- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Yes Indonesia Berjaya HAHAHAHAHAH


TS
happykitagamers
Yes Indonesia Berjaya HAHAHAHAHAH
wkwkwkwk nentuin WAPRES aja ke negara lain, heloooooooo kapan bisa berdiri sendiri kalo nentuin pasangan buat mimpin aja masih nannya negara lain. ADUHHHH memang kalo mainan ya tetep mainan.
wkkwkwwk aset apa lagi nnti yg akan di rencanakan di jual ato di kelola negara lain bila bnr menjadi RI 1

Spoiler for KWKWWK:
JAKARTA, PedomanNEWS - Calon Presiden dari Paratia Demokrasi Indonesia Perjuangan Joko "Jokowi" Widodo bersama sang Ketua Umum Megawati Soekarnoputri, dikabarkan malam tadi bertemu dengan Duta Besar Amerika Serikat (AS) yang baru, Robert O Blacke. Pertemuan tersebut dilakukan di rumah salah seorang pengusaha yakni Jacob Soetojo yang berada di Jalan Sircon No 73, Permata Hijau Jakarta Selatan.
Menurut Pengamat Politik Universitas Jayabaya Igor Dirgantara, meyakini pertemuan tersebut untuk membahas figur Calon waakil presiden yang akan disandingkan dengan Jokowi serta kepentingan Pemilu 2014 seperti yang diberitakan oleh beberapa media massa, maka hal tersebut adalah bentuk besarnya kepentingan AS untuk mendikte pemimpin Indonesia yang baru.
"Biasanya AS akan menanamkan dukungan dan pengaruh baik terhadap figur atau arah kebijakannya. Ini bentuk pendiktean AS terhadap Indonesia akan posisi strategisnya terhadap dinamika masa depan kawasan Asia Tenggara," ujar Igor di Jakarta, Selasa (15/4).
Igor menjelaskan, wujud nyata kepentingan AS dalam menguasai perekonomian dan Sumber Daya Alam (SDA) Indonesia sebetulnya telah terungkap dari kasus terbongkarnya penyadapan AS dan kebocaran kawat diplomatik AS oleh Edward Snowden. Karena itu, bukan AS namanya jika tidak punya agenda Politik ekonomi.
"Wacana 'capres boneka' bukan sesuatu yang mustahil buat Jokowi dalam upaya mencari dukungan negara besar dalam pencapresannya tahun ini," tandasnya.
Karena itu Igor menjelaskan, sangat berbahaya jika Indonesia masuk orbit hegemoni AS mengingat perseteruannya dengan Cina dalam kasus Laut China Selatan, yang juga melibatkan negara anggota ASEAN lainnya seperti Filipina dan Vietnam.
"AS gemar mengunjungi negara yang dianggap sekutunya untuk mendukung politik anti Suriah dan Iran. Padahal Indonesia menganut politik bebas dan aktif dari campur tangan negara besar," pungkas Igor.
Selain itu, kata Igor, AS kini gencar mempropagandakan Trans Pacific Partnership (TPP) dan ingin memasukan Indonesia sebagai anggotanya, seperti Malaysia, Singapura, dan Thailand. "Tetapi semua perdagangan bebas regional selalu berdampak negatif bagi Indonesia," sebutnya.
Karena itu, menurutnya bangsa Indonesia perlu mewaspadai dengan apa yang sekarang ini terjadi di Ukraina akibat campur tangan AS. Isu besar dibalik jatuhnya Presiden Yanukovich sebenarnya adalah pertarungan penguasaan energi global antara kelompok negara TPP yang diusung AS melawan negara-negara yang tergabung dalam BRICS yang dimotori Cina dan Rusia.
"AS senantiasa punya manuver politik mematikan bagi negara yang kaya sumber daya Alam tapi tidak pro-Washington," ucap Igor.
Belum lagi menurutnya jika itu dikaitkan dengan adanya kepentingan korperasi besar AS seperti kontrak Freport di Papua, Newmont dan lainnya. Karena, AS ingin agar Asia Tenggara lebih membuka akses perdagangannya demi memulihkan kembali perekonomiannya yang terpuruk akibat krisis. "Semua Masalah tersebut bisa berdampak terhadap kedaulatan wilayah NKRI. Kepentingan AS lainnya di Indonesia adalah Modernisasi Kedubes AS di Jakarta yang menelan biaya 4,2 triliun," imbuhnya.
Igor juga mengingatkan, bahwa AS selalu memonitor Indonesia sejak dulu dan menjadikan isu HAM, demokrasi, dan terorisme sebagai instrumen dasarnya untuk campur tangan urusan dalam negeri.
"Karena itu akan selalu akan ada rasa curiga dan sentimen negatif terhadap AS dari masyarakat Indonesia dalam hubungan kedua negara. Begitu juga terhadap Jokowi nantinya," tutupnya.
Menurut Pengamat Politik Universitas Jayabaya Igor Dirgantara, meyakini pertemuan tersebut untuk membahas figur Calon waakil presiden yang akan disandingkan dengan Jokowi serta kepentingan Pemilu 2014 seperti yang diberitakan oleh beberapa media massa, maka hal tersebut adalah bentuk besarnya kepentingan AS untuk mendikte pemimpin Indonesia yang baru.
"Biasanya AS akan menanamkan dukungan dan pengaruh baik terhadap figur atau arah kebijakannya. Ini bentuk pendiktean AS terhadap Indonesia akan posisi strategisnya terhadap dinamika masa depan kawasan Asia Tenggara," ujar Igor di Jakarta, Selasa (15/4).
Igor menjelaskan, wujud nyata kepentingan AS dalam menguasai perekonomian dan Sumber Daya Alam (SDA) Indonesia sebetulnya telah terungkap dari kasus terbongkarnya penyadapan AS dan kebocaran kawat diplomatik AS oleh Edward Snowden. Karena itu, bukan AS namanya jika tidak punya agenda Politik ekonomi.
"Wacana 'capres boneka' bukan sesuatu yang mustahil buat Jokowi dalam upaya mencari dukungan negara besar dalam pencapresannya tahun ini," tandasnya.
Karena itu Igor menjelaskan, sangat berbahaya jika Indonesia masuk orbit hegemoni AS mengingat perseteruannya dengan Cina dalam kasus Laut China Selatan, yang juga melibatkan negara anggota ASEAN lainnya seperti Filipina dan Vietnam.
"AS gemar mengunjungi negara yang dianggap sekutunya untuk mendukung politik anti Suriah dan Iran. Padahal Indonesia menganut politik bebas dan aktif dari campur tangan negara besar," pungkas Igor.
Selain itu, kata Igor, AS kini gencar mempropagandakan Trans Pacific Partnership (TPP) dan ingin memasukan Indonesia sebagai anggotanya, seperti Malaysia, Singapura, dan Thailand. "Tetapi semua perdagangan bebas regional selalu berdampak negatif bagi Indonesia," sebutnya.
Karena itu, menurutnya bangsa Indonesia perlu mewaspadai dengan apa yang sekarang ini terjadi di Ukraina akibat campur tangan AS. Isu besar dibalik jatuhnya Presiden Yanukovich sebenarnya adalah pertarungan penguasaan energi global antara kelompok negara TPP yang diusung AS melawan negara-negara yang tergabung dalam BRICS yang dimotori Cina dan Rusia.
"AS senantiasa punya manuver politik mematikan bagi negara yang kaya sumber daya Alam tapi tidak pro-Washington," ucap Igor.
Belum lagi menurutnya jika itu dikaitkan dengan adanya kepentingan korperasi besar AS seperti kontrak Freport di Papua, Newmont dan lainnya. Karena, AS ingin agar Asia Tenggara lebih membuka akses perdagangannya demi memulihkan kembali perekonomiannya yang terpuruk akibat krisis. "Semua Masalah tersebut bisa berdampak terhadap kedaulatan wilayah NKRI. Kepentingan AS lainnya di Indonesia adalah Modernisasi Kedubes AS di Jakarta yang menelan biaya 4,2 triliun," imbuhnya.
Igor juga mengingatkan, bahwa AS selalu memonitor Indonesia sejak dulu dan menjadikan isu HAM, demokrasi, dan terorisme sebagai instrumen dasarnya untuk campur tangan urusan dalam negeri.
"Karena itu akan selalu akan ada rasa curiga dan sentimen negatif terhadap AS dari masyarakat Indonesia dalam hubungan kedua negara. Begitu juga terhadap Jokowi nantinya," tutupnya.
wkkwkwwk aset apa lagi nnti yg akan di rencanakan di jual ato di kelola negara lain bila bnr menjadi RI 1


0
2.4K
Kutip
6
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan