Kaskus

News

dove79Avatar border
TS
dove79
(Day of Future Past) 5 bulan sebelum Mei 98 dan kondisi Indonesia sekarang
Kondisi terkini:

Wiranto : ketua partai rada kecil perolehannya,
Prabowo: berhasil mem brain wash generasi muda dengan play victim sewaktu 98 padahal dia aktor yang berusaha mencuri kekuasaan sewaktu 98 dan gagal, dan sekarang berusaha kembali berkolaborasi bersama kelompok kanan untuk mencapai tujuannya
Sofjan Wanandi: ketua Apindo: traumatik dulu diinterogerasi sama Syafrie Sjamsoeddin atas perintah Prabowo supaya keturunan Tionghoa bisa dikambing hitamkan oleh masyarakat atas hancurnya ekonomi sebelum Suharto jatuh..

Blast from the past: Dalam artikel ini kita bisa melihat licinnya Suharto berusaha menjaga kekuasaan dengan bertahta di atas konfik issue ekonomi politik dan agama...

Forwarded message:
From owner-indonesia-l@indopubs.comSun Jan 25 20:42:14 1998
Date: Sun, 25 Jan 1998 18:33:48 -0700 (MST)
Message-Id: <199801260133.SAA29227@indopubs.com>
To: indonesia-l@indopubs.com
From: apakabar@clark.net
Subject: [INDONESIA-L] Latarbelakang "Bom PRD" dan Diinterogasinya Sofyan Wanandi
Sender: owner-indonesia-l@indopubs.com

Subject: LATARBELAKANG "'BOM PRD" DAN DIINTEROGASINYA SOFYAN WANANDI
Date: Sat, 24 Jan 1998 22:19:47
To: apakabar@clark.net

LATARBELAKANG "'BOM PRD" DAN DIINTEROGASINYA SOFYAN WANANDI
oleh: Rizal Sukmanto dan Abdullah Mapisaeng.

Percobaan merakit bom kecil yang menimbulkan ledakan di sebuah rumah susun
Tanah Abang, Jakarta pekan lalu, ternyata menimbulkan ekor panjang. Bom
itu sendiri oleh polisi diduga hanya untuk menimbulkan kekacauan, bukan
pengrusakan berat. Tetapi pihak keamanan cenderung memandang persoalnnya
lebih serius. Pangdam Jaya Mayjen Syafrie Syamsuddin mengatakan bahwa
pelakuknya dapat diancam hukuman mati.

Senin 26 Januari ini seorang pengusaha bekas aktivis 1966, Sofyan Wanandi,
dipanggil Bakostranasda Jakarta untuk dimintai keterangan. Menurutsebuah
sumber, di dalam rumah susun itu ditemukan sebuah pesan e-mail ke para
aktivis PRD yang menyebut hubungan Sofyan Wanandi, lembaga CSIS dan pendanaan.

Pesan e-mail itu menyatakan bahwa aktivis PRD sedang menunggu dana dari
Asia Watch, sebuah lembaga hak asasi manusia di AS, dan karena dana itu
tidak datang juga, dinyatakan bahwa lebih baik tidak usah ditunggu lebih
lama, dan lebih baik menantikan dana dari Sofyan Wanandi dan CSIS.

PERAN CSIS

Sofyan Wanandi adalah bekas aktivis 1966, bekas tokoh PMKRI dan
CSIS adalah lembaga pengkajian straegi yang pendirinya adalah Letjen Ali
Moertopo dan Mayjen Soedjono Hoemardani (keduanya sudah mendiang). Didukung
penuh oleh para cendekiawan , CSISn
dianggap sebagai "think-tank" yang sangat berpengaruh kepada pemerintah di
masa lalu, dengan bias yang mencurigai kekuatan kanan yang
dianggap beroposisi kepada pemerintahan Soeharto. Peran mereka tampak
menonjol di periode permulaan Golkar bermaksud menjadi pemegang mayoritas
tunggal di DPR dan MPR. Ali Moertopo, yang juga Ketua Opsus (Operasi
Khusus) dan pembantu terpercaya Presiden Soeharto, dengan bantuan CSIS
mensukseskan target ini.

Juga menonjol peran mereka di bulan Januari 1974, menjelang dan sesudah
"Peristiwa Malari" . Peristiwa yang diwarnai oleh demonstrasi besar dan
pembakaran mobil itu oleh beberapa analis dianggap sebagai bagian dari
konflik antara Pangkopkamtib waktu itu, Jend. Sumitro dan Ketua Bakin
Letjen Sutopo Yuwono, dengan kubu Ali Moertopo. Mereka berebut pengaruh
siapa yang paling dekat dengan Presiden Soeharto. Pihak Sumitro
menggunakan siasat provokasi dan penggalangan ke kalangan mahasiswa UI,
dengan menggunakan isyu anti modal Jepang dan anti "Aspri" (asisten pribadi
Presiden) yang dekat dengan Jepang, yaiotu Soedjono Hoemardani dan Ali Moertopo.

Terpojok, pihak Ali Moertopo kemudian menggunakan sebuah organisasi Islam,
bernama Guppi. Demonstrasi besar-besaran mahasiswa tanggal 15 Januari
kemudian ditunggangi oleh gerakan Guppi dan pembakaran serta pengrusakan
terjadi di Jakarta. Jend. Sumitro dan Letjen Sutopo Yuwono tidak bisa
menguasai keadaan dan bahkan dituduh oleh Ali Moertopo mau "melakukan
kudeta". Akibatnya Sumitro jatuh dari kekuasaan. Untuk lebih meyakinkan,
Ali Moertopo mengeluarkan teori bahwa di belakang "Peristiwa Malari" itu
ada gerakan "Masyumi dan PSI". Masyumi adalah partai Islam terbesar
sebelum dibubarkan oleh Bung Karno dan PSI adalah Partai Sosialis kecil
yang dipimpin oleh sejumlah cendekiawan. Menarik, bahwa kedua partai yang
musuh PKI ini oleh pemerintahan Orde Baru tetap dianggap sebagai lawan yang
berbahaya. Sebuah buku putih dikeluarkan untuk mempropagandakan "teori
komplotan" ini, dan sejumlah besar orang yang dianggap dekat dengan Masyumi
dan PSI ditangkap. Setalah dua tahun disekap, mereka kemudian dilepas
tanpa diadili.

Tetapi setelah "Malari", kekuasaan Ali Moertopo tampak sangat merosot. Ia
yang dibisikkan sebagai calon pengganti Soeharto, kemudian ternyata oleh
Soeharto dijadikan Menteri Penerangan. Ali Moertopo sangat kecewa, dan
meninggal oleh serangan jantung. CSIS sejak itu juga merosot pengaruhnya.
Ketika Benny Moerdani menjadi Pangab, posisi mereka terangkat kembali
sedikit di mata orang luar. Meskipun sebenarnya Benny Moerdani lebih
mengandalkan aparat intelnya sendiri untuk operasi, dan CSIS dipakainya
buat hubungan ke luar negeri. Ketika Benny Moerdani dicopot, dan bahkan
dianggap memusuhi Soeharto, CSIS semakin jauh dari sumber kekuasaan.
Dana-dana yang diperolehnya dari konglomerat, misalnya Liem Soei Liong,
mulai menipis. Beaya overhead dari lembaga non-profit ini kini disangga
oleh Sofyan Wanandi. Kegiatan CSIS berkurang dan tokoh-tokohnya, Daoed
Joesoef, bekas Mendikbud, Harry Tjan dan Jusuf Wanandi (kakak Sofyan)
semakin tidak kelihatan di muka umum. Umur mereka bertambah tua (Daoed
Joesoef sudah 70 tahun lebih) dan agak terisolir dari gerakan di luar. Di
antara pengurus mereka juga ada banyak konflik. Oleh kalangan Islam mereka
dicurigai dan bahkan tidak disukai oleh kalangan Katolik sendiri, termasuk
para pastur terkenal, misalnya Romo Mangunwijaya dan Sandyawan dan Mudji
Sutrisno. Ada juga yang masih ingat bagaimana CSIS dulu mendukung
mati-matian rezim Orde Baru dan bahkan menggunakan fitnah. Tetapi oleh
sementara kalangan akademisi Jakarta CSIS dianggap masih punya sumbangan
penting, yakni penelitian dan perpustakaannya.

Sikap CSIS juga semakin menjauhi pemerintah Soeharto. Juga ada usaha
sporadios CSIS mendekati gerakan pro-demokrasi. Tetapi Sofyan Wanandi
tetap dekat dengan Ketua PDI yang didukung Pemerintah, Soerjadi, dan dekat
dengan kalangan AD, karena ia pernah menjalankan bisnis mereka. Sofyan
juga dekat dengan KSAD Letjen Wiranto. Dalam krisis ekonomi sekarang,
dipastikan dana CSIS semakin menciut.

PERAN PRD

Semenjak Budiman Soedjatmiko dipenjarakan, PRD dipimpin oleh tokoh muda,
bekas ketua SMID, Andi Arief, yang juga bekas dosen UGM yang berasal dari
keluarga Islam Palembang. PRD di bawah tanah ini masih bersemangat, tetapi
kekuatannya semakin terbatas. Andi Arief sendiri kini menderita sakit dan
bersembunyi. PRD di akhir Agustus yang lalu mengeluarkan statemen yang
menganjurkan perlawanan bersenjata, tetapi oleh kalangan gerakan
pro-demokrasi tidak ditanggapi dengan serius. Kalangan pro-demokrasi
umumnya bersimpati kepada PRD, tetapi ada yang menganggap PRD kurang mau
bekerja sama dan melebur dalam gerakan yang lain. PRD "selalu main klaim",
kata seorang aktivis, "seakan-akan mereka yang paling jago". Tetapi ada
yang mengatakan bahwa baik Budiman dan Andi Arief sellau mengadakan
pendekatan kepada gerakan pro-demokrasi yang lain. Misalnya ke kalangan
PDI, dan malah juga ke kalangan Amien Rais, dan kalangan cendekiawan yang
tidak punya massa, misalnya bekas Pemred Tempo Goenawan Mohamad.

Piha-pihak yang dekat dengan PRD belum mau menjawab secara tegas apakah
usaha perakitan bom yang meledak di Tanah Abang itu merupakan usaha PRD.
Bambang Sudjatmiko sudah mengeluarkan bantahan. Tetapi ada kemungkinan
bahwa kepemimpinan Budiman sudah hanya bersifat sebagai simbul, dan tidak
bersifat operasional. Andi Arief sendiri belum kedengaran pernyataannya.
Ditangkapnya seorang yang bernama Agus, setelah ledakan di rumah susun itu,
mungkin dapat mengungkap lebih jauh. "Agus" sendiri tidak dikenal sebagai
anggota PRD lama.

Luas dugaan bahwa ledakan bom kecil itu merupakan rekayasa pihak ABRI.
Akan tetapi dari dokumen yang diketemukan, tampaknya dugaan ini tidak
benar. Kamar rumah susun itu memang tampak sebagai tempat persembunyian
pimpinan PRD. Tetapi adanya pesan e-mail yang menghubungkan PRD dengan
Sofyan Wanandi diduga merupakan "tambahan" dari pihak keamanan. Atau ada
orang yang mengaku mengatas-namakan PRD kepada Sofyan Wanandi atau
mengatasnamakan Sofyan Wanandi ke kalangan PRD. "Orang-orang PRD sangat
alergi kepada CSIS", kata seorang aktivis yang bersimpati kepada PRD.

Ada yang dugaan bahwa perakitan bom itu memang hasil rencana pemegang
komando PRD yang di belakang Andi Arief. Tokohnya adalah Daniel
Indrakusuma. Dalam temuan polisi di rumah susun Tanah Abang yang sial itu,
ditemukan paspor atas nama Daniel. Pemuda berumur akhir 30-an ini punya
hubungan dengan seorang akademisi sayap kiri Australia, Max Lane, yang
selama ini sangat mendukung PRD, dan punya hubungan luas dengan sisa-sisa
gerakan kiri di Eropa. Max Lane ini diketahui sebagai sumber pendanaan
utama dari PRD. Daniel sendiri seorang yang misterius, dan mempunyai daya
tarik karena sifat misteriusnya ini. Ia mengklaim bahwa ayahnya seorang
PKI yang dibunuh ABRI, meskipun seorang anggota keluarga Daniel menganggap
cerita ini termasuk "dongeng Daniel". Ia diketahui pernah ikut latihan
dengan gerakan komunis Filipina. Meskipun sebuah sumber mangatakan bahwa
latihan itu tidak termasuk latihan perang gerilya kota, dan "lebh merupakan
perkenalan dengan cara kerja gerilya komunis Filipina". Beberapa bekas
anggota PKI menganggap tindakan Daniel hanya petualangan "penyakit
kekiri-kirian".

Seorang ahli gerakan di bawah tanah menganggap bahwa rencana di rumah susun
Tanah Abang itu memang bagian dari rencana terorisme, tetapi "masih sangat
amatir". Menurut sumber yang mengaku pernah berlatih di Timur Tengah dan
Eropa Timur ini, sebuah usaha terorisme harus dilakukan terpisah jauh dari
tempat yang memudahkan diketahuinya pimpinan gerakan politik. Dan jika
kalangan bawahtanah PRD melakukan hal ini, mereka melakukan kekeliruan
besar karena mereka meninggalkan begitu saja dokumen-dokumen penting.



PERAN MAYJEN PRABOWO

Ketua Bangkostranasda Jaya, Mayjen Syafrie, diketahui sebagai teman dekat
dan tangan kanan Mayjen Prabowo, Dan Kopassus serta menantu Soeharto. Ada
dugaan di kalangan intelijen, bahwa Mayjen Syafrie bekerja sama mengikuti
skenario Prabowo, untuk menempatkan Sofyan Wanandi dan CSIS sebagai peserta
kejahatan subversif. Bukan rahasia lagi bahwa Prabowo menganggap CSIS
operator utama Benny Moerdani dalam rencana menjatuhkan Soeharto. Prabowo
mempunyai kebencian pribadi kepada Benny Moerdani, kabarnya karena sakit
hati di masa operasi Timor Timur dulu, ketika Benny masih Pangab.

Dengan memperbesar soal "hubungan PRD-CSIS" ini Prabowo juga dapat
mendapatkan dukungan dari kalangan Islam. Jenderal ini berpendapat, bahwa
untuk menguasai Indonesia, seseorang harus dapat dukungan Islam dan ABRI.
Prabowo, anak Begawan Ekonomi Sumitro Djojohadikusumo, datang dari bukan
keluarga santri. Bahkan ibundanya seorang pengikut Kristen, demikian juga
saudaranya. Iparnya, Gubernur Bank Indonesia Sudradjat Djiwandono, seorang
Katolik dan adik dari Sudjati Djiwandono, tokoh CSIS.

Akan tetapi ia tidak segan-segan selalu menyebut tentang perjuangan Islam,
dan ia menggunakan bantuan intelektuil Islam seperti Dr. Din Syamsuddin
(bekas IPNU yang kemudian loncat ke Muhammadiyah, dan kini memusuhi Amien
Rais) serta cendekiawan muda Drs. Fadlizon, lulusan UI yang dianggap
"promising". Ia juga menjalin hubungan dengan Dewan Da'wah Islammyah. Di
kalangan ini disebarkan skenario, bahwa dalam krisis ekonomi sekarang,
kalangan non-Islam ingin menggunakan krisis untuk menjatuhkan mertua
Prabowo, Soeharto. Dikatakan bahwa kalangan non-Islam mendukung Try
Sutrisno, dan anti paduan Soeharto-Habibie. Majalah "Media Dakwah" yang
dengan tajam selalu menyerang kalangan non-Islam dan bahkan juga kalangan
Islam seperti Nurcholish Madjid, baru-baru ini menyerang Try Sutrisno.

Kalangan non-Islam memang akhir-akhir ini melihat Try Sutrisno sebagai
alternatif yang baik bagi mereka. Tetapi tidak jelas, apakah dukungan ini
sudah disertai tindakan subversif. Di kalangan masyarakat luas sendiri Try
Sutrisno tidak populer. Lebih populer adalah Megawati dan Amien Rais
sebagai pemimpin alternaitf. Bagi kalangan luas yang tidak puas, siapa
saja yang jauh dari Soeharto didukung kuat. Bahkan Gus Dur menjadi kurang
populer setelah dia dekat dengan Mbak Tutut.

Prabowo dan keluarga Cendana serta Probosutedjo sementara itu ingin agar
sikap antipati rakyat kepada Soeharto dan keserakahan keluarganya dapat
digemboskan. Caranya dengan membangkitkan semangat anti-Cina dan anti-asing
dan anti-Barat dengan dukungan kalangan Islam, dan menggambarkan bahwa
krisis ekonomi sekarang bukan karena korupsi, kolusi dan nepotisme
Soeharto, melainkan karena persekongkolan jahat antara CSIS (Katolik-Cina)
dan IMF (Barat) untuk tujuan politik. Tommy Soeharto pernah menuduh IMF
sebagai "neo-kolonialis", dan orang-orang dekat Probosutedjo menyebut IMF
sebagai "kafir".

Bahkan menurut sebuah sumber di majalah Gatra ( majalah ICMI pro pemerintah), ada dokumen yang disiapkan
intel Kopassus yang menyebutkan kaitan kegiatan subversif Sofyan Wanandi
dengan Gubernur Bank Indonesia Sudradjat Djiwandono dan Menkeu Mar'ie
Muhammad. Beberapa waktu yang lalu, ketika 16 bank ditutup, memang ada
selebaran di internet bahwa Sudradjat yang Katolik punya hubugan dengan
CSIS dan Mar'ie punya hubungan dengan Sofyan Wanandi. Selebaran itu
memuji-muji putra Presiden Bambang Trihatrmojo. Dugaan keras, penyusunnya
adalah tangan sewaan Mayjen Prabowo. Bahwa Prabowo tidak segan-segan
mengkaitkan Sudradjat, iparnya sendiri, dengan komplotan jahat, memang
masih misterius. Mungkin ini untuk menghapuskan jejak, dan menunjukkan
bahwa dokumen itu tidak palsu.


APA YANG AKAN TERJADI?

Jika disimak kabar-kabar dari tanah air, maka tampaknya yang akan terjadi
adalah kerusuhan anti-Cina. Kemudian dicampur dengan kerusuhan anti-Barat,
dalam hal ini anti-Amerika (IMF). Setelah itu, ABRI akan bertindak.
Beberapa tokoh akan ditangkap, dan Soeharto akan mengumumkan amandemen
dalam paket IMF, "untuk memenuhi kehendak rakyat". Sebuah kabinet baru
yang tanpa Mari'ie Muhammad yang sudah dideskreditkan itu akan dibentuk.
Pengganti Mar'ie mungkin sekali Fouad Bawazir, yang kini sudah dapat
kedudukan penting di Dewan Ketahahan Ekonomi sebagai wakil Sekjen. Fouad
Bawazir, yang menikmati jabatannya sebagai Dirjen Pajak dengan memiliki
rumah mewah di Washington DC, adalah orang kepercayaan keluarga Cendana.
Sebagai Pangab tentu saja Letjen Wiranto, dan Pangkostrad Mayjen Prabowo.
Dan Kopassus akan di tangan Mayjen Syafrie Syamsuddin.

Diperhitungkan usaha selanjutnya untuk menolak Soeharto sebagai presiden
akan gagal, dan pelbagai organisasi akan menyatakan dukungan kepada
Presiden Soeharto.

Yang belum diketahui bagaimana keadaan ekonomi setelah itu. Kemungkinan
bahwa pasar uang akan bereaksi negatif dan krisis ekonomi akan berlanjst
terus. Amerika dan Jepang akan terus mencoba membantu Indonesia, karena
guncangan di sana berkaibat buruk bagi perekonimian Asia dan dunia, tetapi
IMF akan dianggap gagal total. Tampaknya penderitaan rakyat Indonesia akan
belangsung lama, dan bisa lebih lama dari masa Ekonomi Terpimpin
(1958-1966). Teman-teman di tanahair harus siap menghadapi ini.


http://www.minihub.org/siarlist/msg00348.html
0
2.7K
10
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan