- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita Luar Negeri
`Indra Keenam` Hewan Membaca Pertanda Bencana Gunung Kelud


TS
autoband
`Indra Keenam` Hewan Membaca Pertanda Bencana Gunung Kelud
Home » Internasional
Jumat, 14 Februari 2014 | 16:21 WIB

Jumat, 14 Februari 2014 | 16:21 WIB

Quote:
Liputan6.com, Jakarta — Binatang-binatang liar: harimau, ular, dan rusa, turun gunung tak lama sebelum Kelud akhirnya meletus. Menjadi pertanda alam akan datangnya sebuah bencana.
"Kemarin sore ada tanda-tanda alam di Jawa Timur. Alam memberitahukan juga selain (prediksi) ilmiah. Itu harimau dari Gunung Kelud turun, ular-ular mulai turun, rusa-rusa turun," kata Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Jero Wacik, Jumat (14/2/2014)
Benar saja, Kamis malam, pukul 21.15 WIB status Gunung Kelud yang 3 hari sebelumnya masih Siaga berubah menjadi Awas. "Dan setelah 1 jam 35 menit atau pukul 22.50 WIB erupsi terjadi, letusan besar terjadi," kata Jero.
Laporan bahwa hewan punya 'indra keenam' yang bisa mendeteksi akan datangnya angin topan, gempa bumi, tsunami, juga letusan gunung berapi bisa dilacak sejak berabad-abad lalu: tikus lari dari bangunan, burung pipit terbang berkelompok, anjing menggonggong tak henti-henti.
Setelah tragedi dahsyat Tsunami Aceh 26 Desember 2004, seorang pria asal Denmark yang tinggal di Pantai Ao Sane, utara Phuket, menulis di internet:
"Anjing lebih pintar dari kita semua...Mereka melarikan diri ke puncak-puncak bukit jauh sebelum kita menyadari apa yang akan terjadi."
Namun, adakah landasan ilmiwah soal kemampuan luar biasa para binatang?
Para ilmuwan berusaha mencari penjelasan, mengapa beberapa spesies hewan berperilaku aneh sebelum bencana alam -- dengan menghubungkan kemampuan sensorik binatang dengan rangsangan sensorik mikroskopis dan tak terlihat.
"Saya tak tahu apakah tepat menyebutnya sebagai indra keenam. Sebagian besar hewan tahu, jika Bumi mulai bergetar, pasti ada sesuatu yang salah," kata Ken Grant, koordinator Humane Society International Asia, seperti Liputan6.comkutip dari Washington Post.
Fisiologi sensorik pada hewan sangat sensitif pada suara, temperatur, sentuhan, getaran, elektrostatik, aktivitas kimia, juga medan magnet -- semua itu membuat mereka bisa melarikan diri dalam hitungan hari dan jam sebelum bencana melanda. Lebih dulu dari manusia.
"Tampaknya banyak hewan memiliki organ sensorik yang mendeteksi tremor mikro dan perubahan yang nyaris tak kentara yang tak mampu kita pantau," kata George Pararas-Carayannis, ahli kelautan dan geofisika yang memimpin Tsunami Society.
"Sensitivitas yang tak dimiliki manusia, namun dikembangkan para hewan selama jutaan tahun evolusi mereka. Karena itulah mereka mampu bertahan hidup sebagai suatu spesies," tambah dia.
Sementara, seperti dimuat jurnal ilmiwah Nature, ahli geofisika kuantum, Motoji Ikeya menemukan bahwa sejumlah binatang bereaksi terhadap perubahan arus listrik. Dan ia sedang meneliti ikan lele, makhluk paling sensitif yang pernah ia kaji -- untuk membantu memberi peringatan datangnya malapetaka.
Bagaimana dengan manusia? Sejatinya manusia juga memiliki indra keenam terkait bencana. Tapi lebih banyak yang kehilangan kemampuan firasat itu.
Tak Bisa Dijadikan Pegangan
Meski peka pada bencana, belum ada cara meyakinkan untuk menggunakan hewan dalam memprediksi bencana, terutama gempa. Demikian diungkap Roger Musson, seismolog dari British Geological Survey.
Seperti yang terjadi saat Gunung St Helens meletus pada 1980, justru ada banyak hewan yang jadi korban.
Washington Department of Fish and Wildlife memperkirakan, 11.000 kelinci, 6.000 menjangan, 5.200 rusa besar, 400 coyote, 300 Bobcats-- sejenis kucing, 200 beruang hitam, dan 15 singa gunung mati karena aliran piroklastik.
Sementara seperti diungkap dalam situs Badan Survei Geologi Amerika Serikat (USGS), referensi awal perilaku binatang yang tak biasa sebelum gempa besar terjadi ditemukan di Yunani, yakni pada 373 Sebelum Masehi. Tikus, musang, ular, dan lipan dilaporkan meninggalkan sarang mereka beberapa hari sebelum gempa.
Dengan mudah bisa dijelaskan penyebab perilaku hewan aneh sebelum manusia menyadari bumi sedang berguncang. Hanya sedikit manusia yang mampu menyadari gelombang P yang ukurannya lebih kecil, tapi bergerak paling cepat dari sumber gempa dan tiba sebelum gelombang S lebih besar. Namun, banyak binatang yang lebih sensitif dengan gelombang P. (Ein/Yus)
"Kemarin sore ada tanda-tanda alam di Jawa Timur. Alam memberitahukan juga selain (prediksi) ilmiah. Itu harimau dari Gunung Kelud turun, ular-ular mulai turun, rusa-rusa turun," kata Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Jero Wacik, Jumat (14/2/2014)
Benar saja, Kamis malam, pukul 21.15 WIB status Gunung Kelud yang 3 hari sebelumnya masih Siaga berubah menjadi Awas. "Dan setelah 1 jam 35 menit atau pukul 22.50 WIB erupsi terjadi, letusan besar terjadi," kata Jero.
Laporan bahwa hewan punya 'indra keenam' yang bisa mendeteksi akan datangnya angin topan, gempa bumi, tsunami, juga letusan gunung berapi bisa dilacak sejak berabad-abad lalu: tikus lari dari bangunan, burung pipit terbang berkelompok, anjing menggonggong tak henti-henti.
Setelah tragedi dahsyat Tsunami Aceh 26 Desember 2004, seorang pria asal Denmark yang tinggal di Pantai Ao Sane, utara Phuket, menulis di internet:
"Anjing lebih pintar dari kita semua...Mereka melarikan diri ke puncak-puncak bukit jauh sebelum kita menyadari apa yang akan terjadi."
Namun, adakah landasan ilmiwah soal kemampuan luar biasa para binatang?
Para ilmuwan berusaha mencari penjelasan, mengapa beberapa spesies hewan berperilaku aneh sebelum bencana alam -- dengan menghubungkan kemampuan sensorik binatang dengan rangsangan sensorik mikroskopis dan tak terlihat.
"Saya tak tahu apakah tepat menyebutnya sebagai indra keenam. Sebagian besar hewan tahu, jika Bumi mulai bergetar, pasti ada sesuatu yang salah," kata Ken Grant, koordinator Humane Society International Asia, seperti Liputan6.comkutip dari Washington Post.
Fisiologi sensorik pada hewan sangat sensitif pada suara, temperatur, sentuhan, getaran, elektrostatik, aktivitas kimia, juga medan magnet -- semua itu membuat mereka bisa melarikan diri dalam hitungan hari dan jam sebelum bencana melanda. Lebih dulu dari manusia.
"Tampaknya banyak hewan memiliki organ sensorik yang mendeteksi tremor mikro dan perubahan yang nyaris tak kentara yang tak mampu kita pantau," kata George Pararas-Carayannis, ahli kelautan dan geofisika yang memimpin Tsunami Society.
"Sensitivitas yang tak dimiliki manusia, namun dikembangkan para hewan selama jutaan tahun evolusi mereka. Karena itulah mereka mampu bertahan hidup sebagai suatu spesies," tambah dia.
Sementara, seperti dimuat jurnal ilmiwah Nature, ahli geofisika kuantum, Motoji Ikeya menemukan bahwa sejumlah binatang bereaksi terhadap perubahan arus listrik. Dan ia sedang meneliti ikan lele, makhluk paling sensitif yang pernah ia kaji -- untuk membantu memberi peringatan datangnya malapetaka.
Bagaimana dengan manusia? Sejatinya manusia juga memiliki indra keenam terkait bencana. Tapi lebih banyak yang kehilangan kemampuan firasat itu.
Tak Bisa Dijadikan Pegangan
Meski peka pada bencana, belum ada cara meyakinkan untuk menggunakan hewan dalam memprediksi bencana, terutama gempa. Demikian diungkap Roger Musson, seismolog dari British Geological Survey.
Seperti yang terjadi saat Gunung St Helens meletus pada 1980, justru ada banyak hewan yang jadi korban.
Washington Department of Fish and Wildlife memperkirakan, 11.000 kelinci, 6.000 menjangan, 5.200 rusa besar, 400 coyote, 300 Bobcats-- sejenis kucing, 200 beruang hitam, dan 15 singa gunung mati karena aliran piroklastik.
Sementara seperti diungkap dalam situs Badan Survei Geologi Amerika Serikat (USGS), referensi awal perilaku binatang yang tak biasa sebelum gempa besar terjadi ditemukan di Yunani, yakni pada 373 Sebelum Masehi. Tikus, musang, ular, dan lipan dilaporkan meninggalkan sarang mereka beberapa hari sebelum gempa.
Dengan mudah bisa dijelaskan penyebab perilaku hewan aneh sebelum manusia menyadari bumi sedang berguncang. Hanya sedikit manusia yang mampu menyadari gelombang P yang ukurannya lebih kecil, tapi bergerak paling cepat dari sumber gempa dan tiba sebelum gelombang S lebih besar. Namun, banyak binatang yang lebih sensitif dengan gelombang P. (Ein/Yus)
Manusia itu terlalu logis, ketika merasakan sedikit pertanda saja mereka msh ragu. Baru mau migrasi kalo gunung sdh meletus

Bahkan ada yg mau migrasi kalau ada instruksi dr juru kunci yg alasannya kurang ilmiah

0
2.9K
Kutip
14
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan