- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Sangat Mungkin, Keputusan PPP-Gerindra Melibatkan Uang


TS
garudangangkang
Sangat Mungkin, Keputusan PPP-Gerindra Melibatkan Uang
Quote:

INDONESIA2014 - Keputusan Partai Persatuan Pembangunan bergabung di bawah Gerindra sebenarnya sudah tak lagi mengejutkan. Kehadiran Suryadharma Ali (SDA) dalam perhelatan akbar Gerindra di Jakarta akhir Maret sebelum pemilihan caleg berlangsung, sudah mengindikasikan itu. Namun, yang nampak sangat jelas saat ini rupanya rezim SDA sudah sedemikian berbulat tekad, sehingga mereka rela membiarkan perpecahan internal terjadi daripada harus membatalkan dukungan pada Gerindra.
Pertanyaannya: apa yang sebenarnya diperoleh PPP dari koalisi ini?
Agak sulit melihat kesamaan kepentingan antara Gerindra dan PPP, kecuali dalam tujuan pragmatis. Gerindra sangat membutuhkan tambahan sekitar 13-15% suara hasil pemilu agar mereka bisa memajukan Prabowo sebagai Capres; sementara PPP memiliki sekitar 6,5 persen suara. Bila PPP sudah jadi pendukung Gerindra, jalan Prabowo diharapkan akan menjadi lebih mulus.
Masalahnya, mendukung Gerindra sebenarnya tidak terlalu menarik kalau dilihat peluang Prabowo selama ini. Kalaupun Gerindra akhirnya bisa menarik dukungan partai lainnya, yang tercapai hanyalah tujuan antara, yaitu menempatkan Prabowo sebagai capres. Namun, selama ini berbagai survei yang bisa diandalkan – bukan survei yang dibuat lembaga abal-abal – selalu meramalkan Prabowo hanya akan didukung 20-25 persen suara, sementara Jokowi akan bisa meraih 40-45 persen suara.
Jadi, berada dalam kubu Gerindra saat ini sebenarnya tidak terlalu menarik karena itu berarti berada dalam kubu yang peluang kalahnya jauh lebih besar daripada peluang menang.
Gerindra tentu berharap dukungan PPP berarti akan adanya penambahan dukungan suara bagi Prabowo dalam pilpres Juli nanti. Tapi hasil Exit Poll Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) pada 9 April lalu memberikan hasil yang tak terlalu membesarkan hati.
Menurut Exit Poll dengan menggunakan 2.000 responden di seluruh Indonesia itu, banyak pendukung PPP yang menyatakan akan memilih Jokowi dalam pilpres nanti. Menurut survei itu, sekitar 41 persen pemilih PPP dalam caleg menyatakan akan memilih Jokowi sebagai Presiden. Di sisi lain, hanya 32 persen pendukung PPP yang akan memilih Prabowo sebagai Presiden.
Jadi ditariknya PPP ke dalam koalisi dengan Gerindra belum tentu berarti banyak. Tak banyak faktor yang terbayangkan bisa membuat para pemilih PPP tersebut akan mengubah pilihan capresnya.
Kalau saja PPP dan Gerindra memiliki kesamaan ideologi, mungkin urusannya lain. Tapi kedua partai ini jelas berada dalam kubu ideologi yang berbeda. PPP selama ini dikenal sebagai partai Islam yang konservatif-eksklusif. Ketuanya, Surya Dharma Ali misalnya, dikenal sebagai Menteri Agama yang mendukung pembubaran Ahmadiyah atau sangat dekat dengan para ulama konservatif dan mendukung aliran Islam garis keras.
Prabowo dan Gerindra sebaliknya, dikenal sebagai tokoh dan partai sekuler-nasionalis. Ketika Prabowo mendekat dengan kelompok-kelompok Islam di masa menjelang kejatuhan Soeharto, itu jelas dalam konteks pragmatis. Bisa jadi, jarak ideologis ini berperan dalam bangkitnya pemberontakan terhadap SDA akibat keputusannya bergabung di bawah Prabowo.
Jadi, apa yang terjadi di belakang layar dalam perkimpoian Gerindra dan Prabowo?
Sangat bisa jadi, yang ditawarkan Prabowo adalah dukungan finansial. Tentu saja janji kursi kabinet bisa menjadi salah satu tawaran. Namun janji terakhir ini hanya berarti kalau Prabowo memenangkan kursi kepresidenan. Tawaran yang lebih riil adalah uang.
Cerita soal suap-menyuap untuk memperoleh dukungan partai dalam pembentukan koalisi memang sudah lama terdengar. Yang menarik untuk kasus SDA dan Prabowo, banyak orang teringat akan cerita yang beredar tentang Pemilu 2009.
Dalam percakapan politik, lazim disebut bahwa sebenarnya pada 2009 PPP sempat akan berkoalisi dengan Gerindra agar Prabowo bisa diajukan menjadi capres. Satu partai lain yang ketika itu dikabarkan bergabung adalah PAN. Namun di saat terakhir, PAN dan PPP memilih mendukung koalisi pelangi di bawah Partai Demokrat yang mengajukan SBY. Karena perubahan itulah, Gerindra gagal mengajukan Prabowo sebagai capres dan memilih bekerjasama dengan PDIP.
Yang seru, proses bercerainya PPP dan Gerindra ketika itu dianggap tidak mulus. Masalahnya, Prabowo dikabarkan sudah menggelontorkan dana puluhan miliar rupiah kepada SDA. Sang Ketua Umum PPP itu berubah pikiran karena ternyata SBY menjanjikan dana lebih besar. Karena pembelokan ini, Prabowo marah besar.
Akibatnya, ketika SDA khusus datang untuk menyatakan perubahan sikap partai sembari mengembalikan uang yang sudah dikeluarkan Prabowo, kabarnya SDA sampai ditimpuk oleh handphone oleh si mantan komandan Kopassus yang terkenal pemberang itu.
Memang cerita terakhir itu tidak datang dari Prabowo atau SDA sendiri. Namun kalaupun bagian itu tidak benar, yang pasti terjadi saat itu adalah PPP semula akan mendukung Gerindra tapi kemudian berubah pikiran dan pndah ke gerbong Demokrat.
Sekarang PPP kembali mendekat ke Prabowo. Langkah ini jelas bukan atas dasar alasan ideologis dan hanya minimal terkait dengan peluang memperoleh kekuasaan. Yang lebih mungkin adalah, kembali, soal uang. (AA)
sumber
No comment deh, kalau udah urusan sogok menyogok...

0
2.5K
Kutip
35
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan