruh keberatan wajib pajak BCA.
"Di situlah peran Dirjen Pajak. Surat ketetapan pajak nihil, yang memutuskan menerima seluruh keberatan wajib pajak (BCA). Sehingga tidak ada waktu bagi Direktorat PPh untuk berikan tanggapan yang berbeda," kata dia.
Selaku Dirjen Pajak, tutur Abraham, Hadi mengabaikan adanya fakta materi keberatan wajib pajak yang sama antara BCA dan bank-bank lain.
Abraham menjelaskan, ada bank lain yang punya permasalahan sama namun ditolak oleh Dirjen Pajak. Akan tetapi dalam permasalahan BCA, keberatannya diterima. "Di sinilah duduk persoalannya. Oleh karena itu KPK temukan fakta dan bukti yang akurat," ujar Abraham.
Berdasarkan itu, ucap dia, KPK melakukan forum ekspose atau gelar perkara dengan satuan petugas penyelidik. "Dan seluruh pimpinan KPK sepakat menetapkan Hadi selaku Dirjen Pajak 2002-2004 dan kawan-kawannya menjadi tersangka," ujar Abraham.
Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto menambahkan, Hadi sebagai Dirjen Pajak menyalahgunakan wewenangnya dalam menerima keberatan wajib pajak BCA. Padahal berdasarkan Surat Edaran Dirjen Pajak dinyatakan setiap keputusan penerimaan atau penolakan keberatan wajib pajak harus diambil dengan teliti dan cermat.
"Dirjen Pajak menerima seluruh keberatan, tapi nggak memberi tenggang waktu. Padahal seluruh keputusan harus diambil dengan teliti dan cermat, itu dari Surat Edaran Dirjen Pajak sendiri," kata dia.
KPK menetapkan mantan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Hadi Poernomo sebagai tersangka terkait kasus dugaan korupsi dalam permohonan keberatan wajib pajak yang diajukan Bank Central Asia (BCA). Penetapan tersangka Hadi itu dalam kapasitasnya sebagai Direktur Jenderal Pajak 2002-2004.
Oleh KPK, Hadi disangka melanggar Pasal 2 ayat 1 dan atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHPidana.
Ketua KPK Abraham Samad menjelaskan, Hadi dijadikan tersangka terkait posisinya sebagai Dirjen Pajak.
Abraham menjelaskan kronologis kasus permohonan pajak BCA yang menimpa mantan Dirjen Pajak itu. Pada 12 Juli 2003, PT BCA TBK mengajukan surat keterangan pajak transaksi non-performance loan Rp 5,7 T kepada Direktorat Pajak Pengasilan (PPh).
"Setelah surat itu diterima PPh, dilakukan kajian lebih dalam untuk bisa ambil 1 kesimpulan dan hasil pendalaman," kata Abraham dalam jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta, Senin (21/4/2014).
Kurang lebih 1 tahun kemudian, tepatnya pada 13 Maret 2004, Direktur PPh memberikan surat pengantar risalah keberatan ke Direktorat Jenderal Pajak yang berisi hasil telaah pengajuan keberatan pajak BCA itu.
Adapun hasil telaah itu berupa kesimpulan bahwa permohonan wajib pajak BCA ditolak. Sehari sebelum jatuh tempo kepada BCA pada 15 Juli 2004, Hadi selaku Dirjen Pajak memerintahkan kepada Direktur PPh dalam nota dinas untuk mengubah kesimpulan, yakni agar menerima seluruh keberatan wajib pajak BCA.
"Di situlah peran Dirjen Pajak. Surat ketetapan pajak nihil, yang memutuskan menerima seluruh keberatan wajib pajak (BCA). Sehingga tidak ada waktu bagi Direktorat PPh untuk berikan tanggapan yang berbeda," kata dia.
Selaku Dirjen Pajak, tutur Abraham, Hadi mengabaikan adanya fakta materi keberatan wajib pajak yang sama antara BCA dan bank-bank lain.
Abraham menjelaskan, ada bank lain yang punya permasalahan sama namun ditolak oleh Dirjen Pajak. Akan tetapi dalam permasalahan BCA, keberatannya diterima. "Di sinilah duduk persoalannya. Oleh karena itu KPK temukan fakta dan bukti yang akurat," ujar Abraham.
Berdasarkan itu, ucap dia, KPK melakukan forum ekspose atau gelar perkara dengan satuan petugas penyelidik. "Dan seluruh pimpinan KPK sepakat menetapkan Hadi selaku Dirjen Pajak 2002-2004 dan kawan-kawannya menjadi tersangka," ujar Abraham.
Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto menambahkan, Hadi sebagai Dirjen Pajak menyalahgunakan wewenangnya dalam menerima keberatan wajib pajak BCA. Padahal berdasarkan Surat Edaran Dirjen Pajak dinyatakan setiap keputusan penerimaan atau penolakan keberatan wajib pajak harus diambil dengan teliti dan cermat.
"Dirjen Pajak menerima seluruh keberatan, tapi nggak memberi tenggang waktu. Padahal seluruh keputusan harus diambil dengan teliti dan cermat, itu dari Surat Edaran Dirjen Pajak sendiri," kata dia.
KPK menetapkan mantan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Hadi Poernomo sebagai tersangka terkait kasus dugaan korupsi dalam permohonan keberatan wajib pajak yang diajukan Bank Central Asia (BCA). Penetapan tersangka Hadi itu dalam kapasitasnya sebagai Direktur Jenderal Pajak 2002-2004.
Oleh KPK, Hadi disangka melanggar Pasal 2 ayat 1 dan atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHPidana.
Quote:
Jika Jadi Presiden, Prabowo Diminta 'Bertangan Besi'
Jakarta- Mantan Menteri Ekuin/Kepala Bappenas Kwik Kian Gie meminta capres Partai Gerindra Prabowo Subianto 'bertangan besi' bila menjadi presiden. Hal itu untuk mencegah berpindahnya BUMN ke tangan asing (privatisasi).
"Pokoknya kalau menjadi presiden, Pak Prabowo harus bertangan besi, karena mereka itu bodoh semua," kata Kwik dalam diskusi bertajuk "Kepentingan di Balik Privatisasi BUMN" di Media Center Gerindra, Jl Prapanca, Jakarta Selatan, Rabu (18/2/2009).
Mereka yang disebut bodoh oleh Kwik adalah para anggota kabinet di era presiden Megawati Soekarnoputri. Hal itu terkait dengan penjualan Bank Central Asia (BCA) pasca disita oleh pemerintah, akibat tidak mampu mengembalikan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
Ceritanya, lanjut Kwik, sebanyak 93 persen saham BCA telah diambil alih pemerintah. Kemudian bank tersebut disehatkan dengan menginjeksi uang Rp 60 triliun.
Akan tetapi, pada waktu itu pemerintah menerima akal busuk International Monetary Fund (IMF) untuk menjual BCA dengan harga cuma Rp 10 triliun.
Sehari sebelum BCA dijual, menurut Kwik, Jusuf Kalla (JK) selaku Menko Kesra mengundang para menteri untuk berkumpul di Departemen Kesehatan (Depkes) sekitar pukul 15.00 WIB. Hadir dalam pertemuan tersebut antara lain Menko Polkam Susilo Bambang Yudhoyono, Menneg BUMN Laksamana Sukardi, dam Menkeu Boediono.
Perdebatan panjang terjadi dan Kwik mengaku merupakan satu-satunya menteri yang menentang penjualan BCA. Semua menteri sepakat bank tersebut dilepas.
"Di situ saya lawan semuanya, termasuk Pak JK. Itu bagaimana menghitungnya Rp 60 triliun kok cuma dijual Rp 10 triliun," jelas Kwik yang mengenakan kemeja lengan panjang berwarna kuning.
Entah mengapa, menurut Kwik, pada pukul 18.00 WIB, para menteri yang ikut dalam dalam pertemuan itu menginginkan agar pertemuan ditutup. Kwik pun akhirnya tidak bisa mengendalikan emosinya.
"Saya tidak bisa mengendalikan emosi. Saya teriak-teriak. DPR saja ada urusan penting rapat sampai pagi. Ini pukul 18.00 WIB di-teng. Omongan saya oleh mereka dianggap omongan orang gila," jelas Kwik.
Jakarta- Mantan Menteri Ekuin/Kepala Bappenas Kwik Kian Gie meminta capres Partai Gerindra Prabowo Subianto 'bertangan besi' bila menjadi presiden. Hal itu untuk mencegah berpindahnya BUMN ke tangan asing (privatisasi).
"Pokoknya kalau menjadi presiden, Pak Prabowo harus bertangan besi, karena mereka itu bodoh semua," kata Kwik dalam diskusi bertajuk "Kepentingan di Balik Privatisasi BUMN" di Media Center Gerindra, Jl Prapanca, Jakarta Selatan, Rabu (18/2/2009).
Mereka yang disebut bodoh oleh Kwik adalah para anggota kabinet di era presiden Megawati Soekarnoputri. Hal itu terkait dengan penjualan Bank Central Asia (BCA) pasca disita oleh pemerintah, akibat tidak mampu mengembalikan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
Ceritanya, lanjut Kwik, sebanyak 93 persen saham BCA telah diambil alih pemerintah. Kemudian bank tersebut disehatkan dengan menginjeksi uang Rp 60 triliun.
Akan tetapi, pada waktu itu pemerintah menerima akal busuk International Monetary Fund (IMF) untuk menjual BCA dengan harga cuma Rp 10 triliun.
Sehari sebelum BCA dijual, menurut Kwik, Jusuf Kalla (JK) selaku Menko Kesra mengundang para menteri untuk berkumpul di Departemen Kesehatan (Depkes) sekitar pukul 15.00 WIB. Hadir dalam pertemuan tersebut antara lain Menko Polkam Susilo Bambang Yudhoyono, Menneg BUMN Laksamana Sukardi, dam Menkeu Boediono.
Perdebatan panjang terjadi dan Kwik mengaku merupakan satu-satunya menteri yang menentang penjualan BCA. Semua menteri sepakat bank tersebut dilepas.
"Di situ saya lawan semuanya, termasuk Pak JK. Itu bagaimana menghitungnya Rp 60 triliun kok cuma dijual Rp 10 triliun," jelas Kwik yang mengenakan kemeja lengan panjang berwarna kuning.
Entah mengapa, menurut Kwik, pada pukul 18.00 WIB, para menteri yang ikut dalam dalam pertemuan itu menginginkan agar pertemuan ditutup. Kwik pun akhirnya tidak bisa mengendalikan emosinya.
"Saya tidak bisa mengendalikan emosi. Saya teriak-teriak. DPR saja ada urusan penting rapat sampai pagi. Ini pukul 18.00 WIB di-teng. Omongan saya oleh mereka dianggap omongan orang gila," jelas Kwik.
Memang belum tentu ada hubungannya, tetapi mengingat kurun waktunya yang hampir bersamaan tahun 2002-2004, layak kita menduga ada permainan di dalamnya ketika itu.
Mari kita ikuti dengan seksama perkembangan kasus ini jangan sampai orang-orang yang sama yang berada di balik layar kembali berkuasa untuk menjual aset aset negara ini dengan cara-cara yang bodoh


Diubah oleh tukang.ngocok 22-04-2014 08:39
anasabila memberi reputasi
1
2.9K
Kutip
6
Balasan
Thread Digembok
Urutan
Terbaru
Terlama
Thread Digembok
Komunitas Pilihan