- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Di Balik Konflik Puan dan Jokowi ada uang 250 MILIAR


TS
sinarsemesta
Di Balik Konflik Puan dan Jokowi ada uang 250 MILIAR
Kalau selintas kita melihat telah terjadi perseteruan ideologis di dalam Tubuh PDI-P yangh direpreentasikan oleh Puan Maharani dan Jokowi. Perseteruan juga digambarkan secara dramatik, Puan menjadi Megawati bermulut Ahok yang tegas dan berprinsip. Sementara Jokowi dikesankan sebagai Anak baik yang lugu, sederhana.
Di balik itu?
Kita ketahui bahwa penyebab melorotnya PDI-P tahun 2004 adalah politik sentralisasi dalam tubuh partai yang pada akhirnya pengeluaran keputusan-keputusan penting dari mulai pemilihan pengurus partai, kepala daerah, posisi menteri hingga keputusan kenegaraaan hanya milik megawati seorang .
Dulu sangat tenar kata"REKOMENDASI" Megawati.
Rekomendasi inilah yang kemudian menjadi barang dagangan dengan pembentukan secara alamiah sales marketing rekomendasi dari mulai struktur partai pusat sampai daerah, baik jalur resmi maupun jalur belakang Taufik Kiemas. Dulu Puan masih anak muda yang doyan Dugem.
Cerita lalu, mungkin sudah tak perlu dijalaskan bahwa politik uang di era demokrasi ini pelopornya adalah PDI-P yang dikemas dengan politik rekomendasi.
Naiknya pamor Jokowi dan ada sedikit keberhasilan PDI-P dalam beberapa pilkada hingga Pemilu 2014 cara maruk kekuasaan dan uang itu masih menjadi metode dengan peran yang dimainkan oleh aktor Gaek Megawati dengan dibantu oleh si anak kesayangan yang dari hoby dugem menjadi pemegang ahli waris trah Soekarno yang duduk dalam posisi besar ketua fraksi PDI-P dan ketua Bapilu 2014.
Seberapapun kelas Puan Maharani, levelnya adalah politisi dan cukong-cukong lokal yang ditugaskan kepadanya. Sedangkan Megawati menampung uang besar dari cukong besar yang tak mungkin bisa ditangani oleh Puan Maharani.
Like Father Like Mother like Puan. Air yang jatuh ya pasti ke talangnya juga.
Singkat cerita, Puan merasa berjasa mengantarkan PDI-P kembali unggul dalam Pemilu. Jokowi hanyalah faktor yang disebabkan oleh keberhasilan Puan mencipta taktik brilyan. Buktinya kemenangan Ganjar di Jateng juga karena panglimanya adalah Puan. Karena itu Puan mensubordinasikan Jokowi dalam ketiaknya.
Hatta Rajasa merupakan tokoh yang selalu selamat dan aman karena pandai melihat celah (mirip uler). Keinginan menjadi Wapres yang tertahan dengan masuknya Boediono menjadi wakil SBY, tetap tidak mengurangi semangatnya untuk berkuasa. Dia melihat celah itu melalui Puan. Pertemuan formalnya kita mendengar di media masa. Puan menjalin komunikasi dengan Hatta Rajasa. Enak mendengar ditelinga, tetapi sekelas Hatta berkoordinasi dengan Puan?
Tidak ada politik transaksional, ini hanya lobi-lobi politik. Itulah kata seragam yang dikemukakan para tokoh politik termasuk Hatta Rajasa dan Puan Maharani.
Benar, di tempat itu tidak ada politik transaksional. Namun politik uang ada di hongkong. Kita semua mengenal siapa Reza yang bergelimang minyak dari atas kepala hingga ujung sepatunya. Rezalah yang bertransaksi untuk Hatta Rajasa membeli kursi Wapres Jokowi seharga 250 Miliyar.
Kita tak perlu lagi menjelaskan hubungan Reza dengan Hatta dan Puan.
Yang jelas, Jokowi yang mengetahui transaksi itu marah besar. Bukan karena Jokowi anti politik uang tapi karena dirinya merasa tidak kebagian (Jokowi dulu korban politik transaksional, terpaksa menjual pabrik mebeler untuk membeli kendaraan PDI-P 2005).
Jokowi akhirnya punya taktik sendiri dengan mengatakan dialah penentu Cawapresnya. Dia menolak Hatta rajasa.
Megawati yang tahu soal uang 250 milyar itu berada dalam posisi sulit, karena Jokowi tiba-tiba menjadi pemberani. Tentu saja pemberani karena Jokowi memegang kartu truf itu . Jokowi ancam membentuk barisan sendiri untuk pencapresannya. Dia menolak kepanglimaan Puan.
Singkat cerita, Puan digantikan Rini Suwandi.. dan entah bagaimana nasib uang 250 Miliyar itu....
Di balik itu?
Kita ketahui bahwa penyebab melorotnya PDI-P tahun 2004 adalah politik sentralisasi dalam tubuh partai yang pada akhirnya pengeluaran keputusan-keputusan penting dari mulai pemilihan pengurus partai, kepala daerah, posisi menteri hingga keputusan kenegaraaan hanya milik megawati seorang .
Dulu sangat tenar kata"REKOMENDASI" Megawati.
Rekomendasi inilah yang kemudian menjadi barang dagangan dengan pembentukan secara alamiah sales marketing rekomendasi dari mulai struktur partai pusat sampai daerah, baik jalur resmi maupun jalur belakang Taufik Kiemas. Dulu Puan masih anak muda yang doyan Dugem.
Cerita lalu, mungkin sudah tak perlu dijalaskan bahwa politik uang di era demokrasi ini pelopornya adalah PDI-P yang dikemas dengan politik rekomendasi.
Naiknya pamor Jokowi dan ada sedikit keberhasilan PDI-P dalam beberapa pilkada hingga Pemilu 2014 cara maruk kekuasaan dan uang itu masih menjadi metode dengan peran yang dimainkan oleh aktor Gaek Megawati dengan dibantu oleh si anak kesayangan yang dari hoby dugem menjadi pemegang ahli waris trah Soekarno yang duduk dalam posisi besar ketua fraksi PDI-P dan ketua Bapilu 2014.
Seberapapun kelas Puan Maharani, levelnya adalah politisi dan cukong-cukong lokal yang ditugaskan kepadanya. Sedangkan Megawati menampung uang besar dari cukong besar yang tak mungkin bisa ditangani oleh Puan Maharani.
Like Father Like Mother like Puan. Air yang jatuh ya pasti ke talangnya juga.
Singkat cerita, Puan merasa berjasa mengantarkan PDI-P kembali unggul dalam Pemilu. Jokowi hanyalah faktor yang disebabkan oleh keberhasilan Puan mencipta taktik brilyan. Buktinya kemenangan Ganjar di Jateng juga karena panglimanya adalah Puan. Karena itu Puan mensubordinasikan Jokowi dalam ketiaknya.
Hatta Rajasa merupakan tokoh yang selalu selamat dan aman karena pandai melihat celah (mirip uler). Keinginan menjadi Wapres yang tertahan dengan masuknya Boediono menjadi wakil SBY, tetap tidak mengurangi semangatnya untuk berkuasa. Dia melihat celah itu melalui Puan. Pertemuan formalnya kita mendengar di media masa. Puan menjalin komunikasi dengan Hatta Rajasa. Enak mendengar ditelinga, tetapi sekelas Hatta berkoordinasi dengan Puan?
Tidak ada politik transaksional, ini hanya lobi-lobi politik. Itulah kata seragam yang dikemukakan para tokoh politik termasuk Hatta Rajasa dan Puan Maharani.
Benar, di tempat itu tidak ada politik transaksional. Namun politik uang ada di hongkong. Kita semua mengenal siapa Reza yang bergelimang minyak dari atas kepala hingga ujung sepatunya. Rezalah yang bertransaksi untuk Hatta Rajasa membeli kursi Wapres Jokowi seharga 250 Miliyar.
Kita tak perlu lagi menjelaskan hubungan Reza dengan Hatta dan Puan.
Yang jelas, Jokowi yang mengetahui transaksi itu marah besar. Bukan karena Jokowi anti politik uang tapi karena dirinya merasa tidak kebagian (Jokowi dulu korban politik transaksional, terpaksa menjual pabrik mebeler untuk membeli kendaraan PDI-P 2005).
Jokowi akhirnya punya taktik sendiri dengan mengatakan dialah penentu Cawapresnya. Dia menolak Hatta rajasa.
Megawati yang tahu soal uang 250 milyar itu berada dalam posisi sulit, karena Jokowi tiba-tiba menjadi pemberani. Tentu saja pemberani karena Jokowi memegang kartu truf itu . Jokowi ancam membentuk barisan sendiri untuk pencapresannya. Dia menolak kepanglimaan Puan.
Singkat cerita, Puan digantikan Rini Suwandi.. dan entah bagaimana nasib uang 250 Miliyar itu....
Diubah oleh sinarsemesta 22-04-2014 08:39


tien212700 memberi reputasi
1
5.6K
37


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan