diwandihardjoAvatar border
TS
diwandihardjo
19 Janji PKI di Pemilu 1955
19 Janji PKI di Pemilu 1955 yang Diperjuangkan Sampai Mati Setelah Pemilu
"Mentjoblos Palu Arit Berarti Memilih PKI | Apa Artinja Djika Saudara Memilih PKI?"


Spoiler for no repost:


Headline itu 28 September itu begitu mencolok. Juga di sisi kanannya ada logo PKI yang sangat besar. PKI memang memasang headline ini sebagai cara agar kadernya mengawasi kerja para elite-nya untuk memperjuangkan mati-matian apa yang sudah dijanjikan. Untuk membela soal budaya habis-habisan agar berada dalam poros yang sama dengan ekonomi-politik, saya sudah menuliskannya di buku Trilogi Lekra Tak Membakar Buku.

Dalam konteks Pemilu, jika PKI itu mengatakan membela petani, mereka memasang caleg dari petani atau orang yang tahu betul bagaimana bekerja membela para petani. Dan ini mereka buktikan dengan perjuangan mengawal praktik UU Pokok Agraria (UUPA) dan UU Bagi Hasil.

Jadi, bukan omong-kosong. Membela petani, tapi caleg yang dipasang artis syuuur yang berpose di sawah bersama petani di Jawa Barat. Dalam kenyataan sehari-hari kerja politik PKI, fenomena seperti itu tak ditemukan. Jika ada, pasti ditindak.

Begitu juga kalau membela tentara/prajurit miskin, nelayan, intelejensia, buruh, pemuda, seniman, sastrawan, perempuan, pengusaha kecil/nasional, dan sebagainya.

Mau tahu ke-19 janji PKI yang diperjuangkannya paska Pemilu? Ini janji-janji itu:

Quote:


Ke-19 poin itu diperjuangkan PKI habis-habisan. Ada yang berhasil, ada yang tidak. Misalnya, poin 10: "Bagi kaum agama, memilih PKI berarti djaminan kebebasan beragama" anggota dewan fraksi PKI perjuangkan betul melawan jago podium dari Masjumi saat debat konstituante di Gedung Merdeka, Bandung. Alasan PKI, jika sila pertama adalah kebebasan beragama, maka penganut kepercayaan yang merupakan agama pribumi itu mendapatkan perlindungan dari konstitusi. Walaupun getol, toh PKI "berdamai" dengan PNI dan Presiden Sukarno dengan menerima sila pertama sesuai dengan teks lama di UUD 1945.

Ya ya, PKI ini mati-matian menjalankan janji mereka. Ya, sampai mati benaran. Bukan sekadar bubar, tapi para kader dan pendukung ideologinya ("orang-orang non partai") yang habis-habisan bertarung di Pemilu 1955 itu sepuluh tahun kemudian disembelih, disiksa, dipenjara, dibuang. Mereka bawa mati janjinya dalam pengertiannya yang denotatif.

Selamat Hari Raya Politik! Njoto, di editorial Harian Rakjat di hari pencoblosan 29 september 1955, memang menyebut hari itu adalah "Hari Raya". Libur nasional, ya!

Spoiler for sumur:
Diubah oleh diwandihardjo 19-04-2014 09:14
0
26.1K
308
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan