- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Pak Jokowi Kok Tak Lapor Ke KPK Soal Penggelembungan Anggaran Seperti Bas Metallica?


TS
panastak.
Pak Jokowi Kok Tak Lapor Ke KPK Soal Penggelembungan Anggaran Seperti Bas Metallica?
JAKARTA, KOMPAS.com — Pernyataan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo yang mengatakan tidak akan membawa temuan dugaan penggelembungan dana di Dinas Pendidikan ke ranah hukum karena korupsi belum terjadi menuai kritik. Argumentasi Jokowi, nilai penggelembungan Rp 700 miliar belum digunakan.
"Jokowi tidak berhak menyimpulkan belum ada tindakan korupsi. Kalau dia melakukannya, itu sangat salah. Itu kan bukan otoritas dia. Yang boleh menyimpulkan itu korupsi atau tidak hanya lembaga penegak hukum," kata Ketua Forum Warga Kota Jakarta (Fakta) Azas Tigor Nainggolan kepada Kompas.com, Kamis (17/4/2014).
Tigor menyarankan Jokowi melakukan konsultasi atas temuan tersebut kepada lembaga penegak hukum, seperti Komisi Pemberantasan Korupsi atau Kejaksaan Agung. Pernyataan ini pun, kata dia, mengundang pertanyaan lain.
"Harusnya dia konsultasi ke penegak hukum. Boleh KPK, boleh kejaksaan. Tapi, lebih bagus KPK sih. Nerima bas Metallica sama kacamata Lorenzo saja dia konsultasi kok. Pokoknya jangan terkesan dia mau melindungi anak buahnya yang mau korupsi," ujar Tigor.
Sebelumnya diberitakan, Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta Lasro Marbun mengatakan menerima data dari Indonesian Corruption Watch (ICW) tentang adanya dugaan penyimpangan dari penggunaan pos anggaran berlipat di APBD 2014 dengan nilai mencapai Rp 700 miliar.
Sebagai langkah antisipatif, Lasro memerintahkan timnya untuk melaksanakan sensus sekolah. Sensus itu menginventarisasi kebutuhan sebuah sekolah. Setelah itu, dia akan membandingkannya dengan perencanaan anggaran yang masuk. Jika ada yang tidak sesuai, kepala sekolah akan dipanggil. "Ini untuk APBD 2015. Kita harus begini supaya lebih baik lagi," ujarnya.
Menanggapi hal tersebut, Jokowi mengatakan tidak akan membawa temuan tersebut ke penegak hukum. Ia beralasan, "anggaran itu belum digunakan" dan anggaran tersebut juga telah dikunci agar tidak terpakai. "Kalau itu sudah digunakan, baru ke hukum," kata Jokowi di Hotel Bidakara, Tebet, Jakarta Selatan, Minggu (13/4/2014).
KPK Tantang Jokowi Laporkan Praktik Korupsi di Disdik DKI
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merespon hasil kajian Indonesian Corruption Watch (ICW) atas kasus dugaan mark up dan dublikasi anggaran di Dinas Pendidikan DKI Jakarta.
Juru bicara KPK, Johan Budi, menyatakan sebaiknya Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo (Jokowi), melaporkan kasus tersebut ke lembaganya untuk diusut.
"Menghimbau agar Gubernur DKI melaporkan kalau ada dugaan korupsi di level bawahnya kepada penegak hukum," kata dia dalam pesan singkat, Rabu (16/4/2014).
Sebelumnya, ICW menemukan duplikasi anggaran sebesar Rp700 miliar dan mark up anggaran sebesar Rp500 miliar di Dinas Pendidikan DKI Jakarta. Meski di sana ada indikasi korupsi, Jokowi selaku Gubernur DKI Jakarta justru enggan menyerahkan kasus ini ke ranah hukum, padahal di sana ada indikasi korupsi.
Menurut Koordinator Divisi Monitoring Pelayanan Publik, Febri Hendri, mark up dan duplikasi tersebut berada dalam APBD DKI Jakarta 2014 yang sudah disahkan oleh DPRD DKI Jakarta dan Pemerintah DKI Jakarta. Febri menilai ada kemungkinan terjadi suap menyuap antara DPRD DKI dan oknum PNS untuk meloloskan mata anggaran yang terindikasi mark up dan duplikasi.

berita
belakangan makin banyak panasbung
ICW jadi panasbung
Fakta jadi panasbung
FITRA jadi panasbung
KPK jadi panasbung
bahkan ITB ikutan jadi panasbung
"Jokowi tidak berhak menyimpulkan belum ada tindakan korupsi. Kalau dia melakukannya, itu sangat salah. Itu kan bukan otoritas dia. Yang boleh menyimpulkan itu korupsi atau tidak hanya lembaga penegak hukum," kata Ketua Forum Warga Kota Jakarta (Fakta) Azas Tigor Nainggolan kepada Kompas.com, Kamis (17/4/2014).
Tigor menyarankan Jokowi melakukan konsultasi atas temuan tersebut kepada lembaga penegak hukum, seperti Komisi Pemberantasan Korupsi atau Kejaksaan Agung. Pernyataan ini pun, kata dia, mengundang pertanyaan lain.
"Harusnya dia konsultasi ke penegak hukum. Boleh KPK, boleh kejaksaan. Tapi, lebih bagus KPK sih. Nerima bas Metallica sama kacamata Lorenzo saja dia konsultasi kok. Pokoknya jangan terkesan dia mau melindungi anak buahnya yang mau korupsi," ujar Tigor.
Sebelumnya diberitakan, Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta Lasro Marbun mengatakan menerima data dari Indonesian Corruption Watch (ICW) tentang adanya dugaan penyimpangan dari penggunaan pos anggaran berlipat di APBD 2014 dengan nilai mencapai Rp 700 miliar.
Sebagai langkah antisipatif, Lasro memerintahkan timnya untuk melaksanakan sensus sekolah. Sensus itu menginventarisasi kebutuhan sebuah sekolah. Setelah itu, dia akan membandingkannya dengan perencanaan anggaran yang masuk. Jika ada yang tidak sesuai, kepala sekolah akan dipanggil. "Ini untuk APBD 2015. Kita harus begini supaya lebih baik lagi," ujarnya.
Menanggapi hal tersebut, Jokowi mengatakan tidak akan membawa temuan tersebut ke penegak hukum. Ia beralasan, "anggaran itu belum digunakan" dan anggaran tersebut juga telah dikunci agar tidak terpakai. "Kalau itu sudah digunakan, baru ke hukum," kata Jokowi di Hotel Bidakara, Tebet, Jakarta Selatan, Minggu (13/4/2014).
KPK Tantang Jokowi Laporkan Praktik Korupsi di Disdik DKI
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merespon hasil kajian Indonesian Corruption Watch (ICW) atas kasus dugaan mark up dan dublikasi anggaran di Dinas Pendidikan DKI Jakarta.
Juru bicara KPK, Johan Budi, menyatakan sebaiknya Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo (Jokowi), melaporkan kasus tersebut ke lembaganya untuk diusut.
"Menghimbau agar Gubernur DKI melaporkan kalau ada dugaan korupsi di level bawahnya kepada penegak hukum," kata dia dalam pesan singkat, Rabu (16/4/2014).
Sebelumnya, ICW menemukan duplikasi anggaran sebesar Rp700 miliar dan mark up anggaran sebesar Rp500 miliar di Dinas Pendidikan DKI Jakarta. Meski di sana ada indikasi korupsi, Jokowi selaku Gubernur DKI Jakarta justru enggan menyerahkan kasus ini ke ranah hukum, padahal di sana ada indikasi korupsi.
Menurut Koordinator Divisi Monitoring Pelayanan Publik, Febri Hendri, mark up dan duplikasi tersebut berada dalam APBD DKI Jakarta 2014 yang sudah disahkan oleh DPRD DKI Jakarta dan Pemerintah DKI Jakarta. Febri menilai ada kemungkinan terjadi suap menyuap antara DPRD DKI dan oknum PNS untuk meloloskan mata anggaran yang terindikasi mark up dan duplikasi.

berita

belakangan makin banyak panasbung

ICW jadi panasbung

Fakta jadi panasbung

FITRA jadi panasbung

KPK jadi panasbung

bahkan ITB ikutan jadi panasbung

0
1.9K
23


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan