Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

ton02Avatar border
TS
ton02
Pajak.....oh......pajak
Ada perasaan “nyesek” tiap kali liat slip gaji. Bukan karena jumlah gaji yang diterima belum sesuai harapan (hehe....), tapi karena besarnya nilai pajak yang harus dibayar. Ada perasaan tidak rela saat gaji harus dipotong untuk membayar pajak ini. Selain itu, saat kita belanja/ membeli sesuatu, akan dikenakan pajak lagi. Bahkan kalaupun kita tabung di bank, tetap saja masih dipajakin. Padahal kita belanja/ nabung dengan menggunakan uang yang sebelumnya sudah dipotong pajak juga. Sering timbul pertanyaan dalam hati, buat apa sih gunanya kita bayar pajak? Katanya, pajak ini berguna untuk membangun sekolah, membangun jalan, membiayai dana BOS, membiayai pelayanan kesehatan sampai membayar pegawai negeri sipil yang menjadi pelayan masyarakat. Namun muncul lagi pertanyaan yang berikutnya seputar kenapa banyak sekolah yang mau rubuh, jalan yang masih rusak dan berlubang, sekolah juga masih harus bayar dan masih banyak pungutan-pungutan oleh badan layanan masyarakat. Katanya, pajak juga berguna untuk kesejahteraan rakyat dan menjadikan indonesia negara maju. Namun sampai saat ini kita masih saja berpredikat negara berkembang. Lihat saja potret kemiskinan yang terjadi dimana2, pekerjaan semakin susah dicari, hidup semakin sulit. Menurut data pemerintah (data BPS september 2013), jumlah penduduk miskin di Indonesia saat ini mencapai 28,5 juta lebih (untuk detailnya, cek link ini: http://www.bps.go.id/tab_sub/view.ph...yek=23¬ab=1). Kalau dipresentasekan terhadap total penduduk, jumlah penduduk miskin berdasarkan data tersebut memang “hanya” 11,47%. Tapi kalau dilihat lebih detail, yang dianggap penduduk miskin oleh pemerintah saat ini berdasarkan data BPS tersebut adalah orang2 yang pendapatan per bulannya di bawah Rp 435.313, atau skitar 15 ribu rupiah sehari (paling tinggi adalah untuk provinsi kalimantan timur). Bayangkan, apa yang bisa didapatkan dengan uang 15 ribu sehari? Untuk makan secukupnya saja susah. Bukankah juga ada kebutuhan pokok lainnya yang harus dipenuhi seperti sandang dan papan? Bagaimana juga dengan kesehatan dan pendidikan? Jika saja batasan pendapatan penduduk miskin (menurut acuan pemerintah tersebut) dinaikkan ke angka yang lebih layak, maka jumlah penduduk miskin di Indonesia akan lebih dari 11, 47%.
Padahal pendapatan negara dari pajak ini sudah meningkat setiap tahunnya. Pada tahun 2007, tercatat pendapatan negara dari pajak skitar 490,9 triliyun rupiah. Lalu pada tahun 2013, pendapatan pajak sudah mencapai 1192,9 triliyun rupiah. (untuk detailnya cek link ini: http://www.anggaran.depkeu.go.id/dja...PBN%202013.pdf). Jadi dalam 6 tahun, terjadi kenaikan pajak sekitar 700 triliyun rupiah. Bandingkan dengan subsidi energi, dari tahun 2007 sampai 2013 “hanya” berfluktuasi dari angka 150-300 triliyun rupiah. Padahal setiap dikuranginya subsidi energi ini, selalu kita protes habis2an, karena dianggap menyengsarakan rakyat kecil. Harga2 barang yang lain ikut melambung tinggi seiring dengan kenaikan harga BBM. Padahal kenaikan pajak pun mempunyai efek yang hampir sama. Dengan naiknya pendapatan negara dari pajak tiap tahun, berarti semakin banyak orang/pengusaha/tenaga kerja dan barang yang “dipajakin”. Aturan tentang perpajakan semakin diperketat. Lalu, nilai barang atau tenaga kerja tentu juga semakin meningkat untuk mengkompensasi pembayaran pajak yang diperketat tersebut.
Dengan jumlah pendapatan pajak yang begitu besar, seharusnya memang banyak yang bisa dilakukan untuk kesejahteraan rakyat. Contoh sederhananya saja, kalau dihitung2, bila acuan pendapatan penduduk miskin menurut pemerintah digunakan (yaitu Rp 435.313), maka untuk mengatasi semua penduduk miskin di Indonesia dibutuhkan “hanya” sekitar 150 triliyun rupiah setahun. Jadi seharusnya dengan total pajak yang mencapai 1192,9 triliyun rupiah pada tahun 2013, merupakan hal yang gampang untuk bisa mengatasi semua penduduk miskin di Indonesia. Namun sepertinya uang pajak hanya dinikmati sebagian orang saja. Para pejabat dan petinggi negara ini berfoya-foya dengan berbagai fasilitas mewah dan gaji tinggi dari uang pajak. Bahkan itupun tidak cukup. Korupsi oleh pejabat dan petinggi negara sudah menjadi berita harian kita. Tidak banyak uang pajak yang sampai kepada masyarakat kelas bawah dari sekian banyak program yang dicanangkan.
Selain itu, perilaku ekonomi dan gaya hidup konsumtif sebagian besar masyarakat juga ikut memperburuk kondisi sosial dan perekonomian negara kita. Lihat saja, betapa gampangnya kita gonta ganti gadget, mobil keluaran terbaru laris manis di pasaran, belanja barang impor yang super mahal di mall, wisata ke luar negeri, sampai urusan makan dan minum di restorant dan cafe mewah dan berkelas (seperti sindirin dalam suatu iklan, beli segelas kopi yang harganya 40 ribu, demi gengsi dan gaya hidup, lalu minumnya dilama2in, padahal demi wi-fi gratis, hehe.....). Sedangkan pasar tradisional (dimana banyak petani dan pedagang kecil menggantungkan hidupnya disini) sepi. Alasannya kumuh dan tidak tertata. Pedagang2 makanan pinggir jalan sepi pelanggan karena pikiran kita diracuni dengan berbagai macam berita buruk, mulai dari tidak higienis, sampai mengandung bahan2 kimia berbahaya (boraks, formalin, dll). Barang-barang produksi dalam negeri (dimana banyak para buruh dan pekerja yang menggantungkan hidupnya disini) tidak banyak laku di pasaran. Alasannya karena kualitas yang dianggap jelek. Memberi uang pada pengemis dan pengamen di jalanan dilarang (malah sampai diterbitkan peraturan/UU). Masyarakat kelas menengah ke atas dgn starbucks di tangan kanan dan iphone di tangan kiri menjadi banyak yang tidak peduli kepada masyarakat sekitar.
Akibatnya, uang yang beredar tidak sampai pada masyarakat kelas bawah. Sebagian besar uang hanya beredar pada masyarakat kelas menengah ke atas, lalu berpindah ke negara asing. Lama kelamaan, uang kita yang beredar di dalam negeri berkurang. Pemerintah lalu mencetak uang baru. Logikanya, jika uang terus dicetak dan diedarkan, namun tidak sebanding dengan peningkatan nilai/produksi barang dan jasa dalam negeri, maka nilai uang itu sendiri akan berkurang dan terjadi inflasi. Mungkin ini lah salah satu yang menyebabkan melemahkan nilai mata uang kita terhadap mata uang negara lain. Saat ini mungkin kita masih tertolong dengan masih banyaknya SDA yang bisa kita jual dan tingkatkan nilainya. Bayangkan saja, bagaimana seandainya jika SDA tersebut suatu saat habis (seperti minyak bumi dan gas), lalu uang kita (yang bisa dikatakan surat utang yang diterbitkan negara) dikembalikan (baca: ditagihkan) ke kita oleh negara asing tersebut, mau dibayar pakai apalagi? Jadilah kita negara yang berhutang selamanya, miskin dan tidak pernah maju. Lingkaran setan ekonomi ini terus berlangsung. Kabanyakan dari kita hanya mengkritik dan menyalahkan pemerintah. Padahal secara tidak sadar, kita pun terlibat atas segala permasalahan sosial dan ekonomi yang terjadi.
Lalu apa yang bisa kita lakukan?
Dalam Islam dikenal adanya zakat, infaq dan sedekah. Melalui zakat, infaq dan sedekah, maka pendapatan dari masyarakat kelas menengah ke atas dapat terdistribusi sampai kepada masyarakat kelas bawah. Mungkin hanya masyarakat kelas bawah inilah yang belanja di pasar tradisional. Mungkin juga hanya merekalah yang belanja pada pedagang kecil pinggir jalan. Dengan terdistribusinya pendapatan melalui zakat, infaq dan sedekah kepada mereka, maka permintaan barang dan jasa kepada pasar tradisional dan pedagang pinggir jalan akan semakin meningkat. Mungkin saja dengan meningkatnya permintaan barang dan jasa ini, pedagang2 kecil ini bisa mengembangkan usahanya menjadi lebih layak dan baik. Mungkin juga dengan meningkatnya permintaan barang dan jasa ini, maka akan muncul peluang2 usaha penyediaan barang dan jasa baru bagi orang lain, termasuk bagi pengemis, pengangguran dan masyarakat kelas bawah yang menerima zakat, infaq dan sedekah sebelumnya. Lalu kemudian mungkin saja permintaan barang dan jasa pada industri kecil, menengah, bahkan besar pada berbagai sektor juga akan meningkat. Dengan meningkatnya permintaan barang dan jasa pada berbagai tingkatan dan sektor, maka setiap sektor dan tingkatan industri bisa mengembangkan usahanya dan kita bisa berharap suatu saat kualitas produk yang dihasilkan bisa bersaing dengan produk2 impor dan meningkatkan pendapatan dari ekspor barang2 tersebut. Mungkin saja nanti juga akan muncul peluang sektor usaha/ industri baru yang juga akan menyerap banyak tenaga kerja baru lagi.
Oleh karen itu, tidak perlu bersikap skeptis dan sinis terhadap pengemis ataupun fakir miskin lainnya bahwa uang yang kita berikan melalui zakat, infaq atau sedekah hanya akan membuat mereka malas dan tak mau berusaha. Karena mau bilang apalagi, tidak banyak pilihan akses ekonomi bagi mereka. Lapangan pekerjaan yang layak begitu susah dicari saat ini di negara ini. Setidaknya pikirkan saja bahwa kita memberikan uang bukan untuk mereka, tapi untuk membuka akses ekonomi bagi yang lainnya. Memang semakin banyaknya pengemis di jalanan bukan merupakan suatu budaya sosial yang baik juga. Agar budaya ini berkurang, maka kita juga harus melakukan pengelolaan zakat, infaq dan sedekah yang baik.
Tidak perlu takut juga kehabisan harta karena kita suka berzakat, infaq dan sedekah. Ilmu eksakta saja (yang kita pelajari di sekolah) menyatakan bahwa energi itu bersifat kekal, dia hanya berubah dari satu bentuk ke bentuk lainnya (Hukum Newton). Jadi jika harta yang kita dapatkan benar2 merupakan hasil usaha yang sudah kita lakukan, lalu kita berikan secara ikhlas untuk orang lain, maka entah bagaimana caranya dan darimana datangnya, harta tersebut akan kembali ke kita. Bahkan ada juga yang mengatakan bahwa jika kita memberikan secara ikhlas, kita juga mengeluarkan energi positif. Sesuai hukum kekekalan energi tersebut, energi positif yang kita keluarkan ini juga akan kembali ke kita, dalam bentuk yang tidak kita duga juga. Bisa jadi dalam bentuk harta yang berlipat2 juga. Makanya tidak heran ada orang yang sering zakat, infaq dan sedekah malah tambah kaya. Bisa saja salah satu industri/sektor usaha yang berkembang di atas adalah tempat dimana kita bekerja. Disinilah mungkin hukum kekekalan energi tadi bekerja, dimana zakat infaq dan sedekah yang kita berikan tadi kembali ke kita dengan cara meningkat dan berkembangnya usaha kita karena tingginya permintaan.
Dengan terdistribusinya pendapatan melalui zakat, infaq dan sedekah, maka akan membuka akses ekonomi seluas-luasnya untuk siapapun. Inilah fungsi ekonomi dari zakat, infaq dan sedekah (selain fungsi sosialnya).
Kemungkinan2 ini tentu saja tidak mungkin terjadi jika hanya sedikit saja orang yang berperan. Kemungkinan2 ini baru terjadi jika dilakukan dan atas peran serta banyak orang. Saat ini, rasanya percuma kita mengkritik atau mengharapkan akan muncul seorang pemimpin dengan pemerintahan dan kebijakan2nya yang pro rakyat di tengah kondisi masyarakat kita yang seperti sekarang ini. Karena pemimpin itu merupakan cerminan masyarakatnya pada umumnya. Masyarakat yang baik akan melahirkan pemimpin yang baik pula, begitupun sebaliknya. Yang dapat kita lakukan saat ini adalah dengan merubah diri sendiri dulu, mulai dari hal-hal kecil dan simple, tidak perlu sampai harus melakukan/ memikirkan hal-hal besar. Perubahan besar tidak hanya bisa terjadi dari pemimpin besar dengan segala ide cemerlang dan kebijakannya. Namun, perubahan besar juga bisa terjadi dari perubahan2 kecil yang dilakukan oleh orang banyak.
0
3.7K
31
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan